”Ngetan Ngulon” oleh 10 Perupa Supersub (1); Kulonuwun pada Kota Istimewa

”Ngetan Ngulon” oleh 10 Perupa Supersub (1); Kulonuwun pada Kota Istimewa

Suasana pameran Ngetan Ngulon di Miracle Prints Art Shop and Studio.--

Yogyakarta harus menjadi tempat yang didatangi untuk belajar. Niat itu mengilhami para perupa dari Jawa Timur ini untuk berpameran di Kota Istimewa. Dengan tajuk Ngetan Ngulon, mereka yang tergabung dalam Supersub itu ”meletakkan” portofolio.

Buat beberapa perupa, pameran di Yogyakarta bukan yang pertama. Namun, dengan bendera Supersub, inilah yang perdana. Sebelumnya, Supersub pameran bersama di Malang pada 2021. ”Waktu itu ada 8 perupa. Kali ini bertambah menjadi bersepuluh. Semoga Yogyakarta menerima kami,” kata Tamtama Anoraga, penggagas pameran.

Kebetulan, sambutan baik itu datang dari Syahrizal Pahlevi, pendiri dan pemilik Miracle Prints Art Shop & Studio, di Bantul, DIY. Tanpa banyak syarat, para perupa memberanikan diri membawa karya untuk dipajang. Sejak 1 Februari 2023 kemarin. ”Begitu besar niat kami, sepuluh peserta hadir semua lho,” kata Tomi, panggilan Tamtama.

Misi mereka yang utama adalah belajar dari Yogyakarta. Memberanikan diri untuk menunjukkan eksistensi perupa Jawa Timur di dunia seni rupa. Kata Teguh Nuswantara, Yogyakarta adalah poros perkembangan seni rupa yang penting sehingga harus dikunjungi. ”Enggak afdol jika enggak pameran di Yogyakarta,” katanya.
Teguh Nuswantara, yang baru melukis sejak 2021 setelah lama menjadi kontraktor, memamerkan empat karya dengan media pensil warna di atas kertas.--

Memang, keberanian itulah yang mendorong Wawan –panggilan Teguh- untuk terjun ke dalam seni rupa. Bersama 4 perupa dari Malang dan 5 perupa Tulungagung. Bahkan baru saja ia melukis. Sejak 2021. Setelah lama bergelut sebagai kontraktor. ”Ada sedikit bekal. Sebagai arsitek, kemampuan menggambar rancang bangun saya kembangkan,” katanya.

Wawan membawa empat karya. Bermedia pensil di atas kertas. Di antaranya berjudul Awasi Mulutmu dan Greatest Love of All. Dengan karyanya itu, Wawan merasa sudah menemukan karakter.

”Sepertinya saya sudah nyaman. Teman-teman juga menyarankan saya menekuni media itu. Padahal itu tak sengaja saya pakai karena yang ada di rumah ya itu. Punya anak. Tapi saya masih ingin mencoba media lain,” katanya.

Lama tak bergulat dengan seni rupa, Mude memberanikan diri comeback ke Yogyakarta sebagai pelukis. Padahal ia pernah belajar di ISI Yogyakarta pada 2005-2010. Namun, studinya itu tak berlanjut. Tapi ia bertahan di Kota Gudeg sampai 2017.
Ngetan Ngulon menjadi salah satu pameran penanda Mude yang hendak kembali menekuni dunia seni rupa yang dulu ia rintis di Yogyakarta.--

Selama masa tak kuliah itu, Mude sempat membuat batik. Bahkan Mude lama meninggalkan seni rupa. ”Ketika ada ajakan Mas Tomi, saya baru terpikir melukis lagi,” kata pria yang akrab dipanggil Jamboel itu.

Menyertakan dua karya, Mude melukis Jaringan Sekitar untuk menyindir bisnis prostitusi daring yang marak sejak telepon dan surat-menyurat hilang. Alias ketika internet marak. Satu lagi To Past Too Curious. Pelesetan To Fast To Furious.

Dalam judul Jannatu, Yudha Aminta menggambar wajah seseorang dari Timur Tengah. Ia bernama Jannatu yang merupakan nama umum di wilayah itu. Seperti Bambang di Indonesia. ”Karakter Jannatu itu keras kepala tapi penuh semangat,” ungkapnya.
Yudha Aminta foto dengan tiga lukisannya. Di antaranya berjudul Jannatu dan OTW.--

Satu lagi OTW. Sederhana, Yudha mengulang gambaran suasana kereta api pada tahun ’1990an. Gerbong penuh sesak. Penumpang duduk di mana pun. Termasuk di lorong dan di antara gerbong.

Sementara David Sugiarto terhitung sudah tiga kali berpameran di Yogyakarta. Tapi baginya, Yogyakarta enggak mudah ”ditaklukkan”. ”Kami harus terus berkarya. Sambil berani berpameran di Jogja untuk menunjukkan komitmen sebagai pelukis,” kata perupa yang di antaranya membawa Hedonisme dan Ssssst.
Pameran di Miracle adalah yang ketiga kalinya di Yogyakarya buat David Sugiarto.--

Sama seperti David, Mungsyeh Jarot bukan pertama kali berpameran di Yogyakarta. Sudah kedua kalinya dia unjuk karya. Keduanya bersama-sama. ”Ini ibaratnya pameran kulonuwun kami, perupa Jawa Timur. Di tempat yang harus kami pelajari apa saja terkait seni rupa dari para senior di Jogja,” tegasnya.
Membawa tiga lukisan, Mungsyeh Jarot menyertakan Renungan 1, Renungan 2, dan Sinyal.--

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: