Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Bersimpuh di Makam Amini (62)

Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Bersimpuh di Makam Amini (62)

Meilany nyekar ke makam ibu angkatnyi: Amini di Pasuruan.-Lady Khairunnisa/Harian Disway-

Rumah adik Amini, Sudirnoto, di Pasuruan ”banjir” tangisan. Meilany yang diadopsi ke Belanda akhirnya tahu bahwa dirinyi diadopsi dua kali. Sebelum ke Belanda, dia dirawat almarhum Amini, tukang bersih-bersih RSIA Panca Dharma Pasuruan. Dia meminta izin nyekar ke makam perempuan baik hati itu.

— 

RUANG tamu rumah Sudirnoto makin ramai setelah tangisannyi pecah. Anak-anak dan cucu Sudirnoto ikut penasaran dengan obrolan kami. 

Meilany pernah digendong Sudirnoto ketika masih bayi. Ia jadi sedih ketika melihat Meilany muncul dalam sosok yang sudah dewasa. Ia tak pernah menyangka bahwa Meilany bakal kembali ke Pasuruan. Dia berhasil menemukan tanah kelahirannyi.

Sementara itu, Meilany ikut menangis ketika Sudirnoto menerangkan bahwa Amini sangat merasa bersalah lantaran telah menyerahkan Meilany kepada orang lain. Dia jadi kepikiran. Beberapa bulan setelah ditemukan Mijn Roots pada 2017, Amini meninggal.


Lady Khairunnisa saat mewawancarai Meilany.-Dok Meilany-

Suasana haru jadi lebih cair ketika cucu-cucu Sudirnoto ikut nimbrung. Mereka tidak fokus ke obrolan kami. Bocil-bocil lebih tertarik berfoto bersama bule Belanda yang menemani Meilany mencari orang tua kandung: Ilse.  

Sebelum pulang, keluarga Sudirnoto menawari kami makan siang. Ada gado-gado enak di sebelah rumah. Meilany juga ingin mencoba makanan khas Indonesia. Sayangnya, lapak gado-gadonya tutup.

Akhirnya, kami memutuskan untuk pamit. Semua sudah terjawab. Namun, tiba-tiba Meilany terdiam. Dia menyampaikan sesuatu ke Repta dengan bahasa Inggris. ”Bolehkah aku ke makam Ibu Amini?” kata Repta menerjemahkan kalimat perempuan yang diadopsi ke Belanda pada 1983 itu. 

Permintaannyi tak mungkin ditolak. Keponakan Amini dengan senang hati mengantar kami. Kebetulan makam itu tidak jauh dari rumah.

Rombongan Mijn Roots sekalian pamit pulang sebelum berangkat ke makam. Meilany menyempatkan diri untuk  berfoto dengan mereka.

Kami semua pun naik mobil. Setelah 10 menit perjalanan, wujud tempat pemakaman umum (TPU) mulai terlihat. Keponakan Amini berjalan di depan, memandu kami. Ia berhenti di makam dengan nisan warna biru yang bertulisan nama Amini.


SUAMI KEPONAKAN mendiang Amini yang mengantar Meilany ke makam ibu angkatnyi itu.-Dok Meilany-

Makamnya masih terawat. Ditumbuhi rerumputan. Di atasnya ada banyak taburan bunga mawar yang masih penuh warna. Rupanya baru kemarin ada yang berziarah. Kami datang 21 Agustus 2022, Amini meninggal 20 Agustus 2017. Cuma terpaut sehari.

Meilany duduk bersimpuh. Tangannyi bergerak perlahan memegang nisan makam itu.

Tubuhnyi lemas. Pandangannyi kosong. Pikirannyi melayang-layang. Andai Amini masih hidup, dia ingin merasakan lagi dekapan hangat itu. Meilany juga ingin berterima kasih karena Amini telah merawatnya saat kedua orang tua kandungnyi tak mau bertanggung jawab. 

Entah mengapa ibu kandung Meilany tak mau merawat buah hatinyi. Mungkin dia masih muda. Sang ayah juga tak mau bertanggung jawab. Kata Sudirnoto, ayah Meilany dikenal sebagai pemuda nakal. Suka mabuk-mabukan.

Meilany duduk cukup lama di sana. Beberapa kali dia menundukkan kepala tanda sedang berdoa. Air mata kembali membasahi pipinyi.

Dia mengeluarkan smartphone, lalu memotret makam tersebut. Itulah kenangan paling indah dalam kunjungan ke tanah kelahirannyi: Pasuruan. 

Meilany ingin sekali memberikan kenang-kenangan untuk Amini. Sayang, dia telah tiada. Sebuah gantungan kunci dikeluarkan dari tasnyi. Meilany menyerahkan cendera mata itu untuk cucu atau anak keponakan Amini.

Harga oleh-oleh itu mungkin tidak seberapa. Namun, itu menyimbolkan kasih sayang yang saling berbalas.  (Lady Khairunnisa-Salman Muhiddin)

Melanjutkan Pencarian ke RS Panca Dharma. BACA BESOK!

 

Sumber: