Cheng Yu Pilihan dr Hisnindarsyah: Ji Shao Zhi Ju

Cheng Yu Pilihan dr Hisnindarsyah: Ji Shao Zhi Ju

Cheng Yu Hisnindarsyah--

KOLONEL Laut (K) Dr dr Hisnindarsyah SpKL(K) MKes MH CFEM percaya, sesuatu yang besar, mesti dimulai dari yang kecil. Sebab, sebagaimana dibilang pepatah yang disadur dari kitab historis Han Shu (汉书), "积小致巨" (jī xiǎo zhì jù): dengan mengumpulkan yang dianggap tak berarti, akan menghasilkan kekuatan yang luar biasa.

Hisnindarsyah mencontohkan kisahnya sewaktu awal lulus sebagai dokter pada 1995. "Zaman itu, dokter harus jadi manusia super. Bayangkan, dokter muda seperti saya harus jaga di tiga poliklinik dalam sehari. Berlarian dari satu klinik ke klinik yang lain," kenang kaprodi Spesialis Kedokteran Kelautan FK Universitas Hang Tuah Surabaya tersebut. 

Ini belum termasuk kalau diminta menggantikan praktik dokter spesialis –karena sang dokter juga berpraktik di tiga tempat yang lain. Maklum, kala itu belum ada batasan praktik dokter paling banyak di tiga lokasi laiknya sekarang.

Kendati demikian, gaji yang dikumpulkan tak bisa dibilang besar –sekalipun tak bisa pula dibilang kecil. Cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dan menyisihkan beberapa untuk ditabung. 

BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Sejarawan Didi Kwartanada: Xue Wu Zhi Jing

"Kini, walau secara aturan tidak boleh, namun ada beberapa dokter kita yang rumahnya di Surabaya, praktiknya di Krian, Jombang, dan Madura. Pulang-pergi tiap hari, nyetir sendiri. Hebatnya, dibayarnya pun telat. Bukan sehari-dua hari, tetapi berbulan-bulan. Luar biasanya, mereka masih bisa hidup. Bahkan ada yang punya lebih dari satu rumah dan mobil mewah," kata Hisnindarsyah. 

Makanya, tak sedikit yang berprasangka negatif: nakes berbisnis medis. "Padahal, bisa jadi si dokter punya warung makan dan hobi merawat bonsai. Atau ia berbisnis jual beli tanah dan sarang walet. Yang harga jualnya jelas berkali-kali lipat dibandingkan dengan tarif jasanya sebagai tenaga kesehatan," terang Hisnindarsyah. 

Untungnya, sekalipun tuduhan dan bully-an datang bertubi-tubi, terutama semasa pandemi, para dokter tetap bisa berbesar hati untuk melayani. "Tidak ada yang memutuskan pulang lalu pilih meneruskan hobinya yang lebih menghasilkan," ujar Hisnindarsyah. 

Sikap begitu, dibentuk dari kesadaran bahwa, yang dipandang sebelah mata, belum tentu tak ada nilainya. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: