Lorong Harmonisasi Lasem pada Pameran Fotografi Peter Wang

Lorong Harmonisasi Lasem pada Pameran Fotografi Peter Wang

Peter Wang berbincang dengan pengunjung Pameran Fotografi Silang Budaya Lasem-Foto Peter Wang--

MALANG, HARIAN DISWAYBetapa menawannya 36 foto karya Peter Wang yang dipamerkan di Galeri Dialectic, Jalan Sumbing 11, Kecamatan Klojen, Kota Malang itu. Foto-foto itu menghimpun beragam potret kehidupan masyarakat Tionghoa dan Jawa di Kota Lasem. Nampak begitu harmonisnya keterpaduan mereka dalam bingkai-bingkai itu.

Memasuki Galeri Dialektika kepemilikan Bapak Bambang AW tersebut serasa menuju lorong kehidupan masyarakat Lasem yang penuh dengan entitas harmonis. Membawa perasaan larut ke dalam keterpukauan. Meski foto-foto yang terpanjang itu tak disertai keterangan, tnuansa penggambaran situasi terurai jelas dari tiap-tiap jepretan Peter itu.

Adapun, pameran fotografi tunggal karya Peter Wang merangkum segelumit kisah tentang harmoni sosial yang terjadi di Lasem. Para penduduk di sana yang terdiri dari suku Jawa dan Tionghoa berbaur atara satu sama lain. Oleh karenanya terciptalah kehangatan yang membentuk karakter dari masyarakat Lasem itu sendiri.

"Jika dilihat dari rekam jejaknya, Lasem sebagai pendaratan pertama orang Tionghoa pada abad 14 sebelum Laksamana Cheng Ho. Sehingga, banyak orang Tionghoa yang hidup rukun berdampingan dengan orang Jawa di sana. Saya pun terpukau pada Lasem kala pertama kali menapakkan kaki di sana," tutur Peter Wang lewat sambungan seluler kepada Harian Disway, 18 Februari 2023.

 

Para pengunjung di Pameran Fotografi Silang Budaya Lasem-Foto Peter

Pameran yang bertajuk Silang Budaya di Lasem itu dihelat per tanggal 1125 Februari 2023. Peter nampak jelak pada karya-karyannya itu. Harapan satu-satunya yakni karya-karyannya bisa dinikmati secara bebas oleh khalayak umum. Menjadi bahan apresiasi untuk sebuah nilai seni.

Peter sendiri mengaku telah mengoleksi foto-foto itu terhitung sejak tahun 2005 hingga 2014. Ia pun tak sendiri. Sejumlah 8 anggota menemaninya dalam pengembaraan berburu 10 ribu sekian frame. Sesuai dengan perjalanannya di Lasem, tema Silang Budaya Lasem menitikberatkan pada harmonisasi yang terjadi di masyarakat Lasem.

“Orang-orang di Lasem sangat terbuka. Baik suku Jawa dan Tionghoa, tak ada sekat di antara mereka. Dalam kehidupan sehari-hari pun mereka saling guyub rukun. Menciptakan kehangatan dalam perbedaan. Foto-foto saya terdiri dari kisah-kisah mereka itu,” sambung Perintis Indonesia Discovery itu.

 

Foto di Klenteng Gyong Bio dan Patung Raden Panji-Foto Peter

Bukti kuatnya akulturasi suku Jawa dan Tionghoa di Lasem tertuang pada foto patung Raden Panjimargono di Klenteng Gyong Bio, Desa Babagan, Kecamatan Lasem. Raden Panjmargono ialah tokoh Lasem dalam Perang Kuning yang terjadi pada tahun 1740-1743. Dalam perjuangannnya, ia dibantu oleh tokoh Tionghoa yang bernama Oei Ing Kiat dalam mempertahankan Lasem dari jajahan Belanda kala itu.

“Meski orang Jawa, Raden Panjimargono turut disembahyangkan oleh masyarakat Tionghoa Lasem di Klenteng Gyong Bio. Dia begitu diagung-agungkan di Klenteng itu. Sungguh luar biasa toleransi mereka,” tukas Peter.

 

Peter Wang duduk di depan foto “Pak Sidik”-foto Peter

Sementara itu, di sana juga terpampang foto berukuran tak kurang 1,5 meter x 2 meter—foto terbesar di antara yang lain. Foto yang menikam setiap pandangan para pengunjung itu menunjukkan sosok Pak Sidik. Terdapat raut sembilu di wajah Pak Sidik dalam foto itu. Di belakangnya tergantung papan tulis hitam yang memuat tulisan:

“Anak-anakku, jika papa meninggal dunia, jangan kau tangisi. Tangisilah tingkah lakumu di masa papa masih hidup”

“Pak Sidik itu pembatik Lasem yang serba mandiri. Dari membeli kain, menyelupkan, proses membatik, hingga memasarkannya pun sendiri. Tak ada satu pun kerabatnya yang menemaninya. Tulisan di papan itu sebagai ungkapan perasaan Pak Sidik. Sayangnya [tulisannya] sudah hilang saat saya ke sana lagi, tergantikan perasaan lainnya,” ungkap Peter.

Di akhir diskusi, Peter mengaku akan diadakan sesi diskusi saat penutupan pameran pada 25 Februari 2023 mendatang di Galeri Dialektika. Pasca diadakannya acara ini, Peter berharap agar karya-karyanya itu bisa dibukukan. Selain sebagai kenangan perjalanannya, ia juga ingin orang lain bisa mengakses karya-karyanya secara mudah.

“Ya barangkali orang lain bisa tau lah minimal, atau buku itu mungkin dijadikan refrensi bagi siapa pun yang ingin tau lebih dalam soal Lasem, khususnya entintas harmonis di dalamnya,” pungkas Peter. (Ahmad Rizky Wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: