Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Minta Bantuan Spoorloos (64)
BAK BANGSAWAN keraton, saat Meilany memakai kebaya di Jogjakarta Agustus lalu.-Dok Meilany-
Isu perdagangan manusia yang dialami ribuan anak Indonesia di Belanda sudah berkali-kali diliput televisi. Bahkan, jadi film dokumenter yang menembus nominasi Festival Film Indonesia (FFI) 2022: Mencari Ibu. Diproduksi BBC. Meilany juga pernah membagikan kisahnyi di sebuah acara TV di Belanda: Spoorloos.
—
SEMUA beristirahat setelah seharian berkeliling di Kabupaten Pasuruan 21 Agustus lalu. Esok paginya, kami bertemu lagi di Great Diponegoro Hotel Surabaya, tempat Meilany dan sahabatnyi, Ilse, menginap.
Kami janjian bertemu di lobi hotel. Pagi itu Bob Schellens yang juga mencari ibu kandung di Surabaya sudah datang. Ia berbincang dengan Meilany dan Ilse dengan bahasa Belanda.
Meilany terlihat begitu cantik dengan balutan kemeja batik. Kecintaannyi terhadap tradisi Indonesia tak perlu ditanyakan.
”Kemarin aku ke Yogyakarta dan mencoba photoshoot dengan menggunakan kebaya. Aku sangat menyukai kebaya karena itu membuatku tampak sangat Indonesia,” katanyi yang diterjemahkan dari bahasa Inggris.
Sebelum pencarian ibu kandung di Pasuruan, Meilany mengajak Ilse jalan-jalan ke Kota Budaya: Yogyakarta. Mereka seperti memasuki lorong waktu.
Keraton masih terjaga sampai sekarang. Pun demikian dengan situs cagar budayanya. Karena itulah, Meilany menyempatkan diri foto pakai kebaya di sana: jadi gadis keraton.
Di sana Meilany selalu dipanggil mbak, sebutan masyarakat Jawa untuk kakak perempuan. Dia bingung harus menjawab apa. Dia memang lahir di tanah Jawa, tetapi seumur hidup dihabiskan di Belanda. Banyak yang kaget ketika mengetahui bahwa Meilany tidak bisa berbahasa Jawa atau Indonesia.
Kendati begitu, Meilany senang. Di Yogyakarta, dia merasa sangat Indonesia. Orang-orang terlihat sama dengannyi. Dia kembali merasakan ”akarnyi”: mijn roots. Semua anak adopsi yang menginjakkan kaki ke Indonesia untuk kali pertama merasakan hal serupa.
Dia lalu menunjukkan foto-foto di smartphone-nyi. ”Cantik sekali,” kata saya begitu melihat foto-foto tersebut.
Perempuan kelahiran 1983 itu mengenakan kebaya dengan kombinasi merah, cokelat, dan hitam. Jika dia jalan-jalan pakai baju adat itu, mungkin orang-orang mengira, keluarga keraton sedang jalan-jalan. hehehe. Saya tidak berlebihan. Namun, Meilany memang terlihat seperti bangsawan Jawa.
SENYUM KHAS Meilany menggambarkan kegembiraannyi ketika memakai kebaya. Dia merasa sangat Indonesia.-Dok Meilany-
Agar perbincangan lebih asyik, Meilany mengajak kami untuk naik ke rooftop Great Diponegoro Hotel. ”Ayo ke atas, pemandangannya sangat indah,” ujarnyi.
Kami duduk di kafe yang ada di hotel itu dan memesan beberapa minuman bersoda. Di sana Meilany mulai membuka tabir kisah adopsinyi dan upaya menemukan ibu kandung di Pasuruan.
Saat berusia 16 tahun, tiba-tiba ada perasaan kosong dalam hatinyi. Gadis remaja itu mulai memikirkan tentang siapa ibu kandungnyi. Perasaan itu terus berulang setiap perayaan ulang tahun.
Setiap kali datang hari kelahirannyi, dia selalu berharap bahwa sang ibu juga memikirkannyi. Imajinasi itu selalu membuatnyi menangis.
Hingga akhirnya Meilany menikah dengan seorang pria. Dari pernikahan berumur tujuh tahun itu, mereka dikaruniai empat anak.
Seusai menjadi ibu, dia makin memikirkan bagaimana sosok ibu kandungnyi. Di usia 26 tahun, dia melihat ada acara TV yang populer di Belanda: Spoorloos.
Spoorloos dari stasiun TV KRO-NCRV itu berhasil menyatukan banyak keluarga yang terpisah. Meilany mulai menulis kisah hidupnyi. Sangat detail agar kisahnyi bisa diangkat.
Spoorloos meliriknyi. Mereka bekerja sama untuk mencari orang tua Meilany. Sayang, upaya itu menemui jalan buntu. Bertahun-tahun berlalu tanpa progres.
Dari kiri, Lady Khairunnisa, Ilse, Meilany, dan Bob Schellens di rooftop Great Diponegoro Hotel Surabaya.-Dok Meilany-
Berdasar informasi dari proses pencarian yang dilakukan Spoorloos, mereka berpikir bahwa Meilany merupakan salah seorang anak adopsi dari Kasih Bunda. Ada banyak anak adopsi ke Belanda lewat yayasan itu.
Faktanya, banyak anak yang sempat singgah di Kasih Bunda yang kesulitan untuk mencari orang tua kandung. Pemalsuan dokumen dan pengaburan fakta jadi batu pengganjal.
Namun, Meilany merasa yakin bahwa dirinyi tidak berasal dari Kasih Bunda di Jakarta. Kata orang tua angkatnyi di Belanda, dia diadopsi dari seseorang, bukan dari sebuah yayasan. Sampai akhirnya, dia mengenal Mijn Roots. (*)
Kerja Keras Mijn Roots. BACA BESOK!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: