Sambo, Tertutupnya Jalan Sutra

Sambo, Tertutupnya Jalan Sutra

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

SEBELUM dar-der-dor di rumah dinasnya, Irjen Pol Ferdy Sambo sejatinya rising star di tubuh Polri. Ia termasuk salah seorang calon pemimpin masa depan Korps Bhayangkara.

Karier dan jabatannya berada dalam posisi on the track menuju puncak. Ia menduduki job kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri. Polisinya polisi. Jabatan strategis.

Dua kepala Polri terakhir menduduki jabatan itu sebagai tangga menuju jabatan puncak. Jenderal Idham Azis (Kapolri ke-24, November 2019– Januari 2021) pernah menjabat Kadivpropam (2016).

Begitu juga Kapolri sekarang, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Namanya mulai moncer di level nasional setelah menjabat Kadivpropam (2018). Setelah menjabat Kadivpropam, karier mantan ajudan Presiden Jokowi itu langsung promosi menjadi Kabareskrim (jabatan bergengsi di bintang tiga). Setelah itu, ia menjabat Kapolri sampai sekarang.

Irjen Sambo pun sudah berada di jalan yang pernah dilalui atasannya tersebut. Bisa dibilang, job Kadivpropam kini menjadi ”jalan sutra” untuk menjadi Tribrata-1. Sebab itulah, Sambo pun sempat diramal menjadi calon kuat.

Dulu-dulu isu nonmuslim sempat dimasukkan analisis para pengamat sebagai faktor kurang mendukung untuk jabatan Kapolri. Namun, setelah Jokowi mengangkat Listyo Sigit yang nonmuslim, isu itu pun mulai tidak relevan. Sambo yang nonmuslim punya peluang seperti Kapolri saat ini.

Hal lain juga, yang membuat Sambo punya nilai plus: masih muda. Kelahiran 1973. Berarti 49 tahun. Kalau normal, masih berdinas 9 tahun lagi.

Di usia yang belum genap 50 tahun, pria kelahiran Barru, Sulawesi Selatan, itu sudah mencapai pangkat inspektur jenderal. Ia merupakan jenderal bintang dua termuda saat ini.

Sambo adalah lulusan Akpol 1994, yang dikenal sebagai batalion Tunggal Panaluan. Di antara teman satu angkatan, ia salah satu yang paling melejit.

Di angkatannya, sudah lima orang yang mencapai bintang dua (irjen). Tapi, dari sisi usia, Sambo yang paling muda. Hitung-hitungannya, ia paling lama pensiun.

Sementara, peraih Adhi Makayasa di angkatan tersebut masih bintang satu, Brigjen Pol Albert Teddy Sianipar.

Kalau kita cermati pola pengangkatan Kapolri, penggantinya selalu angkatan di bawahnya. Selalu diganti adik tingkatnya (bisa beberapa tingkat ke bawah).

Badrodin Haiti, misalnya, Kapolri (Januari 2015–Juli 2016) yang menggantikan Sutarman, kakak tingkatnya semasa di Akpol. Haiti yang diangkat Jokowi lulusan 1982, sedangkan Sutarman Akpol 1981.

Yang mengejutkan, ketika Jokowi menunjuk Tito Karnavian untuk mengganti Haiti (2016). Sebab, Tito adik kelas jauh. Tito yang kini menteri dalam negeri itu lulusan Akpol 1987. Jadi, saat dilantik jadi Kapolri, Tito melewati empat angkatan kakak kelas. Banyak kakak kelasnya yang masih aktif otomatis menjadi bawahannya. Usia Tito juga 52 tahun.

Saat meninggalkan kariernya di dunia kepolisian, karena dilantik jadi Mendagri, usia Tito (55 tahun) belum memasuki pensiun.

Tapi, Jokowi tetap konsisten menunjuk  lulusan Akpol adik angkatan Tito sebagai Kapolri pengganti: Jenderal Idham Azis (Akpol 1988). Pola adik kelas terus terjaga.

Penunjukan Listyo Sigit juga cukup mengejutkan. Listyo angkatan 1991,  melewati tiga angkatan. Karena itu, bawahannya pun banyak yang kakak kelasnya.

Penunjukan Kapolri adalah wewenang presiden. Namun, bila melihat pola itu, yang berpeluang menggantikan Listyo nanti adalah adik kelasnya. Terbuka peluang hingga lulusan 1995. Termasuk angkatan Sambo, 1994.

Sambo bisa dibilang cukup berpeluang. Selain itu, ada nama menonjol seperti Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta (Akpol 1992) dan Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa Putra (1993).

Tentu peluang Ferdy Sambo kini bisa dibilang mengecil sebagai pemimpin masa depan di kepolisian. Kasus yang membelitnya tentu akan menjadi batu sandungan sebagai kuda hitam.

Kasus kematian ajudannya, Brigadir J, kini menjadi sorotan publik. Berbelitnya informasi proses penyidikan kasus yang terjadi di rumah dinasnya membuat Sambo dalam posisi negatif di mata publik.

Kita menunggu proses penyidikannya. Kalau nanti ternyata Sambo menjadi mata rantai pembunuhan Brigadir J, tentu itu seperti menggali lubang untuk mengubur karier cemerlangnya. Tamat.

Bahkan, kalaupun namanya tidak terkait peristiwa tragis itu, sudah menjadi catatan sendiri dalam kariernya. Beratnya kasus itu, mungkin Sambo juga sudah tak memikirkan kariernya lagi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: