Bertandang ke Ceramic Queen, Studio Keramik Jenny Lee
Sebagian karya Jenny Lee yang berada di ruang utama Ceramic Queen. Di antaranya menampilkan sosok perempuan dalam beberapa pose.--
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Di studionya, Ceramic Queen, perupa keramik Jenny Lee jenak berkarya. Dalam suasana tenang, Jenny bisa ’mencetak’ keramik-keramik terbaiknya. Sebagai seniman keramik yang tak banyak jumlahnya di Jawa Timur, studionya sering menjadi jujugan banyak orang yang ingin belajar.
Membuat keramik itu membutuhkan suasana yang tenang, santai, dan jauh dari keramaian. Apalagi jika keramik itu digolongkan sebagai karya seni rupa. Bukan kerajinan.
Itulah mengapa Jenny Lee memilih berproses di studionya, Ceramic Queen, yang terletak di Laban Kulon Gang 1, Lakarsantri, Gresik. Bukan di rumah.
Studio tersebut terletak di tengah perkampungan yang relatif jauh dari perkotaan. Di pinggiran Surabaya malah. Menuju ke sana pun gampang-gampang susah. Karena sebagian besar rumah di kampungi itu tak bernomor.
Kontur jalan menanjak dan menurun namun tak terlalu tajam. Bila sudah masuk kawasan gang yang dituju, tinggal cari rumah yang paling artistik di situ. Bangunan bercat kuning berhias gambar kontemporer karya Agus Koecink –suami Jenny- di bagian atasnya. ”Ya beginilah kondisi studio Ceramic Queen. Saya butuh suasana ini. Tenang, nyaman, jauh dari hiruk-pikuk,” ungkapnya di studio yang berada di atas tanah berukuran 8x15 meter itu.
Di studio itu, Jenny menghabiskan waktu untuk berproses mencipta keramik sejak 2012. Karya-karyanya sudah tak terhitung dipamerkan dalam bentuk instalasi. Tapi sesekali dia membuat kerajinan.
Ruang utama Ceramic Queen dapat diakses melalui selasar di timur studio. Di situ tertata beberapa karya Jenny. Di antaranya patung-patung keramik berbentuk perempuan dalam pose yang sama serta patung binatang dan beberapa bunga lotus. Ada pula pernak-pernik aksesoris seperti kalung, asbak dan lain-lain.
Sebuah kursi panjang berbahan kayu ada di sudut tengah ruangan. Di bagian atas terdapat pajangan lukisan milik Agus. Sebuah laci panjang di bagian belakang berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan pembuatan karya seni keramik.
”Saya pernah bikin begini waktu di Yogyakarta,” kenang Jenny sembari menunjukkan beberapa produk aksesorinya. ”Setelah bikin beberapa, tak berapa lama tiruannya muncul dalam jumlah banyak,” sahut suaminya.
Ketika di Yogyakarta, karya Jenny direpro oleh beberapa pengrajin craft di sana. Sistem kerja dan peralatan para pengrajin yang memadai, membuat karya Jenny diduplikasi hingga berjumlah puluhan.
Namun membuat craft bukan fokus Jenny. Dia cenderung membuat karya seni rupa berbahan keramik. Melalui studio itu dia menunjukkan tahapan-tahapan pembuatan karya. Mulai dari pengolahan tanah liat sebagai bahan dasarnya. ”Saya contohkan cara sederhana membuat mug ya,” ujarnya.
Dia mengambil segumpal tanah liat yang ada dalam wadah plastik. Lalu dipotong sebagian, lantas jemarinya meremas tanah tersebut, seperti gerakan menguleni saat memasak. ”Harus diuleni seperti ini dulu. Tanah liat kan memiliki gelembung-gelembung dari kandungan air. Tujuan diuleni adalah menghilangkan kadar air itu. Biar gelembungnya hilang,” ujar perupa 46 tahun itu.
Kadang dipipihkan, lalu dibentuk kembali menjadi lingkaran. Setelah yakin tak ada gelembung yang muncul, barulah adonan tanah liat itu dibentuk menjadi gelas mug. Lantas jarinya memijit tanah liat bagian atas hingga berbentuk cekungan. ”Tahap pertama sudah jadi. Proses selanjutnya adalah dipanaskan. Diangin-anginkan sampai mengeras,” terangnya.
Jenny Lee di depan salah satu dari dua tungku pembakaran yang melengkapi studio Ceramic Queen. -ALFIYANTO INDRA J/Harian Disway-
Setelah mengeras, cetakan awal itu dihaluskan menggunakan amplas atau kertas gosok. Baru kemudian dibakar dalam tungku pembakaran. Ceramic Queen punya memiliki dua tungku pembakaran. Satu berukuran besar, satu lagi kecil. Yang berukuran besar berfungsi sebagai alat pembakaran karya-karya yang berukuran besar pula.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: