Menari Karena Warisan
TARI BIAN LIN ini pernah ditarikan Angie Laurentsia di Makassar, acara Paguyuban Marga Tionghoa Indonesia (PMTI) dan di kelenteng Tuban. Terakhir di Surabaya Tourism Award ini.-Boy Slamet-
Kini, usia Yan Jian Ling telah 50 tahun lebih. Dia tak mampu lagi untuk menarikan Bian Lian. ”Ditawarkan untuk diwariskan pada anak tante, kemudian para keponakan laki-laki. Tak ada yang mau. Hanya saya sebagai satu-satunya keponakan perempuan yang bersedia. Tante pun mengajarkan tarian tersebut pada saya,” ungkapnya.
Angie belajar menari Bian Lian sejak 2020. Saat itu ia belajar secara online karena keterbatasan jarak dan pandemi. ”Tante saya tinggal di Mongolia. Jadi belajar gerak dasar, memakai kostum dan teknik mengubah topeng dilakukan via video call,” terangnya.
Sebagai perempuan yang memiliki garis keturunan penari Bian Lian, Angie relatif mudah memelajari tarian tersebut. ”Dorongan lebih kuat. Karena mungkin saya punya garis keturunan, ya,” tambahnya.
Seperti saat tampil dalam ajang Surabaya Tourism Award. Saat itu Angie mengenakan kostum khas penari Bian Lian. Jika melihat film-film Mandarin, kostum tersebut biasa dipakai kalangan bangsawan. Penutup kepala lebar, baju yang bagian belakangnya menjuntai ke bawah.
Melihat baju itu seakan membuat penarinya susah bergerak. ”Oh enggak sama sekali. Hanya bentuknya saja begini. Saya masih bisa bergerak bebas,” ujarnya.
Dia juga mengenakan topeng berwarna merah. Cekung dalam lubang mata topeng tersebut cukup tebal. Seperti berlapis-lapis.
ANGIE LAURENTSIA dalam kostum penari Bian Lian. Dalam film-film Mandarin, kostum tersebut biasa dipakai kalangan bangsawan. Penutup kepala lebar, baju yang bagian belakangnya menjuntai ke bawah.-Boy Slamet-
Sekitar pukul 18.00, Angie tampil. Di atas panggung, dia melakukan gerakan-gerakan awal yang tampak kaku dan patah-patah. Berjalan ke tengah panggung, membelakangi penonton. Sembari melontarkan kain belakangnya yang menjuntai ke kanan dan kiri.
Ketika musik mulai mengeras, Angie seketika menghadap penonton. Ia membawa kipas merah berukuran cukup besar. Menutup separuh wajahnya. Tampak raut topeng pertama berwarna hitam, melambangkan karakter Dewa. Disusul gerakan melonjak diikuti anggukkan kepala.
Ketika mengangguk dengan keras, diiringi bunyi dentuman musik, kipas terlepas dari wajahnya. Tiba-tiba topeng yang dikenakan Angie berubah menjadi berwarna hijau. Seketika penonton terpukau dan bertepuk tangan.
Entah bagaimana caranya yang pasti jelas dalam beberapa kali anggukan, beberapa kali pula Cici Angie berganti topeng. Ada topeng yang menyerupai wajah harimau, lantas diikuti dengan gerak Angie menari layaknya harimau.
Topeng itu dikenakan karena menyesuaikan shio penguasa pada 2022 ini yakni shio harimau.
Ketika topeng itu berganti dengan raut wajah kera, dia berjalan sambil bergaya seperti kera. Meluruskan telapak tangan di pelipis. Seperti gaya pemeran film Kera Sakti ketika melindungi pandangannya dari sinar matahari.
Tari Bian Lian pernah dipentaskannya pada perhelatan Koci 2020. Dengan pertunjukan tersebut, Angie berhasil menembus 10 besar. Sejak itulah Angie mendapat banyak panggilan untuk menari di berbagai tempat. ”Saya pernah menari di Makassar, acara Paguyuban Marga Tionghoa Indonesia (PMTI), dihadiri Pak Dahlan Iskan waktu itu. Pernah pula di kelenteng Tuban dan lanjut di Surabaya Tourism Award ini,” ungkapnya.
Angie berani mengklaim bahwa dialah satu-satunya penari perempuan Bian Lian di Indonesia. Terlebih, legalitas untuk menari itu didapatkan berkat garis keturunan penari Bian Lian sebelumnya yakni kakek dan tante dari pihak ibu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: