Potret Monyet Ekor Panjang Usai Pembabatan Mangrove Surabaya

Potret Monyet Ekor Panjang Usai Pembabatan Mangrove Surabaya

Monyek ekor panjang di Mangrove Wonorejo duduk di dahan yang telah dipotong.-Dok Komunitas Nol Sampah-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Muncul perdebatan soal polemik pembabatan hutan mangrove Wonorejo sebagai upaya normalisasi sungai sejak awal September 2022. 

Pemkot telah mengklarifikasi bahwa kegiatan tersebut dilakukan untuk mengembalikan lebar sungai. Yang awalnya 30 meter, kini menyempit jadi 10 meter saja. Ini perlu dilakukan untuk memperlancar drainase kota dan mempermudah jalur nelayan.

Di lain sisi, berbagai komunitas yang menggelar penanaman di bantaran Sungai Wonorejo marah dan kecewa. Sebab tak semua bibit bisa bertahan jadi pohon bakau yang kuat. Mayoritas bibit yang ditanam mati sebelum tumbuh. Karena itulah pengerusakan bakau dewasa yang dianggap bisa bertahan hidup sangat disayangkan.

“Itu yang menanam dari berbagai macam instansi dan komunitas. Termasuk komunitas Bonek dan ada yang pakai APBD,” kata Founder Komunitas Nol Sampah Hermawan Some. 


Monyek ekor panjang berdiri di pucuk pohon bakau yang sudah dikepras di Wonorejo, Surabaya, Senin 5 September 2022.-Dok Komunitas Nol Sampah-

Wawan menggelar sidak ke Mangrove Wonorejo didampingi Wali Kota Surabaya Armuji, Senin, 5 September 2022. Mereka mendapati monyet ekor panjang yang berdiri di salah satu pohon yang sudah dibabat. Tersisa batang dan ranting. “Miris banget kami lihatnya,” kata Wawan.

Setelah mengirim foto monyet hutan bakau itu, Wawan juga menuliskan kegusarannya: Tempat tinggal ku dibabat karena normalisasi sungai Avour Wonorejo Surabaya. Padahal aku tinggal dalam kawasan lindung yang ditetapkan perda kota Surabaya. Nasib. Di hutan mangrove Pamurbaya setidaknya ada 4 kelompok monyet ekor panjang yang mana satu kelompok ada 40-50 ekor.

Wakil Wali Kota Surabaya Armuji yang datang ke lokasi meminta agar pengerusakan mangrove dihentikan. Lumpur hasil pengerukan sungai tidak boleh dibuang ke area hijau. “Tak mandekno. Ngeruk oleh, tapi ojok dibuak nang mangrove (Saya hentikan. Mengeruk boleh, tapi jangan dibuang ke mangrove,Red),” ujar Armuji dalam sambungan telepon ke Harian Disway

Armuji mengatakan bahwa normalisasi sungai tidak bisa dilakukan secara serampangan. Perlu adanya koordinasi dengan berbagai stakeholder, termasuk komunitas yang belasan tahun melakukan penghijauan.

Apalagi mangrove Wonorejo masuk dalam kawasan konservasi yang sudah tercantum pada peraturan daerah hingga undang-undang.

Antara lain UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang, UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Aning Rahmawati sudah mempelajari kasus tersebut. Menurut politisi PKS itu, problem utamanya adalah komunikasi. “Memang normalisasi itu butuh banget biar tidak banjir, tapi caranya kurang tepat. Nanti akan ada pembahasan terkait ini, komunitas diajak,” ujar alumnus Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu.

Rencananya Komunitas Nol Sampah bakal mengajukan hearing ke Komisi C. Aning siap menerima aduan tersebut agar masalah tidak berlarut-larut. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: