Libatkan 90 Partisipan Dewasa

Libatkan 90 Partisipan Dewasa

Vaksin Merah Putih (VMP) bersiap memasuki uji klinis fase 1. Pengujian itu digelar di RSUD dr Soetomo pada 8 Februari.

GUBERNUR Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sejatinya ingin menjadi partisipan. Tetapi, mereka gagal. “Karena Badan POM menghendaki para partisipan yang belum pernah divaksin,” ujar Peneliti Utama VMP dr Dominicus Husada saat rapat virtual dengan para partisipan uji klinis fase 1 vaksin buatan dalam negeri itu.

Ada 90 partisipan yang berhasil terjaring. Mereka akan menjalani tahap panjang uji klinis fase 1 itu. Tahap pertama adalah proses seleksi yang berlangsung 3-4 jam sejak pagi hari. 

Setiap partisipan akan diambil darahnya untuk diperiksa. Mereka diminta berpuasa semalaman. Tidak boleh mengonsumsi makanan berat dari pukul 20.00 malam hingga pagi. Supaya hasil pemeriksaan darah bisa akurat.

Apabila memenuhi syarat medis, mereka akan langsung mendapat suntikan. Setelah itu, mereka harus kontrol secara rutin. Ada pemeriksaan imunogenisitas setiap 7 hari sekali. “Nanti ada panggilan sebanyak 8 kali kunjungan ke RSUD Soetomo,” jelas Dominicus.

Para partisipan adalah orang dewasa. Kelompok anak-anak dan remaja menunggu hasil uji klinis fase 1. Diperkirakan berlangsung pada April, dengan menjaring sebanyak 450 partisipan.

“Itu jika dinyatakan lolos oleh Badan POM, baru bisa lanjut ke fase selanjutnya,” katanya. Oleh karena itu, fase 1 benar-benar menjadi ajang pembuktian. Bahwa VMP memang aman. Tidak membahayakan kesehatan jiwa dan raga manusia. Baru pada fase 2 akan diteliti manfaatnya. Para partisipan akan dianalisis keluhan-keluhannya.

Hasil uji praklinis VMP pada hewan cukup bagus. Saat ini sedang dalam proses publikasi internasional. Seluruh tim peneliti VMP pun optimistis fase 1 bisa sukses. 

Bahkan, apabila kelak VMP diperlukan sebagai booster maka akan diatur lebih lanjut. “Jadi fase 1 pada manusia ini memang serius. Para partisipan juga akan difasilitasi sertifikat vaksin yang terdaftar dalam aplikasi PeduliLindungi,” ungkapnya.

Menurut anggota tim peneliti VMP dr Gatot Sugiarto, para partisipan tidak hanya dicek darah. Tetapi juga harus terbukti tidak punya komorbid yang tak terkendali. Maka ada dua syarat untuk lolos seleksi tersebut. “Secara umum, asalkan tak punya penyakit berat, masih bisa lolos,” terangnya.

Syarat pertama mengacu pada kriteria inklusi. Di antaranya, usia di atas 18 tahun, fisik dalam keadaan sehat, tidak sedang hamil (untuk wanita), dan bersedia untuk tidak mendonorkan darahnya setidaknya dalam 3 bulan pertama uji klinis.

Syarat kedua mengacu pada kriteria eksklusi. Yaitu tidak sedang ikut uji klinis lainnya, tidak sedang menderita penyakit infeksi, tidak memiliki riwayat alergi terhadap salah satu komponen dalam vaksin, tidak punya riwayat gangguan pembekuan darah, tidak punya penyakit autoimun atau imunodefisiensi, tidak sedang menggunakan obat-obatan yang menekan respons imun seperti kortikosteroid, dan tidak punya penyakit komorbid yang tidak terkendali.

Pada fase satu ini juga akan dievaluasi, apakah titer antibodi pada pasien diabetes melitus dan darah tinggi bisa tinggi. Itu sebagai perbandingan dengan vaksin-vaksin yang sudah ada. “Karena kalau vaksin lain, titer bodi pada pasien seperti itu sangat rendah,” kata Gatot.

Seorang tenaga kesehatan bersiap memvaksinasi di Mapolrestabes Surabaya.
(Foto: Julian Romadhon-Harian Disway)

Sementara itu, Ketua Tim Peneliti VMP dr Fedik Abdul Rantam mengatakan bahwa sebetulnya uji klinis fase 1 bisa dilakukan tahun lalu. Namun, karena ada satu syarat yang belum dipenuhi maka ditunda. Yakni partisipan yang belum divaksin sama sekali.

Pembuatan VMP memang membutuhkan proses panjang. Terhitung sejak April 2021. Tim peneliti perlu 8 bulan untuk menemukan karakter virus yang diisolasi. Mulai varian awal hingga Delta. Dari situ kemudian terseleksi 3 calon bibit vaksin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: