Jalan-jalan di Kopenhagen, Kota Si Putri Duyung (2); Berenang di Musim Dingin?
Pemandangan Kota Kopenhagen yang saya ambil dari Rundetaarn atau Round Tower, sebuah observatorium astronomi.--
Pilihan saya ke Kopenhagen sangatlah tepat. Kota ini lebih dari ekspektasi saya dan suami. Kami benar-benar jatuh cinta pada Kota Si Putri Duyung.
Begitu tiba di Kopenhagen, hujan lebat menyambut kami. Untung hotel tidak jauh. Kami memilih yang dekat stasiun sentral, Kobenhavn Hovedb. Supaya dari Bandara Kopenhagen tak perlu ganti line. Juga agar ke mana-mana mudah dari situ.
Kebetulan ada yang tak tak terlalu mahal. Cuma 100 euro per malam. Kamar hotelnya tidak luas sih. Tak masalah. Toh kami lebih banyak jalan-jalan daripada tinggal di dalam kamar, bukan. Yang penting bersih dan nyaman.
Menariknya, hotel itu menerapkan ecogreen-friendly. Artinya kamar hanya dibersihkan bila kita memesan. Lewat QR code semalam sebelumnya. Itu dilakukan guna menghemat listrik, air, dan tenaga yang digunakan untuk membersihkan kamar.
Untungnya lagi, walaupun belum saatnya check-in karena tiba pagi, kami diperbolehkan masuk karena ada kamar yang siap. Dengan begitu kami bisa jalan-jalan sembari menunggu waktu check-in. Tanpa harus menitipkan koper.
Perlu Anda tahu, di hotel ini, penitipan koper tidak gratis. Untuk bisa membuka loker yang terletak di basemen, tamu harus membeli koin. Harganya 3 euro.
Gedung Borsen atau gedung bursa Kopenhagen yang dibangun pada zaman Raja Christians IV pada 1619-1640.--
Jadi pesan saya, jika koper sudah berada di dalam, jangan ada apa pun yang tertinggal atau lupa sebelum menutupnya. Sebab begitu kita membukanya lagi, untuk menutupnya balik, kita harus membeli koin baru, lagi.
Setelah urusan bawaan aman, tanpa membuang waktu, dengan mantel tebal, sarung tangan, dan payung, kami jalan-jalan. Di bawah guyuran hujan. Tak dinyana ibu kota Denmark yang terletak sekitar 3.800 km di selatan kutub utara itu begitu cantik. Bahkan saat musim dingin, tetaplah menawan.
Kopenhagen atau Kobenhavn yang artinya pelabuhan dagang adalah kota yang tak terlalu besar. Hanya sekitar 88,25 km persegi. Kira-kira hanya seperempatnya Surabaya. Jadi ke mana-mana, kami nyaris bisa menempuhnya dengan jalan kaki.
Kota yang berada di pesisir selat Oresund ini menyimpan sudut-sudut yang elok. Istana, gedung-gedung lawas dari batu bata merah tua yang hangat dengan atap hijau, dan kanal-kanal dengan jajaran gedung warna-warni. Sangat memesona.
Salah satunya Gedung Borsen atau gedung bursa Kopenhagen. Gedung tertua di Kopenhagen itu dibangun zaman Raja Christians IV pada 1619-1640 dengan gaya renaissance oleh dua bersaudara arsitek Belanda Hans dan Lorenz van Steenwinckel.
Bentuknya yang bundar membuat menara ini disebut Rundetaarn atau Round Tower. Dibangun pada abad ke-17 oleh Raja Christian IV.--
Juga Rundetaarn atau Round Tower. Menara bundar yang dibangun pada abad ke-17 itu adalah salah satu dari sejumlah proyek arsitektur Raja Christian IV untuk dipakai sebagai observatorium astronomi. Dari atas gedung ini, pemadangan kota sangat indah. Saya memotret dari beberapa sudut.
Kawasan kotanya juga memukau. Ada yang disebut The Latin Quarter. Dalam bahasa Denmark disebut Latinerkvarteret. Sebuah lingkungan di pusat Kopenhagen yang dibatasi oleh Norregade di barat, Vestergade di selatan, Vester Voldgade di timur dan Norre Voldgade di utara. Susana kawasan ini dikenal semarak dengan sejumlah butik, kafe, dan klub malam.
Saya dan suami wefie dengan latar belakang Latinerkvarteret atau The Latin Quarter di pusat Kopenhagen. Kawasan yang semarak dengan butik, kafe, dan klub malam.--
Saat berjalan-jalan, saya menyaksikan bahwa dalam keseharian orang-orang Kopenhagen doyan olah raga. Udara dingin, hujan, dan angin tak menghalangi ber-jogging maupun bersepeda. Baik ke tempat kerja maupun sekolah. Tak heran jika negara pencipta mainan lego itu diklaim sebagai negera pengguna sepeda terbesar kedua. Setelah Belanda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: