Jualan Kota Tua
-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Bagaimana dengan Surabaya? Kayaknya masih harus mengejar ketertinggalan dari Semarang dan Jakarta soal itu. Modal dasar untuk mengonservasi kota tua sudah ada. Sebab, kota ini juga memiliki warisan bangunan pemerintahan kolonial Belanda yang banyak. Bahkan, kota ini dulu dibangun untuk menjadi kota perdagangan di zaman Hindia Belanda.
Secara historis, Surabaya seharusnya lebih kuat bila dibandingkan dengan Semarang. Sebab, kota ini dulu menjadi pusat perdagangan di luar Batavia. Bahkan, dealer Mercedes-Benz pertama bukan di Batavia, melainkan di Surabaya. Itu menggambarkan bahwa sebagai kota perdagangan, kota ini lebih digdaya daripada Jakarta.
Hanya, sejak pemerintahan Orde Baru, semua sumber daya perdagangan dipusatkan di Jakarta. Akibatnya, semua kekuatan ekonomi Surabaya menjadi tersedot ke pusat. Jika sekarang orang menempatkan Surabaya sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta, itu masih jauh dari fakta. Sebab, PDRB (product domestic regional bruto) kota ini sangat jauh dibandingkan dengan Jakarta saat ini.
Fungsi Surabaya sebagai hub antara Indonesia Barat dan Timur mulai tergeser oleh kota-kota lain. Misalnya, Makassar dan Balikpapan yang tumbuh dengan cepat. Apalagi, kelak jika Ibu Kota Nusantara (IKN) sudah selesai dibangun di Kalimantan. Karena itu, rasanya sudah mulai dipikirkan membangun ikon baru Surabaya agar tidak tergeser oleh kota-kota lainnya.
Konservasi kota tua Surabaya merupakan jalan baru untuk tetap menjadikan Surabaya sebagai kota penting di Jawa dan Indonesia Timur. Sebagai penanda tentang kebesaran Kota Surabaya di masa lalu. Sebagai bagian dari pentingnya kota ini dalam perjalanan sejarah Indonesia. Perlu masterplan baru untuk menjaga nama besar Surabaya sebagai bagian sejarah Indonesia.
Lalu, bagaimana bisa menuju ke sana? Rasanya perlu prioritas untuk menyusun masterplan konservasi kota tua Surabaya. Yang tidak sekadar konservasi untuk destinasi wisata. Tapi, juga menggambarkan arti penting kota ini dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Tidak sekadar menghidupkan kota tua, tapi juga museum hidup sejarah perjuangan bangsa.
Kita telah berhasil menghidupkan kembali Jalan Tunjungan sebagai ikon destinasi baru Surabaya. Dengan menjadikan citywalk bernuansa sejarah. Jalan Tunjungan yang sempat mati suri lama kini telah hidup kembali. Menjadi pilihan lain dari jalan-jalan di mal yang sejak lama menjadi andalan Surabaya.
Pemerintah bisa memeloporinya dengan membangun sarana-prasarana. Misalnya, membangun dan mengonservasi jalan-jalannya. Dengan jalan batu sehingga mengesankan ketuannya. Lantas, menginstruksikan kepada pemilik gedung tua di kota tua untuk merenovasi miliknya. Sesuai dengan desain dan masterplan yang telah ditentukan.
Masak kota tidak bisa jualan kota tua kita? Masak kita kalah dengan Semarang dan Jakarta? Saatnya rebranding kota dengan memanfaatkan kekayaan sejarah yang kita punya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: