Borong Jabatan
Ilustrasi Sri Mulyani rangkap 30 jabatan.-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Rangkap jabatan menteri sebagai ketum partai politik juga sering dikritik. Awalnya Presiden Jokowi pernah mengharamkannya. Menko Polhukam Wiranto saat itu terpaksa melepas jabatan ketum Partai Hanura.
Entah mengapa sekarang jadi biasa. Hampir semua ketum parpol koalisi duduk di kabinet.
Pro dan kontra muncul juga menanggapi menteri yang merangkap pengurus organisasi olahraga. Nama Luhut ada juga. Ia menjadi ketum PASI (atletik). Pun, Prabowo Subianto (pencak silat).
Yang paling heboh pengurus PSSI sekarang. Pro dan kontra itu muncul karena mengurus PSSI sangat berat. Menteri BUMN Erick Thohir (ketua umum) dan Menpora Zainudin Amali (salah seorang wakil ketum).
Amali sudah mundur dari kabinet karena ingin konsentrasi di PSSI. Banyak juga suara publik yang meminta Erick mengikuti Amali. Tapi, sampai sekarang Erick tetap jalan dengan semua jabatannya itu. Tampaknya Erick saat ini butuh gunung popularitas.
Lantas, pertanyaan berikutnya, apakah berbagai jabatan itu mempertebal dompet? Yustinus menjelaskan, dari rangkap jabatan hingga 30 jabatan, menkeu tidak mendapat gaji dan honorarium. Menurut staf khusus Kemenkeu itu, Sri Mulyani hanya mendapat gaji sebagai menteri. Gaji bulanan menteri sekitar Rp 18 juta.
Tapi, untuk tambahan isi dompet itu, saya lebih percaya Natalius Pigai, mantan komisioner Komnas HAM. Ternyata Pigai juga pernah menjadi peneliti PNS.
Temuannya, rangkap jabatan itu ada honornya. Sebagai menteri memang satu kali gaji, tapi jabatan lain wajib diberi honorarium. Bahkan, Pigai memberikan ilustrasi, bila di satu jabatan Sri Mulyani dapat honor Rp 30 juta, ia memperkirakan sebulan bisa mengantongi Rp 1 miliar. Atau setahun Rp 12 miliar.
Contoh lain, anggota DPR saja. Walaupun sudah digaji sebagai anggota DPR, mereka tetap saja dapat uang saku saat kunker atau rapat.
Nah, tambahan tugas berarti dapat tambahan lain juga. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: