Indonesia Siap Jadi Produsen Baterai Terbesar

Indonesia Siap Jadi Produsen Baterai Terbesar

Presiden Jokowi meresmikan dimulainya tahapan pembangunan industri baterai listrik terintegrasi di KITB, Batang, Jateng pada Juni 2022 lalu.-BPMI Setpres-

JAKARTA, HARIAN DISWAY- PEMBANGUNAN pabrik baterai listrik di Maluku Utara baru dimulai tahun ini. Yakni, setelah Indonesia menerima investasi dari dua perusahaan raksasa luar negeri: LG Korea Selatan sebesar USD 9,8 miliar dan CATL Tiongkok sebesar USD 6 miliar.

Tentu terselip harapan agar segera tercipta ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle) dari hulu hingga hilir. Bahkan, digadang-gadang bakal menjadi ekosistem terlengkap di dunia.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Indonesia akan menjadi pemain besar di dunia dalam hal produksi baterai kendaraan listrik (electric vehicle).

”Kita sudah masuk era baru membangun ekosistem dalam baterai litium dan EV,” ungkap Luhut saat hadir secara virtual pada acara rapat koordinasi nasional kepala daerah dan forum komunikasi pimpinan daerah se-Indonesia di Sentul City, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa, 17 Januari 2023.

Prediksinya, Indonesia akan mulai memproduksi baterai kendaraan listrik pertama pada 2025. Baru dua tahun berikutnya bisa menjadi satu dari tiga besar pemain dunia yang memproduksi baterai kendaraan listrik.

Menurut Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, pabrik yang dimiliki LG akan mulai memproduksi baterai mobil listrik pada tahun depan. Lokasinya di Karawang, Jawa Barat.

”Sudah mulai berjalan di semester pertama 2024,” tandasnya.

Sedangkan CATL juga mulai membangun ekosistem baterai listrik dari hulu ke hilir. Mulai sektor pertambangan bakal dikerjasamakan dengan PT Aneka Tambang, smelter dengan Indonesia Battery Corporation, hingga pembuatan prekursor, katode, baterai cell, sampai recycle. 

”Sehingga ini akan menjadi satu-satunya ekosistem baterai listrik terlengkap di dunia,” jelasnya. Tentu ekosistem kendaraan listrik tersebut perlu dikelola. Itu juga berkaitan dengan rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan terhadap pembangunan smelter yang tidak berorientasi pada green energy. 

Saat ini produk dari hasil smelter, khususnya bijih nikel, adalah nikel pig iron (NPI) yang sudah masuk kategori pionir. Indonesia telah dibanjiri atas produk NPI itu. Dengan demikian, kebijakan smelter perlu ditata ulang.  Mengingat, sumber daya atau cadangan nikel sudah tidak banyak.

”Jadi, harus seimbang antara smelter yang mau kita bangun dengan cadangan bahan baku yang ada. Nah, sekarang kita dorong sektor hilirisasi dengan nilai tambah 80 persen,” tandasnya.

Smelter-smelter yang akan dibatasi pembangunannya adalah smelter yang produk hilirisasinya baru mencapai 40 persen. ”Kita akan tata kembali, nanti kita breakdown,” tandas Bahlil. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: