Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Bogor, Aku Pulang (96)

Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Bogor, Aku Pulang (96)

KEDATANGAN ANA Maria ke Desa Situ Daun Bogor menjadi pusat perhatian warga setempat.-Dok Ana Maria -

Ana Maria van Valen berhasil bertemu dengan orang tua kandungnyi di Bogor pada 4 Agustus 1994. Dia merengek minta pulang ke Indonesia sejak usia 12 tahun. Namun, orang tua angkatnyi menganggap Ana belum siap. Mereka berjanji membawa Ana pulang saat berusia 18 tahun. 

ANA meninggalkan Bogor di usia 2,5 tahun. Dia diadopsi pasangan Jan dan Herda van Valen yang tinggal di Sliedrecht, dekat Rotterdam, Belanda. 

Saat kecil, Ana sering menangis karena mempertanyakan asal-usulnyi. Terutama saat usia 12 tahun. Banyak anak-anak adopsi yang mulai mencari akarnya (mijn roots) ketika mulai memasuki usia remaja. Mulai tahu ini dan itu. 

 ”Orang tua angkat berjanji membawa saya ke Indonesia di usia 18 tahun,” kata Ana kemarin, Minggu, 4 Desember 2022. Selama enam tahun dia menunggu dengan harap. 


ANA MARIA berjalan di depan, diikuti ayah angkatnya saat pulang ke Bogor, Indonesia 1994.-Dok Ana Maria -

Sang ayah angkat adalah arsitek kapal. Sedangkan ibunyi seorang perawat. Mereka hidup berkecukupan di Belanda. Punya tiga anak lelaki kandung. Mereka ingin punya anak perempuan. Maka, hadirlah Ana di keluarga mereka. Lalu, mereka mengadopsi anak perempuan lainnya. Rumah itu begitu ramai dengan lima anak.

Kehidupan Ana berjalan mulus hingga usia 12 tahun. Ia mulai merasakan ada yang kosong dari hidupnyi.

Ana menyadari bahwa dia bukan anak kandung. Dia juga sangat berbeda dengan tiga anak lelaki yang menjadi kakak tirinyi. Gaya bicara mereka lebih blak-blakan. Seperti tipe orang Belanda pada umumnya.

Seorang pengarang, Olga Mecking, menulis untuk BBC travel pada 9 Februari 2018: Mengapa orang Belanda blak-blakan dan tak suka basa-basi?

Dia menggambarkan situasi yang membuatnya kaget.

Saya baru bermukim di Amsterdam selama setahun ketika kami bertemu kawan-kawan suami saya di salah satu kafe di Taman Vondel yang terkenal itu.

Kami memilih tempat duduk dan menunggu, tapi si pramusaji tidak tampak di mana pun. Ketika ia akhirnya muncul, entah dari mana, ia tidak bertanya ”Boleh saya ambil pesanannya?”, atau ”Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?”.

Yang dikatakannya adalah, ”Anda mau apa?”

Mungkin terasa ganjil karena ia mengatakannya dalam bahasa Inggris, atau mungkin ia sedang mengalami hari yang buruk, tapi saya tetap terkejut mendengarnya.

Belakangan, guru bahasa Belanda saya menjelaskan bahwa orang Belanda memang sangat terang-terangan – apalagi di Amsterdam.

Ana memang tumbuh di lingkungan seperti itu.  Namun, DNA Indonesia-nyi tak mungkin hilang. Ia lebih sopan dan halus. 

Setelah menunggu enam tahun, momen untuk menagih janji itu datang juga. Jan dan Herdan van Halen ikut terbang ke Indonesia sekeluarga. 

Sang ayah yang bekerja di industri kapal memiliki rekan bisnis di Indonesia. Mereka menginap di guest house rekan kerjanya itu di Bogor.

”Kami bertemu seorang laki-laki di rumah itu,” kata Ana. Dia mengatakan ingin mencari orang tua di Bogor. Dokumen adopsi diserahkan. Ada nama ibu dan alamat lengkap. Rupanya lelaki tersebut tahu letak Desa Situ Daun di dokumen itu.

Sang ibu bernama Sati. Mereka tinggal di Puncak, Bogor, sedangkan penginapan mereka ada di kaki gunung. Jika mau, pria itu akan mengantarnyi esok hari. Gembira sekali Ana mendengar tawaran tersebut.


Plakat Desa Situ Daun yang didatangi Ana Maria saat reuni dengan ayah ibunya pada 1994 di Bogor..-Dok Ana Maria -

Esok paginya mereka langsung bergegas menuju Situ Daun. Mereka menempuh perjalanan selama dua jam dengan mobil.

Lokasi yang dituju adalah kantor Desa Situ Daun. Kepala desa setempat langsung mengenal sosok Sati. ”Kalau mau, saya panggilkan ibumu?” kata kepala desa.

Boom! Ledakan kegembiraan meletus di relung hati Ana. Rupanya sang ibu masih hidup!

Anda bisa membayangkan bagaimana perasaan Ana kala itu. Dalam hitungan menit, dia bakal bertemu ibu yang mengandungnyi: ibu kandung yang sempat mengandung dan merawatnyi selama 2,5 tahun. 

Kantor desa jadi sangat ramai. Mereka penasaran: mengapa ada bule di sana. ”Saudara perempuanku yang juga anak adopsi ketakutan begitu melihat banyaknya orang yang berkumpul,” ujar Ana, lantas tertawa.

Tak terasa, peristiwa itu terjadi 28 tahun yang lalu. Mungkin orang-orang desa tersebut tak pernah melihat bule secara langsung. Kisah bule mencarikan orang tua kandung untuk anak angkat mereka juga sangat menarik bagi mereka.

Mungkin, kalau ada WhatsApp atau medsos, suasana bisa lebih ramai.

Perempuan itu akhirnya muncul. Ana melihat ada sosok yang sangat mirip dengannyi. Apakah itu ibu? Ternyata bukan. Ibu masih on the way (OTW). (Salman Muhiddin)

 

Ternyata Ayah Juga Datang. BACA BESOK!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: