Jejak Sejarah Potehi dalam Sketsa

Jejak Sejarah Potehi dalam Sketsa

Tok Su Kwie memang belum sempat mewariskan ilmu pedalangannya kepada anak lelakinya Tok Hong Kie. Tetapi, torehan sejarah melalui kiprahnya masih tercatat dengan rapi hingga saat ini.

LANTUNAN siu lam pek itu mendayu-dayu, mengantarkan kisah kepahlawanan yang dipentaskan dalam panggung wayang potehi. Siu lam pek, semacam suluk dalam pewayangan Jawa itu, berbahasa Hokkian. Suara musik yang bertalu-talu memberi kesan megah—namun syahdu—pada syair yang tengah dibawakan oleh Tok Su Kwie, dalang dari Quanzhou (泉州), Fujian, yang merantau sampai ke Gudo, tersebut.

Penonton terdiam mengikuti alunan musik ritmis yang ditingkahi melodi pentatonis khas Tiongkok itu. Sebagian dari mereka adalah orang-orang Tionghoa yang mendiami Soerabaja. Sebagian lagi mungkin orang Jawa. Di antara mereka tentu ada orang-orang Belanda.

Indonesia masih belum merdeka. Masih tahun 1933. Nama Tok Su Kwie sudah cukup kondang sebagai seorang sehu (dalang) yang piawai menghidupkan boneka kain lewat dua telapak tangannya. Bibirnya dengan fasih menceritakan kisah-kisah saga Tiongkok.

Nama sohor Tok Su Kwie menjulur jauh keluar dari Gudo, kecamatan di selatan Jombang, yang berbatasan dengan Kediri. Hari itu, Tok Su Kwie mendalang di Soerabaja, sebuah kota besar di pesisir utara, yang kemudian menjadi Surabaya, ibu kota Jawa Timur tersebut.

Kisah itu bukan dongeng. Bukan cerita turun-temurun yang dikisahkan di lingkup keluarga Toni Harsono, cucu Tok Su Kwie. Tetapi, cerita itu benar-benar menjadi catatan sejarah.

Prasasti kiprah Tok Su Kwie itu terpacak dalam sebuah sketsa hitam putih pada sebuah kalender bulan Mei tahun 1933. Kalender berbahasa Belanda. Yang potret sketsa itu menjadi koleksi Universitas Leiden di Negeri Oranje sana. Yang keterangan fotonya bertulisan Wajang Tjina te Soerabaja

Dulu, secara sederhana wayang potehi memang disebut wayang cina. Wayangnya orang-orang Tionghoa. Dan istilah itu sudah muncul berabad-abad silam. Misalnya dalam Serat Nawaruci yang digubah pada abad keenam belas oleh Empu Siwamurti. Di situ benar-benar dituliskan tentang wayang cina. ’’Nah, wayang cina, wayang Tiongkok, itu apa kalau bukan potehi?’’ ucap Toni.

GAMBAR SKETSA yang menunjukkan penampilan kelompok wayang potehi Fu He An di Surabaya pada 1933.
(Foto: TONI HARSONO UNTUK HARIAN DISWAY)

Memang ada wayang gantung—mirip boneka marionette dari Prancis—yang gerak bonekanya diatur dengan tali-tali tipis. ’’Tetapi yang populer adalah wayang potehi itu. Wayang kantong kain,’’ ujar lelaki penggemar motor dan mobil lawas protholan tersebut.

Lalu, dari mana bukti bahwa wayang potehi yang digambar pada sketsa di kalender lawas itu adalah kelompok Tok Su Kwie? Buktinya ada pada tiga aksara han (huruf Tiongkok) berbahasa mandarin yang muncul pada lukisan hitam-putih itu. Bunyinya: Fu He An. Nama kelompok yang dipimpin oleh Tok Su Kwie.

Artinya, kiprah Tok Su Kwie pada zamannya memang tidak main-main. Dalang itu moncer namanya. Ia tidak hanya bermain pada panggung kecil di depan Kelenteng Hong San Kiong di Gudo. Tetapi, Tok Su Kwie sering ditanggap hingga luar kota.

Dan yang dilukis pada sketsa itu benar-benar penampilan Tok Su Kwie pada sebuah acara di Surabaya, 89 tahun silam. Boneka yang dilukis itulah yang sedang dimainkan oleh tangan Tok Su Kwie. Dan panggung yang digambar adalah panggung kayu asli Tiongkok yang sampai kini masih tersimpan di salah satu ruangan Museum Potehi Gudo. Ruangan yang pintu besinya sampai berlapis tiga.

Dengan bangga, Toni pun mereproduksi sketsa itu menjadi sebuah foto yang dipajang di dinding barat Museum Potehi Gudo. Bukan sekadar bangga bahwa kakeknya adalah dalang kondang. Tetapi lebih kepada kebanggaan bahwa wayang potehi sudah menjadi sajian kesenian yang digandrungi khalayak sejak zaman dulu. Bahwa wayang potehi tercatat jejaknya dalam sejarah perjalanan negeri ini. (Doan Widhiandono)

JAJARAN WAYANG POTEHI di Museum Potehi Gudo yang dikelola oleh Toni Harsono.
(foto: BOY SLAMET-HARIAN DISWAY)

Edisi sebelumnya: Sehu Tok Su Kwie belum Wariskan Ilmu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: