Menari Karena Warisan

Menari Karena Warisan

TARI BIAN LIN ini pernah ditarikan Angie Laurentsia di Makassar, acara Paguyuban Marga Tionghoa Indonesia (PMTI) dan di kelenteng Tuban. Terakhir di Surabaya Tourism Award ini.-Boy Slamet-

Dalam perhelatan hari kedua Surabaya Tourism Award, jebolan Koko Cici JawaTimu Angie Laurentsia menari Bian Lian alias seribu topeng. Tarian dari Sezhuan, Tiongkok itu konon hanya dibawakan secara turun-temurun.

Melihat tarian khas negeri Tiongkok, muncul pertanyaan dalam benak. Apakah aksara dari sebuah negara berhubungan dengan gerak tari dari negara tersebut? Jika menengok aksara Jawa yang gemulai, identik dengan gerak tarinya yang gemulai pula.

Jika melihat aksara Mandarin, polanya kaku, patah-patah namun tegas dan rapi. Seperti gerak dalam tarian yang dibawakan oleh Angie. Yakni tarian seribu topeng. ”Dalam budaya Tiongkok, tari seribu topeng disebut sebagai tari bian lian,” ungkapnya saat tampil dalam perhelatan yang digelar Harian Disway pada 4 Juni 2022 lalu.  

Tarian tersebut eksis sejak 300 tahun lalu. Tepatnya sejak era Dinasti Qing, tahun 1736-1795 Masehi. Tarian tersebut memiliki akar kesenian. Yakni seni pertunjukan drama Tiongkok. Sebuah pertunjukan drama tentu membutuhkan banyak aktor. 

Berawal dari keterbatasan, para seniman drama Tiongkok menyiasatinya dengan topeng. ”Satu aktor bisa mengenakan beberapa topeng untuk peran yang berbeda. Jadi lebih efisien. Tanpa harus merekrut orang untuk dijadikan aktor,” terangnya.

Dari drama, para seniman berinisiatif mengkreasikan jenis tarian baru. Yaitu tarian seribu topeng atau Bian Lian. Dalam bahasa Mandarin, Bian Lian artinya mengubah wajah. 

Lazimnya ditarikan oleh satu orang dan dalam tiap pementasan, penari tersebut mengetengahkan gerak dari berbagai karakter topeng yang dikenakannya.

Tari Bian Lian secara total memiliki 36 karakter topeng. Mulai dari topeng Dewa-Dewi, manusia, raja, serta binatang.


-Boy Slamet-

Tari tersebut awalnya tak dapat ditarikan oleh sembarang orang. Hanya orang-orang yang memiliki garis keturunan penari Bian Lian saja yang boleh menarikannya. ”Tarian ini hanya boleh ditarikan secara turun temurun. Bahkan awalnya yang menarikan Bian Lian harus laki-laki,” ujar perempuan 24 tahun itu.

Dalam perkembangannya, tari Bian Lian boleh ditarikan oleh perempuan. Namun yang lebih diutamakan adalah mereka yang memiliki garis keturunan penari Bian Lian sebelumnya.

Masyarakat umum yang ingin mempelajari dan menarikan Bian Lian, harus mengikuti pendidikan ketat terlebih dulu di universitas atau sanggar seni di Tiongkok. Kemudian mereka mendapat lisensi dari institusi setempat untuk menarikannya.

Sebab, tari tersebut dinilai sakral, karena dalam beberapa gerak, penari harus memerankan Dewa-Dewi yang dipuja. Seperti halnya Angie. Kakek dari pihak ibu adalah penari Bian Lian. ”Kakek saya orang Mongolia asli. Namanya Yan Rong Bing. Beliau mengajarkan tari Bian Lian pada tante saya, Yan Jian Ling,” ungkapnya.

Kakek Angie memiliki empat anak. Anak sulung lelaki satu-satunya, tak bersedia untuk mewarisi kemampuan menari Bian Lian. Hanya Yan Jian Ling saja yang tertarik. Maka pada dekade '80-'90an, Yan Jian Ling dikenal di Dataran Tiongkok sebagai salah satu dari sedikit perempuan penari Bian Lian. 

Sumber: