Pembunuhan di Hotel Hasma Jaya Bukan Perfect Crime

Pembunuhan di Hotel Hasma Jaya Bukan Perfect Crime

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

Pembunuhan Sofia, 45, di Hotel Hasma Jaya, Surabaya, menyulitkan polisi. Peristiwanya Rabu dini hari, 1 Juni 2022. Pelaku pria inisial PEP, 40, ditangkap Jumat, 17 Juni 2022. Padahal, rekaman CCTV pelaku jelas.

KAPOLSEK Sawahan Kompol A. Risky Fardian kepada pers, Jumat (17/6), mengatakan:

”Dari hasil penyelidikan, petugas menemukan kunci hotel yang dibuang di depan rumah orang di dalam pot di kawasan Banyu Urip. Orang pemilik rumah itu menyerahkan kunci ke pihak hotel.”

Kunci diserahkan karena ada tulisan Hotel Hasma Jaya.

Dari situ polisi bekerja lebih giat. Akhirnya tersangka ditangkap di Mojokerto. Ketika tersangka PEP sedang menipu seorang pemilik HP dengan cara pura-pura pinjam HP.

Kriminolog Brian C. Kalt dalam bukunya, The Perfect Crime (2005), menyebutkan bahwa pembunuhan yang sulit diungkap polisi adalah pelaku dan korban tidak saling kenal. Atau tidak berkaitan.

Pembunuh bayaran, meski tidak saling kenal dengan korban, orang yang menyuruh pembunuh bayaran kenal korban. Jadi, berkaitan. Tidak termasuk yang sulit diungkap.

Kendati, pembunuhan yang sulit diungkap pasti bisa terungkap. Kalt menyebutkan, tidak ada kejahatan sempurna di tangan detektif atau polisi yang ulet.

Kalt mengatakan, ”Pembunuhan oleh seseorang yang belum pernah bertemu dengan korban, juga tidak memiliki catatan kriminal, juga tidak mencuri apa pun, serta tidak ada saksi dan bukti, mungkin jadi kejahatan sempurna.”

Sofia dan PEP check in hotel pada Selasa tengah malam, 31 Mei 2022. Di kamar nomor 42. Masuknya mereka ke hotel terpantau kamera CCTV. PEP pakai topi hitam, jaket hitam, dengan masker menutupi setengah wajah bawah.

Di resepsionis, mereka tulis, menginap semalam.

Sekitar dua jam Sofia-PEP di dalam kamar, kemudian PEP keluar sendirian. Ia mengunci pintu, dan kuncinya dibawa. Petugas hotel melihat PEP keluar hotel. Namun, petugas tidak berhak bertanya kepada tamu.

PEP tidak kembali sampai hari sudah terang. Pada tengah hari, petugas hotel bernama Angga Albert, 27, mengetuk pintu kamar Sofia, mengingatkan saatnya check out.

Diketuk berkali-kali, tidak ada balasan. Angga membuka kamar dengan kunci cadangan. Ia melihat tubuh Sofia telanjang, masuk ke bak mandi konvensional. Posisi kepala di bawah, kedua kaki menjulur ke atas, keluar bak. Angga lapor polisi.

Polisi melakukan olah TKP. Tidak ditemukan darah di lantai atau dinding TKP. Namun, wajah korban tampak lebam. Satu gigi baru saja tanggal, tapi tidak ditemukan patahan gigi. Kalung dan gelang emas masih melekat.

Jenazah dikirim ke RSUD dr Soetomo Surabaya. Diotopsi. Beberapa hari kemudian, hasilnya keluar: Paru-paru korban kemasukan air. Berarti, dia meninggal akibat dipaksa tenggelam.

Polisi mendapatkan identitas korban, beralamat di Kedinding, Surabaya. Sehari-hari pengamen di beberapa terminal.

Penyelidikan berproses. Polisi berkali-kali mengamati rekaman CCTV. Sebab, itu satu-satunya yang membantu. Tapi sulit. Tidak tampak kendaraan pelaku. Masuk dan keluar, pelaku dan korban jalan kaki.

Polisi menyelidiki orang-orang dekat korban. Tapi, tak ada yang layak dicurigai. Dengan check in hotel, sangat mungkin antara pelaku dan korban tidak saling kenal.

Pengecoh berat adalah barang berharga korban masih ada. Yang mengarahkan, itu bukan pembunuhan motif harta.

Beberapa hari berselang, seorang warga Banyu Urip datang ke Hotel Hasma Jaya, menyerahkan kunci kamar bertulisan Hasma Jaya. Kata warga itu, kunci tersebut tergeletak di pot bunga di depan rumahnya.

Itulah kunci kamar nomor 42, TKP pembunuhan.

Hotel Hasma Jaya di Jalan Pasar Kembang berjarak sekitar 350 meter dengan rumah warga Banyu Urip.

Berarti, setelah meninggalkan hotel, pelaku jalan kaki mengarah ke selatan. Lalu, masuk salah satu gang di Banyu Urip yang padat penduduk. Pada dini hari itu. Akhirnya ia meletakkan kunci di pot bunga.

Temuan kunci jadi faktor penting penyelidikan. Polisi kian giat. Tim Polsek Sawahan dibantu tim Polrestabes Surabaya. Identitas pelaku diketahui. Langsung diburu.

Semula pelaku ngumpet di Kediri. Tapi, kemudian berpindah ke Mojokerto, dan hendak ke Jombang. Tersangka PEP ditangkap di Mojokerto.

PEP residivis. Sehari-hari tukang copet di dalam bus. Juga di terminal. Ia sudah dua kali dipenjara karena kasus pencopetan dan penipuan.

Kompol Risky: ”Saat ditangkap petugas, tersangka sedang menipu seseorang. Dengan cara pinjam HP, pura-pura hendak menelepon keluarga di Nganjuk. Ternyata HP hendak dibawa lari.”

Uniknya, tersangka kuat menahan diri tidak mengambil barang berharga milik korban. Ia berusaha mengecoh petugas, mengarahkan pembunuhan bermotif dendam. Atau, setidaknya diarahkan bahwa pelaku bukan orang butuh harta. Diarahkan, profil yang jauh dari kondisi pelaku sebenarnya.

Polisi belum mengungkap motif pembunuhan. Masih disidik.

Pembunuhan Sofia belum tentu seperti buku karya Kalt: Antara pelaku dan korban belum pernah bertemu, sebelum waktu pembunuhan. Belum tentu. Sebab, mereka sama-sama beraktivitas di terminal.

Polisi mengungkap itu dengan mengaitkan antara kunci di Banyu Urip dan terminal. Dari situ identitas tersangka diketahui. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: