Misteri Lagu Tedja Suminar untuk Leo Kristi di Pentas Cerdas Merdeka

Misteri Lagu Tedja Suminar untuk Leo Kristi di Pentas Cerdas Merdeka

--

Swan baru tahu bahwa Leo memasukkan Beludru Sutera Dusunku saat lagu itu banyak diperdengarkan di YouTube dan platform media digital lainnya.

Terkait hal itu, dia hanya bisa bertukar pikiran dengan para LKers atau para penggemar Leo Kristi. ”Baru saya ungkapkan pada 2017. Saat itu saya berdiskusi dengan Nas Nasuha, salah satu LKers. Bahwa lagu Beludru Sutra Dusunku adalah lagu karya Papi,” terangnya.

Sayang, sebelum melakukan konfirmasi dengan Leo, seminggu kemudian musisi tersebut meninggal dunia. Tepatnya pada 21 Mei 2017. ”Orang mungkin tahu bahwa lagu tersebut karya Leo. Tapi saya berani bersaksi bahwa lagu itu merupakan lagu karya papi saya, Papi Tedja. Dan saya yang mengajarkannya pada Leo,” ujarnya.
Kenangan Swandayani bersama alm Leo Kristi, alm Slamet Abdul Sjukur, Lini Natalini Widhiasi, dan alm Tedja Suminar. 

Karena ketidaktahuan itu, Tedja semasa hidupnya sering bertanya pada Leo. Tentang lagu yang pernah diberikannya, tapi tak kunjung dinyanyikan.

”Pada papi, Leo selalu menjawab bahwa lagunya sedang dipelajari. Tunggu waktu. Jadi sampai wafat, papi tidak tahu bahwa lagu tersebut ada dalam album Leo. Bahkan Nyanyian Fajar itu kabarnya adalah album perdana,” katanya.

Dia pun menunjukkan beberapa foto di lantai dua rumahnya. Saat seniman, termasuk Tedja dan Leo, berkumpul di rumah papinya, pada 1974.

Maka dalam pementasan Cerdas Merdeka, ketika Redy Eko Prasetyo, salah satu personel Andang & Penyelaras dan Cak Dauri menawarkan untuk menyanyikan lagu Beludru Sutra Dusunku, Swan antusias. ”Saya senang. Lagu itu membangkitkan kembali memori masa kecil saya ketika bersama papi,” ujarnya. 

Malam itu, lagu itu dibawakan bersama dua lagu lainnya: Dirgahayu Indonesia Raya dan Tepi-Tepi Surabaya. Alunan vokal Titi mengalun. Masih merdu meski telah sekian tahun berlalu. Strumming gitar Cak Dauri berjalan konstan saat membawakan Dirgahayu Indonesia Raya. Berseling, down-up-down. Begitu seterusnya. 

Meski konstan, lagu tersebut terkesan sederhana namun artistik. Paduan instrumentasi lain seperti bass dan drum elektrik, memaniskan komposisi. Redy memainkan dawai cempluknya. Sesekali bertukar posisi dengan pemain gitar elektrik. Memainkan rythm section dan melody. 

Denting satu-dua senar akustik yang dimainkan dengan tajam oleh Cak Dauri, membuat pengunjung terbawa oleh karakter permainan gitar Leo. Ia memang kerap memainkan satu-dua senar dengan power picking. Sehingga tampak mengeluarkan suara denting yang dominan. Tampak dalam lagu Tepi-Tepi Surabaya.

Saat Cak Dauri memainkan seruling, pendengar teringat dengan sosok Naniel C Yakin, personel Leo. Lagu Beludru Sutra Dusunku mengalun lembut. Berpadu antara vokal Titi dan Cak Dauri: Banyak pohon kokoh berjajar/Padang rumput yang menghijau/Kebun mawar merah mengharum...
Penampilan Titi Soetopo (kanan) dengan suara lembutnya dalam pentas Cerdas Merdeka yang melantunkan lagu Beludru Sutra Dusunku yang ditulis Tedja Suminar.

Begitulah lirik awal yang dinyanyikan Titi. Mungkin dia lupa. Bahwa lirik yang benar adalah ”banyak pohon tropis berjajar” bukan ”banyak pohon kokoh berjajar.” 

Jika disimak lirik Beludru Sutra Dusunku memang berbeda dengan lirik lagu Leo lainnya. Cenderung lugas dan muatan maknanya sederhana. Sedangkan Leo dikenal dengan lagu-lagu puitis yang cukup berat.

Tapi Swan tetap tersenyum. Matanya berkaca-kaca. ”Ya sebenarnya yang betul ”banyak pohon tropis berjajar,” pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: