PTS Jatim yang Masih Bermasalah, 28 Tutup dan Tiga Lolos Sanksi Berat

PTS Jatim yang Masih Bermasalah, 28 Tutup dan Tiga Lolos Sanksi Berat

Bangunan kampus Sekolah Tinggi Kewirausahaan Selamat Pagi Indonesia, Batu.-Julian Romadhon-Harian Disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY – Praktik penyelenggaraan pendidikan perguruan tinggi swasta (PTS) di Jawa Timur yang menyalahi aturan makin marak terjadi. Buktinya, jumlah PTS yang tutup bertambah. Dari 11 kampus pada tahun lalu kini menjadi 28 kampus.

 

Penambahannya nyaris tiga kali lipat. Kenaikannya cepat sekali. Tak sampai setahun. Bahkan, belasan kampus yang ditutup itu tanpa dikenai sanksi administrasi berat.

 

Seperti yang terjadi pada dua kampus swasta di Surabaya tahun lalu. Yaitu Universitas Kartini (Unkar) dan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Panglima Sudirman (Stiapas). Keduanya menjadi contoh buruk penyelenggaraan PTS lantaran tidak taat asas.

 

Berdasar penelusuran Harian Disway, penutupan PTS itu akibat menyediakan praktik kuliah jalur patas. Mahasiswa tanpa perlu menempuh waktu normal kuliah sudah bisa mendapat ijazah legal.

 

Namun, ada juga PTS yang ditutup dengan alasan lain. Salah satunya, Sekolah Tinggi Kewirausahaan Selamat Pagi Batu. "SK pencabutannya sudah turun akhir tahun," kata Koordinator Pokja Kelembagaan dan Sistem Informasi Perguruan Tinggi Akademik LLDIKTI VII Jatim Thohari saat dihubungi.

 

Tentu saja penutupan kampus tersebut buntut dari kelakuan bejat Pendiri SPI Batu, Julianto Eka Putra. Yang sejak September 2022 lalu menjalani hukuman penjara selama 12 tahun. Didakwa sebagai penjahat seksual atas sejumlah siswinya. "Untuk kampus lain, kami nggak tahu. Itu semua kebijakan Dikti. LLDIKTI hanya pelaksana," tambah Thohari.

 

Kini, jumlah PTS yang dikenai sanksi administrasi berat berkurang dari tahun sebelumnya. Dari tujuh kampus hanya tersisa empat kampus. Yaitu Universitas 45 Surabaya, Sekolah Tinggi Teknik Raden Wijaya Mojokerto, STIKES Insan Se Agung Bangkalan, dan Universitas Merdeka (Unmer) Surabaya. Semua kampus itu tengah dalam pembinaan Dikti. 

 


-Grafis: Annisa Salsabila-Harian Disway-

 

Unmer Surabaya, misalnya, dikenai sanksi berat sejak Agustus 2022. Kampus yang beralamat di Ketintang Madya itu dilarang menerima mahasiswa baru (maba). Bahkan harus membatalkan status maba yang ikut pendaftaran gelombang terakhir.

 

Jangka waktunya hingga akhir Maret lalu. Saat ini, Unmer tengah menunggu hasil evaluasi dari Dikti. "Awal bulan ini rapat pleno dengan kementerian. Kami masih menunggu juga," tandas Rektor Unmer Surabaya Mohammad Roesli.

 

Tahun lalu Unmer memang bermasalah. Ditemukan pengakuan konversi nilai mahasiswa pindahan yang tak sesuai. Sebanyak 159 lulusan S-1 Keperawatan sejak 2016 yang menyalahi aturan.

 

Mereka kebanyakan mahasiswa pindahan dari beberapa kampus di luar Pulau Jawa. Data mereka memang tercatat di Pangkalan Data Dikti (PDDikti). Cuma saat transfer ke Unmer Surabaya, kartu hasil studi (KHS) yang disetorkan ternyata palsu.

 

Tim evaluasi kinerja akademik (EKA) Dikti-lah yang mengungkap itu. Roesli pun kaget dengan temuan itu. "Karena kami juga nggak bisa tracing jauh ke situ. Kalau sekarang semua berkas evaluasi yang diminta sudah kami serahkan,” terangnya.

 

Sementara itu, tiga kampus lainnya boleh lega. Mereka sudah menyelesaikan berkas evaluasi. Yakni Universitas WR Supratman (Unipra) Surabaya, Akademi Perpajakan Indonesia Blitar, Universitas Doktor Nugroho Magetan.

 

Rektor Unipra Surabaya Bahrul Amiq mengatakan, proses evaluasi berjalan lancar. Status kampus yang baru dipimpinnya sejak tahun lalu itu sudah kembali seperti semula. Sanksi hanya berlaku hingga Desember 2022. "Sampun. Masa pembinaannya sudah selesai," kata Amiq.

 

Dulu, persoalan Unipra berawal dari adanya temuan sejumlah mahasiswa S-1 Unipra yang pindah ke Stiapas Surabaya. Terdapat data 28 mahasiswa pascasarjana yang tak tercatat di sistem informasi akademik (Siakad) Unipra. Namun, data mereka bisa masuk ke PDDikti secara resmi karena peran oknum.

 

Bahkan, sudah ada dua mahasiswa yang dinyatakan lulus. Begitu Tim EKA Dikti memergoki kecurangan itu, Unipra langsung dikenai sanksi. Dan dua ijazah mahasiswa itu pun dibatalkan.

 

Selain itu, Tim EKA Dikti menemukan jumlah mahasiswa Unipra tak sesuai. Yang tercatat di PDDikti mencapai sekitar 5 ribu mahasiswa. Sementara yang tercatat di Siakad hanya sekitar 3 ribuan mahasiswa. Sisanya, 2 ribuan mahasiswa, terindikasi abal-abal.

 

Semua pelanggaran yang terjadi itu membuktikan satu hal. Bahwa banyak oknum yang bebas melangsungkan aksi-aksi gelapnya. Berjodoh dengan para mahasiswa yang ingin mendapat ijazah dengan cara instan. Tentu hal ini menunjukkan penyelenggaraan pendidikan di PTS rupanya masih menjadi PR besar. (Mohamad Nur Khotib)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: