Setiap Kepala Pasti Terbeli
Apa yang membikin para perajin kepala boneka potehi itu tetap gigih bergiat dalam karya kreatif mereka? Jawabannya satu: karena kepala-kepala kecil itu tidak adakan mubazir. Pasti ada yang membeli: Toni Harsono.
MOCH. Budiono masih tampak sibuk dengan kayu kecil yang perlahan-lahan terbentuk sebagai bakal kepala wayang tatkala lelaki itu datang.
Si lelaki ini tampak bersahaja. Bajunya hijau bergaris-garis melintang. Celananya jins sedengkul. Alas kakinya adalah sandal jepit merah yang terlihat lusuh. Sebentuk kaca mata plus berbingkai kotak bertengger di ujung hidungnya. Kumis tipis melintang di atas bibir yang terlihat seperti mengulum senyum.
’’Lha iki wonge teko (nah, ini orangnya datang, Red),’’ kata Toni Harsono, Rabu siang (26/1) itu. Yang disapa makin tersenyum lebar.
Dengan langkah santai, pria dengan udeng Bali di kepala itu melangkah ke bagian samping-belakang rumah milik Toni, sekitar 200 meter di utara Kelenteng Hong San Kiong, Gudo, tersebut. Tangannya menenteng tas kresek ungu yang menggantung dan terus-menerus bergoyang seiring langkahnya.
’’Mulyono,’’ ucap lelaki itu sembari menjabat tangan Harian Disway. Sejurus kemudian, ia berbincang-bincang Toni. Perbincangan ringan untuk memulai pekerjaan. Perbincangan yang tampak sangat akrab.
’'Lha ia ini memang teman SD saya. Yo nggak?’’ kata Toni.
’’Saya memang kenal Pak Toni mulai cuilik. Biasanya main di situ,’’ kata Mulyono. Tangannya menunjuk arah utara. Ke arah SD Pesanggrahan. Yang terletak di tepi jalan antara Gudo-Diwek. Jalan yang diapik sawah luas dan sejumlah perkampungan.
Sehari-hari, Mulyono adalah kuli bangunan. ’’Tapi, saya tahu kalau ia ini terampil sekali. Maka saya suruh bikin kepala wayang potehi. Ternyata bisa,’’ ujar Toni.
’’Ya bisa, wong barang ketok ae (barang terlihat, Red),’’ timpal Mulyono.
Ya, sebagaimana Budiono, Mulyono memang mempelajari teknik pahat wayang potehi secara otodidak. Ia tidak secara formal mempelajari karakter wayang potehi. Mulyono juga tidak mempelajari siapa Sie Djien Kwie, tokoh pahlawan dalam kisah-kisah wayang potehi. Tidak juga belajar bagaimana mimik mukanya dan kenapa mimik muka itu harus seperti itu.
Mulyono juga tidak mempelajari figur biksu Tong Sam Chong (Tang San Zang/唐三藏) yang menempuh perjalanan ke barat untuk mencari kitab suci. Atau siapa Cukat Liang (Zhu Ge Liang/诸葛亮), seorang ahli strategi perang yang hidup di zaman Sam Kok (Tiga Negara). Cukat Liang ini juga kerap ditampilkan dalam pergelaran wayang potehi.
Olah kreatif Mulyono hanya dimulai dengan mengamati barang ketok itu.
’’Saya tahu wujudnya ya dari Pak Toni. Itu yang saya contoh. Lalu saya buat kepalanya,’’ kata Mulyono.
Bagi lelaki kelahiran 1967 itu, referensi wujud kepala boneka itu sangat penting. Agar ia bisa membuat karakter wayang potehi tanpa harus melanggar pakem atau bentuk-bentuk khas wayang potehi.
Mulyono mengolah balok kayu menjadi kepala boneka wayang potehi.
(Foto: Boy Slamet-Harian Disway)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: