Beban Heritage Nir-imbalan
Akan menarik jika diskon 50 persen PBB itu bisa secara otomatis diberikan. Bukan melalui prosedur harus mengajukan atau melaporkan. Toh, pemerintah sudah mempunyai daftar bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya.
Hampir sebagian bangunan cagar budaya ada di tengah kota. Yang nilai pajaknya terus meningkat. Sesuai dengan nilai ekonomi tanah di sekitarnya. Maka, membiarkan bangunan heritage tanpa fungsi ekonomi akan terus menambah beban.
Memberikan insentif bagi pemilik bangunan cagar budaya tak akan merugikan. Sebab, itu akan menghindari pembiaran yang bisa menyebabkan kekumuhan. Apalagi, mereka mau menjadikan bangunan heritage-nya sebagai destinasi wisata.
Ibaratnya, pemilik bangunan heritage saat ini lebih banyak menanggung beban dan kewajiban. Ketimbang mendapatkan imbalan untuk merawat dan menjaga bangunan cagar budaya. Beban merawat nir-imbalan. Itulah yang perlu dipikirkan.
Banyak gagasan yang telah diungkapkan wali kota Surabaya. Namun, aplikasinya di lapangan masih perlu pantauan. Kalau Jakarta, Bandung, dan Semarang bisa menghidupkan kota tuanya, kenapa Surabaya tidak? Hanya butuh terobosan.
Memberikan insentif kepada swasta pemilik gedung cagar budaya bisa menjadi jalan cepat. Sambil pemerintah memikirkan dan membangun infrastruktur pendukungnya. Menyerahkan mekanisme bisnis dalam mengelola cagar budaya akan lebih berkelanjutan.
Sudah saatnya, pemerintahan kota yang baru memikirkan ”warisan” dalam pengelolaan cagar budaya kota. Dalam bentuk revitalisasi kota tua maupun menjadikan bangunan tua makin bermakna dan mewarnai kota. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: