Europe Trip Sekeluarga ke Empat Negara (2); Terpukau Kota Tua Raden Saleh

Europe Trip Sekeluarga ke Empat Negara (2); Terpukau Kota Tua Raden Saleh

Kami berempat di depan The Zwinger Palace. Sebuah kastil dengan patung-patung mitologi yang menghiasi dengan indah.--

Sebenarnya si Ampelmann adalah merek toko di Berlin. Tapi sosoknya melegenda di jalanan ibu kota. Tak heran toko-toko souvenir di Berlin berjualan simbol ini. Warga Berlin sangat bangga punya Ampelmann. Sampai-sampai ia dijadikan animasi dan program keselamatan jalan bagi anak-anak.
Si bungsu Hamzah Alexander Nordika di dalam sebuah toko souvenir di Berlin yang memasang sosok yang sangat melegenda di jalanan Berlin bernama Ampelmann.

Nah, ternyata Ampelmann ini tak kami temui di destinasi berikutnya, Dresden. Sebuah  pusat seni Jerman, Dresden.

Tapi di kota tua ini, kami menemui hal yang menarik juga. Ada alasan kuat mengapa kami harus ke kota yang dulunya adalah ibu kota Kerajaan Saxon itu.

Pertama, Dresden merupakan pusat kebudayaan dan seni di Jerman. Bapak seni lukis modern Indonesia, Raden Saleh, pernah belajar di Dresden. Kedua, lokasinya begitu dekat dengan negara lain yang akan kami kunjungi; Hungaria, Austria, dan Ceko. 

Usai beristirahat di penginapan, pagi-pagi sekali saya sudah menyiapkan anak-anak untuk menuju Dresden. 

Sekitar pukul 9.30, kereta cepat mengantar kami menuju kota yang dekat dengan perbatasan Ceko itu. Khusus untuk kereta jenis ekspres ini, ternyata tiket 9 Euro tidak bisa dipakai. Tiket hanya untuk transportasi lokal dan regional. 

Dengan kereta jenis ini, waktu tempuh Berlin-Dresden hanya 1,5 jam. Cepat ya.
Gereja Frauenkirche, salah satu gereja tercantik di Eropa itu, ada di Dresden.

Begitu memasuki Dresden, kami terkesiap. Sebagai kota tua, bangunannya rata-rata bergaya barok. Ukiran di setiap monumen begitu detail. Dihiasi patung-patung yang lekukannya mirip dengan benda aslinya. Seperti manusia dan binatang. ”Ini Gereja Frauenkirche,” ujar saya pada suami sehari menunjuk salah satu gereja tercantik di Eropa itu. 

Jendela kacanya berjajar dengan kubah besar bersinggasana. Banyak orang mengantre masuk gereja. Ada altar emas di dalamnya. Tapi kami hanya mengitarinya. Sambil menyaksikan turis menyantap makan siang di restoran seberang gereja.

Di sepanjang jalan, kami merasa setiap titik di Dresden sungguh cantik. Kaki-kaki kecil Muhammad Rayhan Arthursyahm –si sulung- dan adiknya Hamzah Alexander Nordika, menyusuri lantai bebatuan kota bersejarah itu. ”Satu, dua, tiga,” ujar mulut kecil Hamzah menghitung tangga batu menuju sebuah monumen lain. 

Jalinan tangga tersebut membawa kami ke balkon sebuah istana yang megah. Namanya The Zwinger Palace. Inilah kastil dengan patung-patung mitologi yang menghiasi. 

Saat menaiki bangunan tersebut, patung anak-anak bertubuh tambun membuat kami tersenyum lebar. Lucu sekali. Penasaran sekali dengan maksud sang pematung membuat karya itu.

Sewaktu berjalan menyusuri balkon, mata kami tertuju pada gerbang berbentuk mahkota raja. Begitu menawan. Nah, setelah mengelilingi balkon, saya sempat masuk ke ruang utama di dalam The Zwinger. Ada lampu gantung raksasa di dalamnya. Di sini ada konter tiket masuk untuk melihat koleksi porselen kerajaan. Kami sengaja tidak masuk lantaran terburu waktu menuju lokasi lain. 

Sayang, taman di tengah istana tidak bisa dimasuki lantaran ada perbaikan. Tapi keseruan kami menjelajah Dresden tidak berakhir di sini. Salah satunya bahkan menjadi lokasi favorit saya di Dresden. Penasaran? (Oleh Munir Al Shine; ibu dua anak, diaspora Indonesia yang tinggal di Estonia/bersambung)

Menatap keindahan aliran Sungai Elbe dan ketakutan naik bianglala, baca selanjutnya…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: