Dikelola dengan Manajemen Modern
Desa adalah struktur pemerintahan peninggalan masa prakolonial. Pada masa kerajaan, utamanya di Jawa, desa merupakan himpunan tenaga kerja (cacah) yang dikoordinir oleh bekel.
Sejarawan Suhartono dalam bukunya Serpihan Budaya Jawa (2001), menjelaskan bahwa bekel merupakan penguasa pada tingkat desa yang memiliki fungsi strategis dan menjadi ujung tombak pemerintahan pusat (kerajaan).
Kepemimpinan bekel diperlukan untuk mengatur warga pedesaan, menjalankan pemerintahan desa, mengorganisir tanah lungguh, menarik pajak, dan berbagai sumbangan wajib untuk kepentingan penguasa.
Tugas lain para bekel adalah mengendalikan keamanan desa supaya tidak berpotensi mengganggu ketentraman kerajaan.
Pada konteks tertentu bekel berperan sebagai mediator antara golongan elit kerajaan dengan lapisan bawah atau wong cilik. Tanpa mediator, baik secara politis maupun ekonomis, sulit bagi pihak atas menguasai wong cilik.
Di sinilah bekel memiliki peran strategis dalam rangka menguasai wong cilik agar tetap bisa dikoordinir agar tetap loyal kepada elit kerajaan. Bekel dibantu oleh para perangkat desa yang bertugas menguasai pedukuhan yang merupakan pembagian lingkungan dari desa.
Perangkat desa bersama bekel merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan masyarakat desa.
Saat Belanda menjajah Indonesia, mereka memanfaatkan struktur feodal untuk kepentingan mengeruk sumber daya yang ada. Pada saat yang bersamaan pemerintah kolonial juga menerapkan birokrasi yang legal-rasional.
Mereka memandang bahwa kekuasaan tradisional yang feodal dianggap tidak efektif karena tidak mengedepankan aspek meritokrasi. Hal inilah yang mendorong Gubernur Jenderal Daendels pada awal abad ke-19 melakukan revolusi besar-besaran terhadap birokrasi tradisional pada tingkat menengah.
Para bupati diposisikan sebagai pegawai kolonial dan mendapat gaji. Elit bumiputera yang bekerja untuk kepentingan kolonial juga diberi status sebagai pegawai kolonial yang kelak menjadi cikal bakal keberadaan pegawai negeri sipil.
Bekel saat itu diubah menjadi kepala desa dengan berbagai sebutan di tingkat lokal, yang mengepalai desa dan tetap dibantu oleh para perangkat desa.
Namun ketika elit tradisional di tingkat menengah diubah menjadi bagian dari birokrasi kolonial, perangkat desa tidak ikut serta dalam perubahan tersebut.
Posisi mereka tetap sebagai aparat desa yang diposisikan bukan sebagai bagian langsung dari birokrasi kolonial.
Saat Indonesia merdeka para pegawai bangsa Indonesia dari segala jabatan ditetapkan sebagai Pegawai Republik Indonesia.
Sayang saat itu para perangkat desa tidak termasuk yang ikut ditetapkan sebagai Pegawai Republik Indonesia. Ini mengakibatkan sampai saat ini status perangkat desa menjadi tidak jelas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: