Survei Gombal

Survei Gombal

Pemberitaan survei capres yang abal-abal tentu bertujuan agar ada masyarakat yang pada akhirnya percaya, sosok capres yang mereka ”goreng” itu memang ”tokoh besar”. Sebab, berita survei tersebut ditayangkan berulang-ulang seakan-akan surveinya dilakukan berkala mengikuti perkembangan politik.

Saat ini memang begitu banyak lembaga survai. Secara teori, bila survei dilakukan dengan metode yang sama, di area sampling yang sama, tentu hasilnya tak jauh berbeda.

Sementara itu, yang terjadi selama ini, hasilnya berbeda. Baik itu dalam konteks survei elektabilitas dan popularitas capres maupun partai politik.

Sebenarnya, panduan untuk menilai survei itu kredibel atau tidak, cukup melihat lembaga yang melakukan survei atau sosok yang menakhodai survei itu. Misalnya, lembaga yang melakukan survei seperti LIPI, UGM, UI, ITS, Unair, atau kampus lainnya. Paling tidak mereka akan mempertaruhkan reputasi atau nama besar lembaganya.

Kalaupun lembaga survei di luar institusi itu, kita bisa melihat sosok pengelolanya. Bagaimana track record-nya. Bagaimana pengalaman dan kapasitasnya.

Makin dekat 2024, akan makin marak survei. Survei lembaga kredibel dan independen juga akan muncul. Tapi, survei abal-abal juga akan kian menjamur.

Era media digital dan medsos mendukung munculnya gombalisasi survei. Publik pun harus pandai mendeteksi survei gombal.

Namun, entah kalau termakan teori Goebbels. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: