Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Batal Dilepas Ke Warga Karena Ulah Parpol (18)
Ilustrasi Pejuang Surat Ijo Surabaya.-Gambar Reza/Harian Disway-
Reformasi memberikan ruang kepada masyarakat untuk mengakses pilihan politiknya. Pemilu legislatif, pilkada hingga pilpres digelar secara langsung untuk kali pertama pada 2004. Pejuang surat ijo yang kala itu menjelma menjadi kekuatan besar jadi rebutan aktor politik.
Kala itu mereka meyakini bahwa ada 50 ribu keluarga yang berurusan dengan surat ijo. Jika setiap keluarga memiliki 3 pemilih, maka ada 150 ribu suara di sana.
Potensi suara sebenarnya lebih besar dari itu. Rumah surat ijo biasanya ditinggali oleh orang-orang yang sudah sepuh. Itu terlihat dari beberapa kali demonstrasi. Yang datang rata-rata sudah lanjut usia.
Mereka punya anak dan cucu yang sudah punya rumah non surat ijo. Meskipun tidak lagi tinggal di rumah orang tuanya, mereka tetap berharap rumah surat ijo bisa disertifikatkan. Bagaimanapun juga, aset keluarga itu akan mereka warisi.
Di sisi lain Kelompok Surat Ijo juga tak bisa melepaskan diri dari pesta politik itu. Cara tercepat untuk menyudahi konflik surat ijo adalah mendekati penguasa. “Diseret setiap ada pemilihan lagislatif dan wali kota,” kata Ketua Komisi C DPRD Surabaya Baktiono.
Ia tahu betul peta politik Surat ijo. Ia sudah jadi anggota dewan sejak 1999. Tak ada yang menyamahi rekornya: terpilih lima periode beruntun.
Baktiono juga ikut berjuang bersama surat ijo sejak 1996 di daerah Tambahrejo. Warga berkumpul, namun belum berani menyuarakan aspirasinya di zaman orde baru. “Tahun itu sama Mas Bambang DH ikut berjuang,” jelasnya.
Pada 10 Juni 2002 Bambang DH akhirnya dilantik sebagai wali kota. Ia menggantikan wali kota Soenarto Soemoprawiro yang dipecat oleh DPRD Surabaya.
Tahun itu persoalan surat ijo dibahas di parlemen. Baktiono ada di Komisi A. Mulai ada pembicaraan tentang pelepasan surat ijo.
Baktiono mengusulkan agar pelepasan dilakukan khusus hunian di bawah 200 meter persegi. Diberikan cuma-cuma ke rakyat. Perwakilan surat ijo difasilitasi. Mereka diberi bantuan anggaran untuk menginventarisir data surat ijo anggotanya. Sampai disewakan rusun dan dibelikan komputer.
Namun usulan itu dimanfaatkan oleh salah satu parpol untuk mengumpulkan kekuatan jelang pemilu 2004. Baktiono melihat penghuni surat ijo mulai terseret arus. “Akhirnya buyar. PDIP sebagai partai penguasa dan partai lain tidak setuju kalau ada partai yang mengklaim hanya mereka yang berjuang untuk surat ijo,” ujarnya. (Salman Muhiddin)
Janji Manis Calon Wali Kota, BACA SELANJUTA!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: