Mayat Sekeluarga di Kalideres Dipegang, Gembur...
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
Kata Mamak Lisa, mayat tidak rusak karena diberi ramuan daun yang tumbuh di sana. Warga biasa menggunakan daun itu untuk merawat jenazah sehingga awet dan tidak bau. Semacam balsem tradisional.
Tiga cucu Paulo, atau anak-anak Lisa, berlarian keluar masuk rumah. Kadang, anak-anak usia 5 sampai 10 tahun itu mendekati peti mati sang kakek. Bahkan, salah seorang anak bertanya ke Lisa.
”Mengapa kakek selalu tidur?”
Anak lain menimpali: ”Ayo... Kakek bangun. Ayo kita makan.”
Lisa menyahut: ”Ssst... Berhenti mengganggu kakek. Ia sedang tidur. Kalian akan membuatnya marah.”
Kemudian, anak-anak pergi, berlarian lagi ke arah halaman rumah. Tampak begitu biasa. Lisa dan keluarga menganggap Paulo masih hidup. Menurut Lisa, Paulo akan dimakamkan kalau keluarga sudah punya cukup uang. Untuk beli kerbau dan babi, disembelih, dagingnya dibagikan ke warga.
Pemakaman di sana umumnya menghabiskan biaya sekitar Rp 10 sampai Rp 100 juta. Orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan makan dan menabung untuk pemakaman.
Namun, Lisa mengatakan, tidak semua warga di sana begitu. Hanya sekitar 20 persen yang memegang teguh adat seperti itu. Sebagian besar lainnya sudah dikubur seperti biasa.
Sekeluarga di Kalideres bukan dari Tana Toraja. Pada Februari 2022, menurut tetangga, mereka merayakan Hari Raya Imlek.
Tapi, karena kasus itu yang pertama bagi Polda Metro Jaya, masih diusut penyebab dan motif kematian mereka. Siapa tahu, ada unsur tindak pidana. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: