Leher dan Penis Terjerat, Bukan Pembunuhan

Leher dan Penis Terjerat, Bukan Pembunuhan

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

Ini langka. Pelajar SMA pria inisial PAR, 16, tewas tergantung di rumahnya, Rungkut, Surabaya. Ternyata bukan bunuh diri. Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Shinto Silitonga menyebut afiksasi autoerotik. Apa pula itu?

ADA kata ”erotik” di situ. Terkait aktivitas seks. Afiksasi autoerotik adalah tindakan mencari kepuasan seks mandiri. Sejenis onani.

Tekniknya, menghambat pasok oksigen ke otak. Caranya, menjerat leher dengan tali, untuk sejenak waktu. Setelah orgasme, jeratan dilepas sendiri. Namun, yang terjadi di kasus PAR, kebablasan.

Itu terbukti dari hasil olah TKP. PAR telanjang. Ada tali yang melilit ke berbagai arah: Leher, tangan kiri, pinggang, penis, dikaitkan ke besi atap rumah. Jadi, ketika tubuhnya lepas dari penyangga, kena gravitasi bumi. Menjerat semuanya.

Tapi, tangan kanan PAR bebas, tidak diikat. Juga, ikatan di leher bukan ikatan mati. Melainkan ikatan hidup. Artinya, dengan satu tarikan tangan kanan, ikatan di leher terlepas. Kelihatan bahwa PAR paham tali-temali di Pramuka.

Terbukti ia mati. Diduga, ia sudah terlalu lemas ketika tercekik. Sehingga tangan kanan tidak sempat menarik tali simpul. Atau, ia keenakan orgasme. Bablas.

Dari hasil pemeriksaan tim Inafis (Indonesia Automatic Fingerprint System) diketahui, PAR sudah pernah melakukan itu. Ada bekas lilitan yang dilakukan sebelum tewas. Sudah biasa.

Dr E.L. Lloyd di jurnal ilmiah Inggris yang diterbitkan 29 Maret 1986 bertajuk Points: Hallucinations, hypoxia, and neurotransmitters menyebutkan: Afiksasi autoerotik menghasilkan halusinasi.

Mirip yang dialami pendaki gunung di ketinggian bersalju yang minim oksigen. Seolah pendaki berada di dalam rumah yang hangat.

”Setelah memeriksa studi tentang hipoksia, kami temukan bahwa di situ terjadi kelainan dalam neurokimia serebral yang melibatkan satu atau lebih neurotransmiter yang saling berhubungan. Dopamin, serotonin, dan beta-endorfin. Intinya, menghasilkan halusinasi,” tulis Lloyd.

Itu bukan hal baru. Pada abad ke-17, cara tersebut digunakan dokter untuk mengobati disfungsi ereksi.

Idenya muncul dari hasil riset. Yakni, terpidana mati pria dengan cara digantung selalu ereksi pada saat lehernya tercekik. Bahkan, banyak yang kemudian orgasme. Tapi, ereksinya hanya beberapa menit. Setelah itu, lemas lagi karena aliran darah berbalik arah.

Afiksasi autoerotik mengilhami banyak novel dan film. Karena unik. Dan, belum banyak orang tahu. Sebab, umumnya kematian akibat itu dirahasiakan keluarga.

Keluarga pilih mengatakan, kematian akibat bunuh diri dengan cara menghapus jejak yang menunjukkan bahwa korban mati akibat afiksasi autoerotik.

Keluarga lebih malu karena afiksasi autoerotik daripada bunuh diri yang dianggap kurang memalukan.

Itu digambarkan di film World’s Greatest Dad (2009) ditulis dan disutradarai Bobcat Goldthwait. Pemeran utamanya Robin Williams.

Lance Clayton (Robin Williams) adalah ayah tunggal dan guru bahasa Inggris sekolah menengah. Ia bercita-cita menjadi penulis novel terkenal. Namun, semua novel sebelumnya ditolak penerbit.

Putranya, Kyle, 15, adalah seorang misanthrope yang terobsesi seks. Ia sekolah di tempat Lance mengajar. Tapi, Kyle selalu jelek di pelajaran. Terlalu ketinggalan. Akhirnya kepala sekolah menyarankan Kyle masuk sekolah anak-anak terbelakang.

Akibatnya, Kyle frustrasi. Mencari pelarian ke afiksasi autoerotik. Sangat sering. Sampai akhirnya tewas. Seperti terjadi pada PAR.

Tentu, Lance sedih. Sekaligus juga malu. Maka, sebelum polisi datang memeriksa jenazah Kyle, Lance menghapus jejak afiksasi autoerotik. Sehingga kelihatan seperti bunuh diri.

Terlebih, Lance menulis di secarik kertas soal pandangan Kyle terhadap dunia yang kejam. Orang bunuh diri biasa meninggalkan itu. Surat tersebut lantas dibawa polisi. Dikutip wartawan, dimuat di koran.

Kutipan surat itu ditempel teman-teman sekolahnya, di majalah dinding sekolah. Ya, di sekolah tempat Lance mengajar. Lance pun melihat tulisan di dinding itu. Adalah tulisan karangan Lance.

Ternyata semua pelajar di sekolah itu terbuai oleh tulisan tersebut. Mereka jadi sangat hormat pada almarhum Kyle. Mereka merasa, Kyle sebenarnya punya bakat sastra yang kuat. Tapi, mengapa sampai dikeluarkan pihak sekolah?

Para siswa juga bersimpati kepada Lance, ayah Kyle. Para siswa meminta peninggalan tulisan-tulisan Kyle. Lalu, Lance membuatkannya. Seolah-olah itu tulisan Kyle.

Tulisan-tulisan itu disukai semua siswa di sekolah tersebut. Mereka menyayangkan Kyle dipecat dari sekolah.

Lama-lama, Lance menyadari bahwa itu tidak benar. Ia merasa memanipulasi Kyle untuk kepentingan dirinya. Akhirnya, Lance mengaku, bahwa semua tulisan Kyle adalah tulisan Lance.

Dampaknya, semua siswa di situ langsung berubah jadi sebal pada Lance. Bahkan membencinya.

Film itu menggambarkan kehidupan. Orang benci dan suka bukan karena karya seseorang. Melainkan akibat suatu kondisi. Kyle sudah meninggal, maka dihormati. Walaupun, tulisan Lance itu sebenarnya memang indah sebagai karya sastra.

World's Greatest Dad bukan film tentang kelainkan seks. Hanya menyisipkan afiksasi autoerotik sebagai bumbu. Sebab, sesuatu yang terkait seks pasti menarik perhatian orang. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: