Kenali Dua Jenis Inferiority Complex, Sindrom Rendah Diri yang Tak Kenal Usia

  Kenali Dua Jenis Inferiority Complex, Sindrom Rendah Diri yang Tak Kenal Usia

Ilustrasi Inferiority complex.-Canva-

SURABAYA, HARIAN DISWAY  -  Di sekolah dulu kita diajarkan untuk rendah hati, tetapi tidak boleh rendah diri. Namun, faktanya inferiority complex itu masih dialami  banyak orang.

Orang dengan sindrom inferiority complex merasa tidak percaya diri, takut merasa tak cukup untuk baik terhadap orang lain bahkan terhadap diri sendiri. Kondisi itu disebabkan oleh pengalaman masa kecil, psikologis, kondisi fisik, lingkungan, hingga kondisi sosial-ekonomi.

Seperti yang dilansir dari laman Everyday Health: inferiority complex terbagi menjadi dua jenis, yaitu inferioritas primer dan inferioritas sekunder. 

Inferioritas primer banyak terjadi pada masa kanak-kanak. Orang diharapkan tidak suka membandingkan anaknya sendiri  dengan anak lain secara tidak baik. Anak yang sering dibandingkan dan diragukan kemampuannya dengan anak lain bisa memberikan dampak yang buruk dan menimbulkan rasa insecure atau tidak percaya diri terhadap anak. 

Sedangkan Inferioritas sekunder merupakan ketidakmampuan orang dewasa untuk mencapai tujuan mereka akibat rasa tidak percaya diri dan rendah diri yang mereka miliki. Banyak faktor yang bisa membuat inferioritas muncul saat dewasa, misalnya meliputi citra tubuh yang buruk, kondisi ekonomi yang sulit, serta lingkungan sosial di sekitar tempat mereka tinggal.

Sebenarnya merasa tidak sebaik dari orang lain atau tidak percaya diri merupakan hal yang wajar. Namun, bila perasaan itu berlebihan, maka pengaruhnya bakal merusak mental hingga produktivitas orang tersebut. 

Inilah ciri-ciri orang yang mengalami inferiority complex :

  1. Merasa kurang, tidak berharga, tidak layak, dan memiliki persepsi diri yang selalu negatif.
  2. Selalu saja membandingkan diri dengan orang lain. Hal apapun pasti selalu mereka bandingkan, terus selalu merasa lebih rendah dari orang lain.
  3. Cenderung menjauhkan diri dari lingkungan sosial. Karena merasa bukan siapa-siapa dan tidak pantas berada di lingkungan tersebut.
  4. Mudah sekali untuk menyerah. Makanya jadi sulit untuk menyelesaikan tugas atau tanggung jawab dan mencapai tujuan.
  5. Terlalu sensitif terhadap kritik, meskipun itu kritik yang membangun.
  6. Selalu berasumsi buruk. Belum apa-apa, mikirnya langsung yang jelek-jelek, negatif, pasti gagal, pasti ditolak, dll.
  7. Mengalami kecemasan yang berlebihan. Bisa insomnia atau bahkan bisa sampai depresi.
  8. Menghindar dari hal-hal yang kompetitif agar tidak dibanding-bandingkan dengan orang lain.
  9. Tidak bisa memuji diri sendiri serta sering menganggap remeh kualitas dan prestasi diri.
  10. Mengalaminya perubahan suasana hati yang cepat dan tidak terduga (mood swing)
  11. Selain itu keinginan untuk mencari validitas dari orang lain secara terus menerus juga menandakan seseorang memiliki masalah inferiority complex.

 

Lantas, bagaimana cara mengatasi inferiority complex?

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi perasaan rendah diri:

  1. Coba cari kelebihan atau bakat kamu dan maksimalkan itu, tanamkan pada dirimu bahwa kamu adalah individu yang unik. Karena pastinya setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
  2. Lakukan self-affirmation setiap hari. Biasakan diri kamu untuk selalu mengatakan pada diri sendiri betapa berharga, cantik/ganteng, dan berbakatnya dirimu dapat memicu perubahan yang kuat dalam cara kamu memandang dirimu sendiri dan jangan lupa untuk selalu bersyukur terhadap diri sendiri.
  3. Kurangi membandingkan diri, fokus sama dirimu sendiri.
  4. Syukuri pencapaian dan kemajuanmu.
  5. Konsultasi ke psikolog. Memberitahu orang asing tentang perjuangan kamu dengan harga diri mungkin tampak seperti ide yang buruk ketika berhadapan dengan rasa rendah diri, tetapi mencari bantuan profesional mungkin merupakan hal yang dibutuhkan. 

Melalui pendekatan seperti terapi perilaku dan kognitif misalnya, anggapan tentang diri yang negatif dapat diubah menjadi pandangan yang positif. Ini juga akan membantu Anda menyangkal pikiran-pikiran buruk yang muncul pada beberapa situasi. (Eka Satrio Tertama) 

 

 

 

Sumber:

Berita Terkait