Baku Tembak, tapi Jari Putus

Baku Tembak, tapi Jari Putus

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

Baku tembak antarpolisi, beritanya beragam di media massa. Menewaskan Brigadir Nopriansah Yosua Hutabarat yang baku tembak dengan Bharada E. Ada yang memberitakan baku tembak langsung, ada yang tidak.

BAKU tembak langsung, artinya: Nopriansah saat baru tiba di TKP, rumah Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Perumahan Polri, Duren Tiga, Kalibata, Jakarta Selatan, langsung baku tembak.

Berita lainnya, Nopri sudah masuk rumah, melecehkan istri Irjen Ferdy Sambo, sehingga Ny Ferdy menjerit. Barulah Bharada E, penjaga di rumah itu, mendatangi suara jeritan. Lalu, baku tembak. Akhirnya Nopri tewas.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada pers, Senin (11/7), menceritakan kronologi kejadian.

Jumat, 8 Juli 2022, sekitar pukul 17.00, Nopri mendatangi TKP. Sedangkan penjaga TKP, Bharada E, menegur Nopri, menanyakan maksud kedatangan.

Ahmad Ramadhan: ”Bharada E menegur dan Brigadir J (Nopri) langsung mengacungkan senjata, kemudian menembak Bharada E. Tapi, Bharada E menghindar, lalu balas menembak. Mengakibatkan korban meninggal.”

Jadi, tembakan Bharada E sebagai upaya bela diri. ”Tentunya Bharada E yang melakukan, karena melakukan pembelaan terhadap serangan yang dilakukan Brigadir J.”

Namun, setelah polisi melakukan pemeriksaan dua saksi, Senin (11/7) hari itu juga, keterangan pers dari Ahmad Ramadhan berubah. Jadi begini:

Brigadir Nopri adalah anggota Bareskrim Polri yang ditugaskan sebagai sopir dinas istri Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Sedangkan Bharada E adalah anggota Brimob yang ditugaskan sebagai pengawal Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Keduanya sama-sama pengawal. Satu pengawal suami, satunya istri. Jadi, mereka sama-sama berkepentingan tugas di rumah keluarga Ferdy itu. Tidak perlu saling tanya.

Ahmad Ramadhan: ”Berdasarkan keterangan dan barang bukti di lapangan, Brigadir J (Nopri) memasuki kamar pribadi Kadiv Propam dan melecehkan istri Kadiv Propam dengan todongan senjata.”

Spontan, Ny Ferdy menjerit. Jeritan di kamar lantai 1 itu didengar Bharada E yang sedang di lantai 2. Seketika E turun tangga. Mendatangi jeritan.

Lalu, Nopri panik saat melihat E sudah berdiri di depan kamar. E bertanya ke Nopri, apa yang terjadi?

Ramadhan: ”Pertanyaan Bharada E direspons Brigadir J dengan melepaskan tembakan pertama kali ke arah Bharada E.”

E menghindar, tembakan meleset. Kemudian, E balas menembak. Akhirnya Nopri tewas terkena tembakan.

Saat kejadian, Ferdy Sambo tidak di rumah. ”Saat itu Kadiv Propam tidak ada di rumah, karena sedang PCR test,” kata Ramadhan.

Ferdy pulang setelah ditelepon istrinya yang masih histeris. Ferdy tiba di rumah, Nopri sudah tergeletak tewas.

Ferdy Sambo langsung menghubungi Kapolres Jakarta Selatan. Tim dari Polres Jakarta Selatan melakukan olah TKP.

Itu benar-benar baku tembak. Kata Ramadhan: ”Brigadir J melepaskan tembakan tujuh kali, Bharada E membalas tembakan lima kali.”

Keterangan itu cocok dengan pengakuan keluarga korban Nopri. Jenazah Nopri esoknya langsung dibawa ke rumah keluarga di Jambi dengan pesawat kargo.

Tante Brigadir Nopri, Roslin, dalam keterangan pers, mengatakan, ”Luka tembak (di jenazah Nopri) ada empat. Tiga di dekat bahu, satu di tangan.”

Tapi, juga ada bekas luka sayatan benda tajam di tangan. Juga, dua jari Nopri putus.

Roslin: ”Malam itu, dari keterangan kepolisian Jakarta menyampaikan, di kediaman Bapak Irjen Ferdy Sambo itu ada adu tembak sehingga keponakan kami tewas. Tapi, kami nggak puas. Kalau adu tembak, mengapa ada luka sayatan, dan dua jari putus.”

Soal keterangan Roslin, jari putus itu, belum ada konfirmasi ke Ramadhan.  Belum ada keterangan lebih baru lagi.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso dalam siaran pers, Senin (11/7), mengatakan:

”Pimpinan Polri harus menonaktifkan terlebih dahulu Irjen Ferdy Sambo dari jabatan Kadiv Propam. Agar penyidikan motif bisa lebih jelas.”

Dilanjut: ”Alasan kedua, status Brigpol Nopriansyah Yosua Hutabarat belum jelas. Apakah korban atau pihak yang menimbulkan bahaya sehingga harus ditembak.”

Diusulkan, bila perlu, Polri membentuk TGPF (tim gabungan pencari fakta).

”Yang dibentuk atas perintah Kapolri, bukan oleh Propam,” tutur Sugeng.

Kejelasan perkara harus diungkap. Sebab, kasus itu sudah jadi perhatian publik. Juga, sebagai bukti keterbukaan Polri dalam mengusut perkara. Yang, kebetulan, korban dan pelaku berada di internal Polri.

Keterbukaan sekaligus menutup kemungkinan spekulasi liar publik terhadap peristiwa itu. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: