Nasib Peternak
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
DALAM beberapa minggu ini, harga kebutuhan pokok naik cukup tajam. Salah satunya adalah telur.
Di tingkat konsumen, harga telur telah menyentuh Rp 30 ribu per kilogram. Di beberapa daerah seperti Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, harga sumber protein hewani itu telah mencapai Rp 32 ribu per kg.
Bukan hanya telur, beberapa kebutuhan pokok lain juga naik. Beras, daging ayam, hingga berbagai jenis ikan. Gurami, misalnya, di pasar sudah mendekati Rp 60 ribu per kilogram.
Maklum, di tingkat peternak, harganya sempat mencapai Rp 52 ribu per kg, meski kini sudah turun ke Rp 46 ribu.
Pemerintah pun tampak sangat khawatir. Sebab, pemerintah sedang menyiapkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, Pertalite dan biosolar.
Kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok itu dikhawatirkan terus berlanjut hingga harga BBM benar-benar naik dan memicu inflasi tinggi. Maklum, kenaikan harga BBM diyakini memiliki dampak multiplier yang sangat besar yang akan memicu kenaikan harga kebutuhan pokok.
Pemerintah pun melakukan berbagai operasi pasar. Pemerintah menggelontorkan telur di Surabaya, Mojokerto, Sidoarjo, dan kabupaten-kota di Jatim dengan harga murah, Rp 27 ribu per kg.
Harga tersebut diyakini harga ideal. Bisa diterima konsumen dengan baik dan cukup menyenangkan peternak.
Tapi, apa benar? Pasti tidak bagi peternak. Sebab, dengan operasi pasar di harga Rp 27 ribu, berarti harga di tingkat peternak akan cenderung turun. Saat ini harga di kandang hanya sekitar Rp 25 ribu. Dalam dua pekan ini, harga tertinggi hanya Rp 27,5 ribu.
”Ya, khusus untuk operasi pasar ini, kami memang bisa menjual Rp 28 ribu ke pemerintah (pengelola operasi pasar, Red),” kata Abdul Kholik, peternak ayam petelur asal Tulungagung.
Seharusnya, saat ini peternak bisa memulihkan diri setelah sekitar dua tahun babak belur. Ya, peternak telur sejak awal pandemi hingga sebelum Ramadan lalu memang babak belur.
Bukan hanya harga telor yang murah. Melainkan, juga harga pakan ternak –konsentrat, jagung, dan bekatul– naik tajam. Akibatnya, peternak harus menyubsidi dalam waktu yang panjang.
Sebagai gambaran, sebelum pandemi Covid-19, harga konsentrat sekitar Rp 350 ribu per sak (50 kg). Saat pandemi, harganya terus naik dan kini Rp 470 ribu per kg. Jagung dan bekatul menyentuh Rp 6 ribu per kg.
Di sisi lain, harga telur justru jatuh. Di tingkat peternak pernah menyentuh di bawah Rp 10 ribu per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: