BRI Liga 1 Diputar, Berkah bagi Warkop Surabaya
HUSEN Gozali semringah. Senyumnya mengembang. Seiring melihat catatan omzet yang dibukukan di warung kopi (warkop) miliknya, Warkop Pitulikur. Warkop yang terletak di Jalan Bagong, Surabaya, itu mulai kembali bergairah.
Itu seiring dengan mulai digelarnya kompetisi BRI Liga 1 2021/2022. Ada acara nonton bareng (nobar) setiap Persebaya bertanding. Puluhan pendukung Persebaya tumplek bleg untuk menyaksikan pertandingan. Tentu saja, mereka tak sekadar menonton. Pasti diselingi dengan pesan minuman ataupun makanan ringan maupun berat. ”Alhamdulillah. Grafiknya mulai naik. Kendati masih belum bisa seperti sebelum ada pandemi dulu. Tapi, berkah Liga 1 benar-benar memberikan dampak positif bagi pelaku usaha kecil seperti kami ini,” ujarnya.
Pria yang akrab dipanggil Cak Cong itu mengisahkan, bagaimana ekonominya morat-morit akibat terjangan Covid-19. Pendapatannya terjun payung. Ia ingat pasti, bagaimana awal Covid-19 menerjang pada awal 2020.
Warkopnya sepi. Orang takut datang. Walau siang hari. Ditambah lagi, saat itu ada kebijakan PPKM level darurat yang membatasi jam buka. ”Hancur sehancur-hancurnya,” ungkapnya. Langkah efisiensi sebetulnya sudah coba dilakukan untuk menyiasati situasi itu. Dari tujuh karyawan yang dimiliki, beberapa karyawan dirumahkan. Beberapa menu makanan dihilangkan. Terutama yang tidak tahan lama. Diganti dengan makanan ringan siap saji. Fokusnya lebih banyak di minuman kemasan maupun saset.
Toh, ini tak terlalu menolong. Tiap hari masih juga tekor. Pendapatannya turun 70–80 persen. Sehari hanya meraup pendapatan kotor Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu. ”Akhirnya saya tutup sejak Mei 2020,” kisahnya.
Memasuki 2021, Warkop Pitulikur mulai menata. Seiring dengan rencana digelarnya turnamen pramusim Piala Menpora 2021. Situasi Surabaya Raya juga mulai mendukung. Level PPKM mulai turun sehingga warkop bisa buka sampai malam. Trennya masih pelan karena nobar belum diperbolehkan.
Grafik pendapatan mulai dan terus naik seiring dengan dimulainya Liga 1. Apalagi setelah nobar diperbolehkan. Warkop Pitulikur tancap gas. Pendapatan naik. Apalagi kalau Persebaya yang tanding. Saat itu ia bisa mendapatkan penghasilan sampai Rp 2 juta ke atas.
Akan tetapi, kenaikan itu belum bisa menyamai sebelum Covid-19 menyerang. Saat Masa kejayaan tersebut, kenang Cak Cong, warkop yang dimilikinya bisa meraup pendapatan minimal Rp 3 juta per hari.
Tingginya pendapatan itu bisa dimaklumi. Sebab, Warkop Pitulikur memiliki keterkaitan yang cukup kuat dengan Persebaya. Semasa dualisme pada kurun 2012, warkop itulah yang jadi tempat berkumpulnya para pentolan Bonek. Menyusun rencana aksi perjuangan untuk mengembalikan Persebaya. Karena itu, nama Pitulikur merujuk pada tahun berdirinya Persebaya, 18 Juni 1927.
Namun, Cak Cong menepis berkah tersebut hanya dinikmati Warkop Pitulikur yang punya irisan historis dengan Persebaya semasa perjuangan. Hampir seluruh warkop di Surabaya juga mencatatkan kenaikan. Cak Cong tahu pasti karena dirinya adalah ketua Paguyuban Warkop Surabaya Raya. Didirikan awal pandemi, kini paguyuban itu sudah memiliki 153 anggota. Tersebar di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. ”Laporannya semua sama. Ada kenaikan (pendapatan, Red). Apalagi kalau pas Persebaya tanding. Tambah ramai,” ujarnya.
Itu diamini Patriot Mafualsyah, pemilik Warkop Kopi Wong Jowo di Ketintang, Surabaya. Sebagai pendukung Persebaya, Patriot memang menggelar nobar setiap tim besutan Aji Santoso tersebut bertanding. Itu juga cara untuk menarik Bonek datang ke tempat usahanya itu. ”Kenaikannya cukup drastis. Apalagi kalau Persebaya menang. Full senyum,” ujarnya yang sempat beralih kerja ke ojek online saat pandemi menyerang. (Ram Surahman)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: