Ajudan J vs Ajudan E, 25 Polisi Diperiksa

Ajudan J vs Ajudan E,  25 Polisi Diperiksa

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan 25 polisi terduga penghambat penyelidikan kasus Brigadir Nopriansah Yosua Hutabarat diperiksa. Sebaliknya, Komaruddin Simanjuntak, pengacara keluarga Yosua, menduga bahwa pembunuh Yosua berinisial D.

KOMARUDDIN kepada pers, Jumat (5/8), mengatakan: ”Kami yakin ini Eliezer (Bharada E) bukan pelaku utama. Setidaknya ada dua, satu yang mengancam inisialnya D.”

Ditanya tentang terduga pembunuh Yosua inisial D, Komaruddin merujuk bukti video call antara Yosua dan pacarnya, Vera Simanjuntak, via akun Facebook Vera, 21 Juni 2022.

Komaruddin: ”Si D perannya mengancam korban (Yosua) tanggal 21 Juni 2022 sampai 7 Juli 2022. Mengancam akan menghabisi jika ia (Yosua) naik ke atas. Dan direalisasikan tanggal 8 Juli 2022.”

Arti kata ”naik ke atas” tidak dipahami Komaruddin. Hanya disebutkan, D adalah skuad lama. Skuad dari bahasa Inggris ”squad”. Artinya pasukan.

Pernyataan Komaruddin itu dibantah Arman Hanis, pengacara keluarga Irjen Ferdy Sambo. Arman kepada wartawan mengatakan: ”Ya, skuad lama itu siapa? Kalau yang disebut di berita itu Brigadir D, saya pastikan tidak ada dan tidak mungkin.”

Arman: ”Saya juga sudah tanya ke Brigadir D. Ini beritanya gimana, benar tidak? Jawab D: Ya tidak mungkin lah, saya teman baik, saya teman curhatnya. Brigadir D itu teman curhatnya (Yosua) ya, yang kedua ia sampaikan enggak mungkin, mana berani kita.”

Sebaliknya, Komaruddin meyakini, ada sesuatu yang besar di balik kasus ini. Maksudnya, tidak hanya tembak-menembak antara Yosua dan Bharada E. Sebab, dua orang itu hanya ajudan. Bukan orang penting di Polri.

Di sisi lain, pengungkapan kasus ini berjalan sangat lamban, tampak seperti sangat sulit. Sampai-sampai Menko Polhukam Mahfud MD, bahkan Presiden Jokowi, sampai tiga kali mengatakan agar Polri mengungkap secara jujur kasus tersebut.

Komaruddin: ”Kalau memang ini hanya pertentangan antar ADC (aide-de-camp atau asisten pribadi), saya pikir tidak perlu melibatkan bintang-bintang (perwira tinggi) dan melati-melati (perwira menengah) untuk mengondisikan kasus ini. Ada apa sampai bintang-bintang turun gunung?”

”Bintang-bintang” maksudnya, dari 25 polisi yang kini diperiksa internal itu, sebagian berpangkat jenderal, dengan tanda pangkat bintang.

Dari 25 personel yang diperiksa, perinciannya, seperti diumumkan Kapolri: Tiga jenderal bintang 1. Lima kombes. Tiga AKBP. Dua kompol. Tujuh perwira pertama. Lima bintara dan tamtama.

Lengkap, dari jenderal sampai tamtama. Kapolri menyatakan, mereka diperiksa karena diduga menghambat pengungkapan kasus Yosua.

Kapolri kepada pers, Kamis, 4 Agustus 2022, mengatakan: ”Di mana 25 personel ini kita periksa terkait tidak profesional penanganan TKP. Juga, beberapa hal yang kita anggap membuat proses olah TKP dan hambatan dalam hal penanganan TKP, serta penyidikan.”

Kapolri: ”25 personel itu dari kesatuan propam, polres, dan ada beberapa personel dari Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri.”

Dari 25 polisi itu, yang 10 sudah dipindah tugas semuanya ke yanma (pelayanan markas). Termasuk Ferdy Sambo.

Sikap Kapolri itu di satu sisi tampak jelas, bahwa Jenderal Listyo setia melaksanakan perintah Presiden Jokowi agar mengungkap kasus ini secara terang benderang.

Di sisi lain, menegaskan persepsi masyarakat bahwa kasus ini memang bukan kasus biasa. Terbukti, ada 25 polisi yang menghambat jalannya penyelidikan. Mengapa dihambat? Rahasia apa yang ditutupi? Atau siapa yang diusahakan dilindungi?

Kalau kasus biasa, tembak-menembak antarajudan, kata Mahfud MD, cukup diselesaikan tingkat polsek. Cepat ringkas.

Kasus ini, sudah sebulan sejak saat kejadian, belum menunjukkan tanda-tanda pengungkapan kejadian yang sebenarnya. Ternyata, ada 25 polisi yang diduga menghambat penyelidikan.

Bisa saja dianggap selesai dengan menempatkan Bharada E sebagai tersangka. Dan, itu sudah ditetapkan tim khusus kasus tersebut. Namun, apakah itu sudah final?

Ternyata belum. Masyarakat masih menunggu, apa hasil penyelidikan kasus ini, setelah 25 polisi itu dicopot dari jabatannya?

Hal baru diungkap Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik. Bahwa tembak-menembak antara Yosua dan Bharada E, tidak ada saksi yang melihat langsung. Saksi mata langsung, ya hanya mereka berdua. Sedangkan Yosua sudah meninggal.

Ahmad Taufan Damanik dalam diskusi daring, Jumat, 5 Agustus 2022, menyatakan:

”Ini (tembak-menembak) kan baru keterangan Bharada E sendirian. Kemudian, diperkuat keterangan Ricky yang juga berada di lantai bawah. Tetapi, Ricky sebenarnya tidak melihat langsung tembak-menembak itu.”

Damanik mengatakan itu berdasar hasil pemeriksaan Komnas HAM terhadap para ajudan keluarga Ferdy Sambo. Termasuk terhadap Bharada E dan Ricky.

Diceritakan Damanik, keterangan Ricky kepada pihak Komnas HAM, Ricky melihat Yosua mengacungkan pistol. Namun, sebelum tembakan meletus, Ricky sudah ngumpet duluan.

Damanik: ”Jadi, Ricky nggak tahu sebenarnya, lawan tembaknya Yosua itu siapa? Setelah kemudian suara tembakan berhenti, barulah ia keluar. Ia lihat, Yosua sudah telungkup di lantai. Ia lihat Bharada E turun dari tangga.”

Dilanjut: ”Sehingga sebagai penyelidik, kami bertanya-tanya, ada apa ini? Tentu saja kami tidak mau menuduh sembarangan, tapi kami menduga, ada yang tidak logis begitu. Jadi, saksi yang menyaksikan penodongan itu tidak ada, makanya kami juga belum bisa meyakini apa terjadi pelecehan seksual atau tidak.”

Maksudnya, tidak ada saksi yang melihat langsung tembak-menembak Yosua lawan Bharada E. Juga, tidak ada saksi yang melihat langsung, bahwa Yosua menodongkan pistol ke kepala istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

Tidak ada saksi itu, kecuali kesaksian Bharada E mengaku tembak-menembak dengan Yosua. Itu saja.

Penodongan pistol oleh Yosua ke kepala Putri Candrawathi juga belum terungkap. Sebab, Putri Candrawathi belum memberikan keterangan kepada tim penyelidik.

Putri Candrawathi hanya sekali bersaksi ke Polres Jakarta Selatan pada 9 Juli 2022 atau sehari setelah kejadian tembak-menembak. Putri melapor ke Polres Jakarta Selatan karena dilecehkan secara seksual oleh Yosua.

Saksi pelecehan seksual dan penodongan Yosua ke kepala Putri Candrawathi tidak ada. Sebab, Putri belum bisa dimintai keterangan oleh Komnas HAM. Putri juga belum bisa dimintai keterangan oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

Barangkali, kasus ini bakal terungkap setelah Putri memberikan keterangan kepada Komnas HAM dan LPSK. Sebab, dua lembaga tersebut memang ditunjuk Kapolri untuk ikut mengungkap kasus itu.

Kendati, seperti kata Menko Polhukam Mahfud MD, masyarakat diminta bersabar. Kasus ini bakal sampai ke ujungnya. Dan, masyarakat kepo bentuk ujungnya itu. (*)

Sumber: