Dulu Barongsai Duel, Kini Bisa Jatuh

Dulu Barongsai Duel, Kini Bisa Jatuh

-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Sekali-sekali, barongsai bakal berdiri. Maka, posisi pemain depan naik, dipanggul pemain belakang. Sebab itu, pemain depan harus kurus. Biar enteng.

Pemain depan harus inovatif. Bagian kepala itulah yang jadi perhatian penonton. Gerakan menggaruk kepala, menjilat-jilat, dan mengerdipkan mata disesuaikan dengan reaksi penonton. Komunikatif dengan penonton.

Ketika berguling, dua pemain harus kompak. Apakah mereka akan berhenti di posisi tidur. Lalu garuk-garuk perut. Atau koprol, langsung bangkit lagi.

Pemain belakang menyesuaikan semua manuver pemain depan. Terutama, penyesuaian antara ekspresi kepala dan ekor. Kalau mata berkedip-kedip, ekor kopat-kapit sehingga menciptakan kesatuan yang kompak.

 

Barongsai Duel

Dikutip dari The Star, Minggu, 18 Februari 2018, dipaparkan, dulu, tahun 1950 sampai 1960, di Tiongkok, Hongkong, Taiwan, Singapura, barongsai biasa duel. 

Barongsai yang duel berasal dari dua organisasi barongsai berbeda. Mereka duel berebut angpao yang disediakan pihak yang mengontrak mereka. Kontrak mereka sudah dibayar, tapi ada bonus angpao.

Cara duelnya, dua barongsai berloncatan di tiang-tiang. Dari paling rendah sampai paling tinggi. Dan, di atas tiang paling tinggi (sekitar 5 meter) digantungkan banyak angpao. Itulah yang direbut dua barongsai yang bersaing.

Barongsai yang duel benar-benar bertarung. Sungguh-sungguh saling menyerang. Bukan sandiwara.

Akibatnya, kelompok barongsai dianggap ”gangster”. Efeknya sering berantem antara kelompok barongsai dan sekolah kungfu di sana. Di panggung atraksi, mereka bisa saling melukai. Dengan curang.

Gerak duel tetap indah. Karena ditonton ratusan orang. Tapi, di balik topeng barongsai, mereka membawa pisau. Digunakan untuk melukai kaki lawan. 

Penonton tidak pernah tahu itu. Sebab, jika ada kaki pemain berdarah atau langkahnya pincang, dikira terluka akibat gesekan lantai. Atau terkilir.

Ada juga yang memasang tanduk logam di dahi singa mereka. Jika tanduk mengenai lawan, tentu terluka. Agar menang. Meraih angpao.

Setelah 1960 di sana, para orang tua melarang anak-anak mereka bergabung dengan kelompok barongsai. Jadinya, kekurangan pemain. Jarang ada pertunjukan barongsai. Bahkan, nyaris punah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: