Kebaya Merah Cantik, tapi Eks Pasien RSJ Menur

Kebaya Merah Cantik,   tapi Eks Pasien RSJ Menur

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

Ada lima aktris yang diminta menyampaikan keluhan mereka. Hampir semuanya mengatakan, sejak jadi aktris, mereka jadi gampang marah. Bahkan, untuk persoalan sepele.

Salah seorang aktris cerita: ”Mereka (produser) menghancurkan saya. Ketika saya baru tiba di sini dulu, mereka sekap untuk kebutuhan seks mereka dan kawan-kawan. Setelah mereka bosan atau ada aktris yang baru masuk, barulah saya main film.”

Setelah bekerja, mereka harus mengikuti perintah produser dalam bentuk apa pun. Produser paling tahu keinginan konsumen.

Aktris lain cerita: ”Ketika saya baru tiba di sini, lalu disekap, lalu main di film, saya menyadari bahwa hidup saya telah berubah begitu cepat. Saya jadi terlalu gampang marah, sepulang kerja. Mungkin, saya tidak akan pernah mengalami gangguan itu seandainya saya tidak pernah terjun ke sini.” 

Seorang aktor cerita tentang aktris: ”Saya katakan, semua wanita yang datang ke film porno pasti sebelumnya mereka sudah rusak. Ada korban DV (domestic violence atau KDRT) atau korban pemerkosaan. Pokoknya, mereka sudah rusak sebelum masuk sini.”

Aktor lain mengatakan tentang aktris: ”Sembilan puluh sembilan persen gadis porno, kepala mereka kacau. Mereka awalnya sadar bahwa pekerjaan ini tidak normal. Tapi, lama-lama jadi biasa, makin kacau.” 

Aktris bicara soal aktor: ”Kebanyakan aktor bermain kasar. Lama-lama kami hafal, mana yang kasar, mana yang bukan. Kalau perintah bos memaksa saya harus main dengan yang kasar, terpaksa saya lakukan. Tapi, ada juga aktris yang berani menolak. Maka dipecat.”

Pembicaraan mereka semua keluhan. Meski mengeluh, mereka tidak keluar dari pekerjaan, karena, ya... itu tadi, honor sampai USD 2.000 per hari. Ukuran AS, nilai itu cukup tinggi untuk jenis pekerjaan un-skill.

Dari pengakuan mereka, tampak mereka tidak happy di situ. Tidak seperti persepsi masyarakat, mereka kelihatan glamor. Mereka bertahan karena uang.

Dikutip dari The Vox, 29 Januari 2019, bertajuk Porn actress August Ames’s death was a lost chance to talk about sex workers and mental health, dibahas lima aktris porno AS yang bunuh diri pada November 2017 sampai Januari 2018. Salah satunya, top di sana: August Ames.

Tentang itu, The Vox mengutip podcast Jurnalis AS, Jon Ronson, bertajuk: The Last Day of August. Artinya, sebelum bunuh diri, aktris porno August Ames sempat diwawancarai di podcast Jon Ronson. 

Di situ Ames cerita, dia sangat ingin terapi psikologis. Sebab, dia merasa selalu stres akibat beban pekerjaan. Juga, jadi korban bullying netizen. Tapi, niat terapi selalu dia batalkan.

Ames: ”Saya sering ingin menghubungi terapis. Tapi, kemudian saya batalkan sendiri. Saya pikir bakal tidak enak. Saya bayangkan, terapis akan bertanya: Apa profesi Anda? Terus, misalnya, saya jawab: Saya di industri dewasa. Maka, terapis pasti akan bilang: Ow... itulah penyebab Anda seperti ini.”

Dilanjut: ”Seandainya saya bohong soal pekerjaan saya. Misalnya, saya mengaku sebagai pegawai apa lah... Maka, saya khawatir diagnosisnya salah sehingga terapi tidak akan efektif.” Akhirnya dia bunuh diri.

Dari situ kelihatan, Ames yang sarjana pariwisata cukup pendidikan. Paham tentang profesi itu. Sekaligus pengetahuan bagi kita, bahwa di AS yang liberal pun, profesi itu direndahkan masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: