Festival UKPIM Ubhara: Kekerasan Seksual Kadang Tak Disadari
Aktivis Arek Feminis (Arfem) Surabaya Ulum Arifah dalam diskusi sarasehan Festival Literasi dan Tindak Kekerasan Seksual UKPIM Ubhara Surabaya.-Fidelis Daniel/Harian Disway-
Siswi di Bandung mengalami pelecehan seksual di angkot pekan lalu. Kasusnya ramai diperbincangkan sejak Minggu, 11 Desember 2022. Kejadian itu cocok dengan tema diskusi Unit Kreativitas dan Penalaran Intelektual Muda Universitas Bhayangkara (UKPIM Ubhara) 26 November 2022 lalu. Terkadang pelecehan seksual dianggap wajar.
--
“Baik. Sebelum masuk ke kekerasan seksual, kita pahami betul dulu apa itu pelecehan seksual,” kata Aktivis Arek Feminis (Arfem) Surabaya Ulum Arifah sore itu. Ia berhenti sejenak membiarkan audiens berpikir.
Puluhan peserta sarasehan yang ada di Unicorn Space, Jl. Rungkut Kidul no. 17 Surabaya terdiam.
Saat mereka belum sempat menjawab, Ulum kembali melontarkan pertanyaan. “Siapa yang pernah menjadi korban? Siapa yang merasa pernah jadi pelaku? Atau siapa yang pernah jadi korban maupun pelaku tapi baru menyadari? Jawab saja dulu dari hati kalian,” ucap alumnus Universitas Gadjah Mada itu.
Semua kembali terdiam. Audiens merenungkan semua pertanyaan itu. Ada yang menangguk, ada pula yang merenung.
Bisa jadi pelaku pelecehan seksual tak menyadari tindakannya. Itulah yang terjadi di kasus Bandung.
Sikap netizen terbelah. Ada yang menganggap pelaku hanya bergurau, ada pula yang menyikapi itu adalah pelecehan seksual yang sudah jadi kebiasaan di angkutan umum di Bandung.
Diskusi itu digelar di festival ketujuh UKPIM Ubhara. Selain sarasehan literasi dan tindak kekerasan seksual, ada pula lomba puisi, lomba esai, pameran fotografi UKPIM, hingga lapak baca hasil kolaborasi Aliansi Literasi Surabaya (ALS).
Dalam diskusi itu, ulum menerangkan bahwa pelecehan, pencabulan, dan pemerkosaan, itu tiga hal berbeda.
Pelecehan seksual tak hanya dilakukan secara fisik. Terkadang perkataan seseorang atau tulisan di medsos sudah bisa dikategorikan sebagai pelecehan.
Pencabulan itu cenderung bersifat fisik. Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia, Cabul berarti keji dan kotor, perbuatan yang tidak senonoh, melanggar kesopanan dan kesusilaan
Sedangkan pemerkosaan bisa dibuktikan pada penetrasi alat vital. Bisa melalui anal, oral, dan vaginal.
Lalu Ulum menjelaskan juga pola-pola yang sering terjadi pada pelaku pelecehan seksual. Para pelaku akan memilih siapa yang pantas dan dengan mudah ia manipulasi.
Yang kedua, mencoba atau testing. Ada juga tipe pelaku pelecehan yang mempunyai modus dengan men-testing lebih dulu dengan hal sederhana, kalau sudah klik, para pelaku melancarkan aksinya.
Yang ketiga yaitu grooming, yakni dipercantik. Biasanya teknik grooming ini sering terjadi pada pasangan-pasangan. Merasa sudah banyak upaya dalam mempercantik pasangannya, lantas pelaku melakukan hal seenaknya bahkan tidak pantas pada kekasihnya.
“Pelecehan seksual menjadi keniscayaan yang diharapi korban seumur hidupnya, sedangkan menjadi pelaku itu bisa dicegah. Jangan pernah jadi pelaku. Bagaimana bisa tahu bahwa anda menjadi pelaku? Yaitu dengan belajar,” pungkas Ulum menutup sesi pertama diskusi.
Lomba Puisi
Acara dilanjutkan dengan lomba puisi. Ada enam peserta yang hadir dalam berkompetisi pada pembacaan puisi. Puisi ditentukan oleh UKPIM dengan tema pendidikan. Juri diambil dari komunitas Malam Puisi Sidoarjo, yaitu Hasan Irsyad. Juga menghadirkan penampil puisi undangan, yakni Nur Aziz dari Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda).
“Apa guna pendidikan. Berjalan setiap pagi menuju taman pengetahuan,” teriak Alvaro Wibowo, salah satu peserta berkemeja batik saat bawakan puisi berjudul Apa Guna Pendidikan.
Enam orang membacakan pusisi dengan berbagai macam gerakan tubuh. Selain Surabaya, ada juga yang jauh-jauh datang dari Kediri, Jombang, hingga Mojokerto. Pembacaan puisi ditutup oleh Nur Aziz yang merupakan tamu undangan dari Dekesda.
Sarasehan Kedua
UKPIM mengundang Ulung Hananto dari Aliansi Literasi Surabaya (ALS) untuk menjadi pemateri. Pada kali ini Ulung lebih menceritakan tentang pengalamannya sebagai pegiat literasi. Ia membawakan bundel kliping koran lawas, zine, dan beberapa buku untuk dibaca di tempat.
“Literasi itu bukan lagi dimaknai sebagai proses membaca dan menulis, ada juga yang prosesnya menyerap dari hal yang visual,” katanya menjelaskan apa itu literasi.
Lalu ia bercerita dari tahun ke tahun pengalamannya bersama ALS. Ulung menjelaskan bahwa ALS merupakan komunitas literasi sosial. Kegiatannya menggelar buku dan menjadikannya sebagai lapak baca untuk umum.
Beberapa bulan belakangan, ALS hanya sering berkolaborasi dari event-event tertentu. Seperti acara di Tambak Bayan dan acara lain yang mengundang ALS.
Namun, pada dua tahun terakhir ini menjadi waktu yang gelap bagi ALS. Kegiatan sepenuhnya ditiadakan ketika pandemi menyerang.
“Untuk saat ini masih belum melapak lagi, karena terbendung pandemi dua tahun, kami masih melihat volume di Taman Bungkul juga. Musim ini juga musim hujan, jadi belum dimungkinkan buat melapak, kecuali ada undangan di acara tertentu,” ujar Ulung saat sarasehan.
Perwakilan Aliansi Literasi Surabaya Ulung Hananto di Unicorn Space Surabaya 26 November 2022.-Fidelis Daniel/Harian Disway-
Ulung membawakan dan memperkenalkan sebuah buku yang ia pegang, yaitu zine. Sebuah majalah kolektif yang terdiri dari tulisan beberapa anggota ALS. Zine yang ia pegang bertema kaum urban dan ekologi. Isinya terkait isu-isu pembangunan hingga penggusuran.
“Di Surabaya apakah literasinya digdaya atau teraniaya? Bisa dikatakan digdaya, karena pemerintah kota sudah banyak memberikan akses buku dari perpustakaan keliling, perpustakaan kampung, hingga perpustakaan di taman,” ujar Ulung saat penghujung sarasehan kedua.
“Bisa juga dikatakan teraniaya, ketika buku yang sudah tersedia, tidak dibaca apalagi tidak tersentuh sama sekali,” sambungnya mengenai ekosistem literasi di Surabaya.
Acara ditutup dengan pengumuman pemenang lomba esai dan puisi. Pemenang juara pertama esai jatuh pada Moh. Basofi Muzaky dari Jombang. Lalu juara satu lomba pembacaan puisi dimenangkan oleh Stania Hibatulloh dari IAIN Kediri.
“Saya membawakan tema literasi karena saat ini, di Indonesia tingkat baca terletak pada taraf waspada, yakni peringkat dua terbawah dari enam puluh dua negara,” ujar Ketua Pelaksana (Ketupel) Festival UKPIM Aliffian Dewantara Wibowo.
“Lalu saya juga menjadikan kekerasan seksual sebagai tema besar festival kita, karena tepat pada tanggal 25 November kemarin, diperingati sebagai hari anti kekerasan seksual internasional,” sambung mahasiswa Ilmu Komunikasi Ubhara itu. (Fidelis Daniel)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: