Eri Ajak Alim Markus Berkolaborasi

Eri Ajak Alim Markus Berkolaborasi

Tinggal menunggu waktu. Pagar yang membungkus tanah seluas 2.115 meter persegi di timur Balai Pemuda bakal dibongkar. Pemkot dan PT Maspion telah mengibarkan bendera perdamaian.

GEDUNG Kejaksaan Tinggi Jatim (Kejati) menjadi saksi perdamaian antara Pemkot Surabaya dan PT Maspion kemarin (26/1). Wali Kota Eri Cahyadi akhirnya berjumpa dengan Presiden Direktur PT Maspion Alim Markus.

Maspion dan Pemkot Surabaya memang saling menggugat atas tanah di Jalan Pemuda Nomor 17. Secara perdata pemkot menang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Tapi eksekusi yang diajukan pada April 2021 tidak bisa dilakukan karena Maspion menang gugatan PTUN Surabaya. Peninjauan kembali (PK) yang diajukan pemkot ditolak Mahkamah Agung (MA).

Pemkot memang tetap menguasai aset itu, namun PTUN meminta pengajuan perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) yang diajukan Maspion tidak digantung. Maspion merasa dirugikan karena kepala daerah harus memberikan keputusan atas pengajuan izin paling lambat 6 bulan setelah surat dikirim.

Pengajuan sudah dikirim sejak 2015, namun sampai sekarang tidak dikabulkan pemkot. Penolakan perpanjangan itu dianggap bertentangan dengan Pasal 1338 KUH Perdata. Persetujuan tidak bisa ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak.

“Alhamdulillah dengan pendampingan Pak Kajati (M Dofir), tanah ini akhirnya diserahkan oleh pihak Maspion,” kata Eri di lobi Kejati Jatim kemarin. Alim Markus sudah menandatangani perjanjian kerja sama. Namun proses penyelamatan aset tersebut masih belum final. Kejati akan mengupayakan semua masalah beres tahun ini.

Maspion memegang HGB tanah itu sejak 1996. Setelah 26 tahun berselang, mereka tidak pernah merasakan manfaatnya. Itu terjadi karena penghuni gedung lama PT Mas Murni Indonesia/ PT Singa Barong Kencana tak mau meninggalkan gedung NV Volkshuisvesting.

Mereka saling menggugat. Maspion selalu memang. Pada 21 Oktober 2010 Maspion mulai bergerak untuk memanfaatkan tanah tersebut. Awalnya untuk perkantoran dan hotel. Mereka juga sudah membayar retribusi izin Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) pada 10 Januari 2011 senilai Rp 295 juta.

Meski sudah membayar, SKRK itu tidak kunjung diterbitkan pemkot. Alasan pertama, Maspion dianggap masih bermasalah dengan PT Singa Barong Kencana. Kedua, punya rencana mengembangkan aset itu untuk perluasan basement Balai Pemuda dan Alun-Alun Surabaya.

PENANDATANGANAN MoU oleh Eri Cahyadi dan Alim Markus disaksikan Kajati Jatim Mochammad Dhofir. (Foto Julian Romadhon)

Konflik mengerucut pada 2016. Saat itu masa HGB 20 tahun Maspion akan habis. Pemkot tak kunjung menentukan sikap. Sejak saat itu, kedua pihak saling menggugat.

Eri menyadari bahwa Maspion memiliki hak yang sudah diperkuat dengan putusan PTUN Surabaya. Karena itu ia tak mau konflik dipelihara berkepanjangan. “Intinya kami akan menjalin kolaborasi dengan siapa saja yang mau berinvestasi,” katanya.

Maspion berencana membangun hotel dan kantor di tanah itu. Kalaupun konsep itu dipertahankan, Eri meminta hotel tersebut harus memakai produk-produk UMKM Surabaya. Misalnya batik atau sandal hotel bikinan pengusaha Dolly. “Dan saya minta ada space khusus UMKM Surabaya,” ujarnya.

Pengembangan Alun-Alun Surabaya juga akan diteruskan sesuai rencana. Namun pemkot harus mengubah desain yang disusun sejak 2020. Kawasan alun-alun bakal dikombinasikan dengan gedung yang dibangun Maspion.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: