Kasus Lesti Kejora vs A General Theory of Crime
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
Lesti Kejora, korban KDRT suami, Rizky Billar, pulang dari RS Rabu (5/10). Tulang leher yang bergeser sudah diperbaiki. Kata polisi, Lesti ogah ke rumah karena takut suami.
KABIDHUMAS Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan kepada pers, Rabu (5/10), mengatakan, Lesti kini berada di suatu tempat aman yang dirahasiakan.
Zulpan: ”Yang bersangkutan tidak ingin berada serumah lagi dengan Saudara Rizky (suami). Dan, Saudara Rizky akan kami periksa di Polda Metro Jaya besok (hari ini, Kamis, 6/10).”
Penyidik sudah memeriksa Lesti selaku korban. Juga, tiga saksi. Yakni, ART (asisten rumah tangga) dan karyawan Leslar Entertainment milik Lesti.
Diteliti pula, rekaman CCTV di rumah Lesti-Rizky di Cilandak, Jakarta Selatan, atau TKP peristiwa KDRT.
Seperti diberitakan, Lesti melapor ke polisi karena dicekik dan dibanting Rizky dua kali dalam sehari, Rabu, 28 September 2022.
Kronologi dijelaskan Zulpan: ”Terlapor (Rizky) ketahuan berselingkuh. Lalu, korban (Lesti) minta dipulangkan ke rumah orang tua, lantas terlapor emosi. Membanting korban dua kali.”
Awalnya, Selasa malam, 27 September 2022. Rizky-Lesti cekcok. Penyebab, Lesti minta dipulangkan ke rumah orang tuanya. sebab, Rizky ketahuan selingkuh dengan wanita lain.
Rabu, 28 September 2022, pukul 01.51 terjadi kekerasan. Rizky mencekik leher Lesti. Lalu, Lesti dibanting jatuh ke kasur. Cekikan terus, akhirnya korban jatuh ke lantai.”
Rabu, 28 September 2022, pukul 09.47, KDRT kedua. Zulpan: ”Terlapor menarik tangan korban ke arah kamar mandi. Dan di kamar mandi terlapor membanting korban ke lantai. Berulang-ulang lagi.”
Akibatnya, Lesti dirawat di RS. Tulang leher Lesti bergeser. Harus mengenakan kruk (penyangga leher) selama sepekan.
Hasil pemeriksaan polisi terhadap Lesti, diketahui bahwa KDRT itu bukan yang pertama. Sebelumnya, Rizky melempar Lesti dengan bola biliar.
Zulpan: ”Menurut keterangan Lesti, dia pernah dilempar bola biliar oleh terlapor, tetapi tidak kena. Karena Rizky Billar-nya kepeleset.”
Jika laporan Lesti itu benar terjadi, bisa disimpulkan: KDRT parah. Itu membuat Lesti ogah serumah lagi dengan suami.
Rizky-Lesti menikah 19 Agustus 2021. Mereka dikaruniai anak, Muhammad Leslar Al-Fatih Billar. Panggilannya Baby. Kini usia 8 bulan. Lagi lucu-lucunya.
Di luar kasus dugaan KDRT terhadap Lesti Kejora, orang banyak bertanya: Mengapa pernikahan yang tampak indah bisa jadi tragedi?
KDRT (domestic violence/DV) suami terhadap istri (bukan kasus Lesti karena kasus itu masih diusut polisi) terjadi di seluruh dunia. Empat profesor kriminologi-psikologi Amerika Serikat (AS) melakukan riset tentang itu. Dipublikasi di National Criminal Justice, 2004.
Empat profesor tersebut adalah William D. Norwood (asisten profesor klinis di University of Houston), Ernest N. Jouriles (profesor psikologi di Southern Methodist University), Renee McDonald (asisten profesor psikologi di Southern Methodist University), dan Paul R. Swank (profesor di Departemen Pediatri di University of Texas).
Hasil riset mereka bertajuk Domestic Violence and Deviant Behavior. Riset dibiayai Departemen Kehakiman AS.
Dipaparkan, DV oleh suami terhadap istri jadi masalah kesehatan masyarakat sangat penting di AS.
Bentuknya, mulai makian, tamparan, dorongan, cekikan, hingga pembunuhan. Mengakibatkan trauma berat bagi istri selaku korban jika masih hidup.
Fokus riset terhadap pelaku DV. Hipotesis awal, berupa pertanyaan: Mengapa suami yang semula mencintai atau sangat mencintai istri mendadak berubah jadi sadis terhadap istri?
Hasil akhir riset, ternyata DV bukan mendadak (akut). Melainkan, potensi perilaku kekerasan pria terhadap siapa saja (termasuk isti) sudah ada sejak pria masih kanak-kanak.
DV disebut masalah kronis atau menahun. Sudah mengendap bertahun-tahun. Tinggal menunggu pemicu, jadi ledakan. Berbentuk aksi DV.
Jadi, kunci DV adalah pendidikan ortu terhadap anak laki di masa kecil. Semua ortu tidak secara sengaja mencetak anak jadi pemarah, pemberang, penganiaya, pembunuh. Tidak. Semua ortu menyayangi anak. Tapi, salah didik anak yang secara tidak disadari ortu menghasilkan pelaku DV.
Empat profesor itu meriset, merujuk teori kriminologi sangat terkenal di AS, berbentuk buku, A General Theory of Crime (1990). Karya dua kriminolog-sosiolog Travis Hirschi dan Michael Gottfredson.
Tepatnya, hasil riset empat profesor itu mendukung A General Theory of Crime. Sebab, hasilnya memiliki korelasi antara hasil riset dan teori tersebut.
General theory diurai sangat panjang dan detail. Tapi, intisarinya ini:
Ortu harus mendidik anak-anak punya strategi koping (pengendalian emosi) yang kuat. Semua orang pasti selalu emosional. Setiap saat. Tapi, hanya orang pemilik strategi koping terbaik yang lolos dari ujian hidup. Dalam arti, tidak melukai orang lain ketika tersulut emosi.
Dengan pendidikan strategi koping yang baik (ada tingkatan kualitas, termasuk argumentasinya), berarti ortu sudah menyelamatkan anak mereka dari perilaku kriminal: Penyiksa atau pembunuh.
Dalam teori itu disebut: Ortu harus bisa menciptakan ”kontrol tidak langsung” ke memori otak anak. Yang kemudian dijiwai anak. Diterapkan dalam perilaku sehari-hari anak, sampai mereka dewasa.
Hasil ”kontrol tidak langsung” dari ortu ke anak akan menghasilkan ini: Ortu ”hadir psikologis” ketika anak tidak berada dalam pengawasan ortu. Mulai ketika anak masih kecil sampai dewasa.
Gampangnya, ortu harus menanamkan sesuatu berupa ”kontrol tidak langsung” ke memori otak anak. Sebab, ortu tidak mungkin selalu berada di samping anak (24 jam sehari, konstan sampai puluhan tahun) untuk mengajari anak berperilaku, menghadapi stresor (peristiwa penyebab stres).
Hirschi dan Gottfredson dalam teorinya berpendapat, ”kontrol langsung” adalah kunci pengasuhan ortu terhadap anak yang paling efektif. Di saat anak berada di dekat ortu (face-to-face). Sedangkan, ”kontrol tidak langsung” adalah bekal ortu kepada anak, di mana pun dan kapan pun anak berada.
General theory: ”Ini adalah masalah pengendalian diri. Yang berbeda-beda antar satu individu dan individu lain. Berbekal pengendalian diri yang baik, seorang individu terhindar jadi pelaku tindak kejahatan.”
Hirschi dan Gottfredson membedakan dua situasi: Potensial kejahatan dan kejahatan. Potensial kejahatan adalah seuatu kondisi yang memicu seseorang berbuat jahat. Sedangkan kejahatan adalah peristiwa jahat yang sudah terjadi.
Semua orang dalam hidup mereka selalu menghadapi potensial kejahatan.Tapi, tidak semua orang bertindak jahat. Pasalnya, ada faktor pengendali.
General theory: ”Sebagian besar pelanggaran (kejahatan) gampang dilakukan. Dan peluang untuk melakukan kejahatan selalu tersedia. Tapi, cuma orang-orang dengan pengendalian diri yang rendah yang pasti akan terlibat dalam perilaku kriminal.”
Disebut pasti, artinya tinggal menunggu pemicu. Maka, begitu ada pemicu, otomatis perilaku jahat muncul seketika.
Dalam kasus Lesti Kejora, menyitir penjelasan penyidik, setelah Rizky Billar ketahuan selingkuh, itulah stresor. Itulah pemicu. Otomatis Rizky berusaha melawan. Dan, perlawanannya dalam bentuk KDRT.
Jadi, para ortu, secara tidak disadari, bisa menciptakan bom waktu buat anak-anak mereka. Bom itu pasti bakal meledak di suatu saat. Kata ”pasti” (bukan mungkin) disitir dari A General Theory of Crime. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: