Antiklimaks Perkara Hukum Yosua
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
Tangis pecah di makam Brigadir Yosua. Ibunda Yosua, Rosti Simanjuntak, histeris. Sebaliknya, Polri memakamkan kembali Yosua secara dinas atas permintaan keluarga. Padahal, Polri mengumumkan, Yosua peleceh seks istri jenderal.
PERKARA hukum ini memang tidak biasa. Tidak bisa dibandingkan dengan perkara biasa. Perhatian warga Indonesia sangat tinggi.
Indikatornya, media massa mainstream memuat berita ini setiap hari. Selalu ada yang baru. Selalu update. Tanda, bahwa pers memprediksi, minat masyarakat sangat tinggi.
Perhatian publik tertuju ke autopsi ulang. Masyarakat awam menganggap, dengan autopsi, kerumitan perkara langsung bisa terang benderang. Mengurai kerumitannya. Blak-blakan.
Ternyata tidak begitu. Setidaknya, simaklah keterangan pers Ade Firmansyah Sugiharto, ketua tim forensik autopsi ulang Yosua. Ia dokter forensik dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Perhatian warga Indonesia tertuju ke situ. Ade Firmansyah menjelaskan. Berikut ini:
Dijelaskan dulu proses autopsi. Selama enam jam, dimulai pukul 08.46, Rabu, 27 Juli 2022, di RSUD Sungai Bahar, Jambi.
Ade Firmansyah: ”Bahwa autopsi pasti memiliki beberapa kesulitan. Jenazah sudah diformalin, dan sudah mengalami beberapa derajat pembusukan yang kita antisipasi memang akan terjadi. Namun, alhamdulillah, kita bekerja dan mendapatkan hasil yang patut kami syukuri.”
Dilanjut: ”Kami nyatakan, kami cukup yakin itu sebagian luka, sekalipun ada beberapa tempat yang memang diduga adalah sebuah luka yang harus kami konfirmasi juga, melalui pemeriksaan mikroskopi.”
Saat Ade menyebut kata ”luka”, semua wartawan peserta konferensi pers berwajah mengerut. Serius. Menunggu. Sebab, di situlah kunci: Luka apa? Tembakan, sayatan, lebam, jeratan, puntiran, atau apa?
Sebab, kuasa hukum keluarga Brigadir Nopriansah Yosua Hutabarat, Johnson Panjaitan, mengatakan bahwa berdasarkan bukti pemeriksaan jenazah Yosua oleh keluarga yang difoto dan divideokan, ada tanda bekas jeratan di leher Yosua.
Kuasa hukum keluarga Yosua juga, Komaruddin Simanjuntak, mengatakan bahwa rahang Yosua bergeser, gigi rontok. Juga, dibuktikan dengan foto-foto dan video. ”Bukti-bukti sudah kami serahkan ke Bareskrim Polri,” ujarnya.
Apakah itu semua bisa terjawab dari autopsi secara langsung?
Tidak bisa langsung. Jangan sembarangan menyimpulkan kasus ini tanpa pernyataan resmi hasil forensik. Sebab, dokter forensik Ade Firmansyah menyatakan:
”Setelah kami lakukan pemeriksaan, semua sampel telah kami kumpulkan. Kemudian, sampel ini semua akan kami bawa ke Jakarta, untuk kami periksa secara mikroskopi di Laboratorium Patologi Anatomi RSCM (Cipto Mangunsukumo).”
Mengapa mesti dibawa ke RSCM? ”Karena di RSCM yang punya peralatan lengkap pemeriksaan mikroskopi,” jawabnya.
Dilanjut: ”Kemudian, itu akan membutuhkan waktu. Kenapa? Karena semua luka pun yang kami yakin sudah benar-benar terjadi tentu benar-benar berbentuk luka. Kami akan pastikan juga, apakah luka itu terjadi sebelum kematian atau terjadi setelah kematian.”
Butuh waktu berapa lama?
Ade: ”Lama pemeriksaan tentunya antara dua hingga empat minggu untuk memproses sampel jaringan itu hingga menjadi slide. Dan untuk kita bisa interpretasikan.”
Dilanjut: ”Jadi, dua hingga empat minggu itu proses sampel jaringannya. Setelah itu, tentu kami akan periksa lagi, dan kami interpretasikan.”
Intinya, berapa lama?
Ade: ”Rentangnya... saya nggak ingin terlalu menggebu-gebu. Mungkin antara empat sampai delapan minggu lah ya... Sampai keluar hasil yang bisa kita berikan kepada pihak penyidik.”
Ringkasnya, setelah sekitar empat sampai delapan minggu ke depan, hasilnya keluar. Lantas, pihak tim forensik menyerahkan hasilnya ke penyidik Polri selaku pihak peminta autopsi.
Penyidik Polri, diwakili Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo, kepada pers, Rabu, 27 Juli 2022, mengatakan bahwa semua pihak diharapkan bersabar menunggu hasil autopsi.
Dedi: ”Penyidik akan sangat berkepentingan untuk meminta hasil dari hasil autopsi yang dilakukan hari ini (kemarin, Red). Sebagai tambahan alat bukti, yang nanti dibuka dan diungkap di sidang pengadilan.”
Pemakaman Ulang secara Dinas
Di saat autopsi berlangsung, pihak keluarga Yosua minta ke pihak Polri agar pemakaman kembali dilakukan dengan upacara kedinasan. Di situ negosiasi terjadi.
Kemudian, Polri menyatakan, pemakaman kembali jenazah Yosua dilaksanakan secara dinas. Seketika itu juga beberapa anggota Polri berlatih upacara pemakaman kedinasan. Disaksikan para perwira.
Sejak itu, pelaksanaan pemakaman kembali dilakukan secara dinas. Sejak jenazah diangkut keluar dari RSUD Sungai Bahar. Lalu, dibawa ambulans menuju lokasi makam.
Tampak beberapa anggota kepolisian berseragam, membawa senjata laras panjang yang biasa digunakan untuk tembakan salvo, saat pemakaman kedinasan.
Pemakaman kembali secara kedinasan dilaksanakan. Peti jenazah diselimuti sang saka Merah Putih. Dalam upacara resmi. Dan, tembakan salvo menjelang pemakaman kembali.
Itu simbol, bahwa mendiang sangat dihormati Polri, korps tempat mendiang dulu berdinas. Tidak lagi sebagai pelaku pelecehan seks. Otomatis, status hukum mendiang sudah berbalik.
Kronologi itu seharusnya tidak ditafsirkan macam-macam oleh publik. Bahwa pemakaman kedinasan adalah simbol penghormatan korps Polri terhadap mendiang, adalah keniscayaan. Tidak mungkin tidak. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: