Gugat PN Surabaya, Minta Batalkan Izin Nikah Beda Agama
ilustrasi Reza--
SURABAYA, HARIAN DISWAY- Putusan hakim di Pengadilan Negeri Surabaya yang memberikan izin pernikahan beda agama rupanya masih menjadi polemik. Kini empat orang menggugat pengadilan yang berada di Jalan Arjuno tersebut. Mereka adalah M. Ali Muchtar, Tabah Ali Susanto, Ahmah Khoirul Gufron, dan Shodikun.
Selain menggugat PN Surabaya, empat orang itu turut menggugat Mahkamah Anggung (MA), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), dan Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang.
Rabu, 13 Juli 2022, merupakan sidang pertama gugatan tersebut. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Khusaini. Namun, persidangan itu hanya berjalan singkat. Sekitar 10 menit saja. Sebab, beberapa pihak tidak hadir dalam persidangan itu.
Bahkan, tergugat, yakni PN Surabaya, juga belum mempersiapkan surat tugasnya. ”Sidang ditunda dan dibuka kembali 10 Agustus 2022,” kata Khusaini.
Seusai sidang, Kurniawan Ari Utomo, kuasa Dispendukcapil Surabaya, menjelaskan bahwa dirinya sudah siap menghadapi persidangan. ”Tentu kami saat ini belum bisa menyampaikan secara gamblang. Kami sampaikan dalam sidang selanjutnya nanti,” katanya seusai persidangan di Ruang Tirta 1.
PROSES sidang perdana gugatan yang diajukan empat orang kepada PN Surabaya atas putusannya mengabulkan pernikahan beda agama.-Michael Fredy Yacob-
Sementara itu, Muhammad Yusuf Bachtiar, kuasa hukum keempat penggugat, mengungkapkan bahwa dirinya masih menanti jalannya sidang. Meski belum siap, ia optimistis bisa menyelesaikan persidangan. ”Masih wait and see saja dulu, karena panggilannya belum sah secara hukum,” tuturnya.
Menurutnya, pernikahan beda agama sudah diatur dalam UUD. Mulai presiden, TNI, Polri, hingga kades sudah disumpah dengan agama masing-masing. Tidak mungkin mereka disumpah dengan beda agama. Ia menilai, toleransi tertinggi adalah saling menghormati perbedaan agama.
”Bukan berarti melegalkan atau mencampur satu sama lain. Seperti halnya pernikahan beda agama. Oleh karena itu, saya, mewakili klien saya, berupaya semaksimal untuk menggagalkan putusan pernikahan beda agama dari PN Surabaya. Bukan pernikahannya,” tegasnya.
Sebab, menurutnya, tindakan yang dilakukan PN Surabaya itu melanggar hukum. Aturan pernikahan sudah jelas mengatur untuk menikah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Bukan dicampuradukkan.
Ia ingin PP Muhammadiyah, PBNU, PGI, dan MUI bisa hadir sebagai saksi ahli. Itulah alasan mengapa mereka memasukkan organisasi agama Islam maupun Kristen sebagai turut tergugat. Tujuannya, mereka bisa datang untuk menjelaskan kondisi tersebut.
”Saya berharap persidangan nanti tidak molor terlalu lama. Sesuai hukum acara lah. Untuk persiapan matangnya sih belum. Tapi, tabrak dulu lah, kira-kira begitu,” ungkapnya, lantas tersenyum.
Mereka kian optimistis dan mengeklaim memperoleh dukungan dari sejumlah pihak. Terutama para santri dan petinggi pondok pesantren.
”Ada diskusi banyak (terkait pernikahan beda agama, Red). Dukungannya banyak. Cuma saya berharap hadir lah ke sini. Inilah ruang hukum kita. Selama ini PBNU, PP Muhammadiyah, dan MUI kan sudah menggunakan fatwa. Lalu, ada putusan seperti ini, maka ruang hukumnya di sini,” ucapnya.
Ia berpendapat, dispendukcapil bisa saja mencatatkan pernikahan beda agama. Asalkan, pernikahan yang dilakukan Rizal Adikara dan Eka Debora Sidauruk dilakukan di luar negeri. Di negara yang melegalkan pernikahan beda agama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: