Iwao Hakamada, Lima Dekade Menunggu Eksekusi, Ternyata Kasusnya Keliru

Iwao Hakamada, Lima Dekade Menunggu Eksekusi, Ternyata Kasusnya Keliru

KEBERSAMAAN Iwao Hakamada (kanan) dengan kakaknya, Hideko Kamadada, di rumah mereka di Hamamatsu, prefektur Shizuoka, Jepang, pada 28 Agustus 2018.-KAZUHIRO NOGI-AFP-

Hukuman superberat diterima Iwao Hakamada pada 1968. Ia dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan. Ternyata, kasusnya keliru. Kini, kasus pembunuhan tersebut akan disidangkan ulang.

 

IWAO Hakamada sudah berumur 87 tahun saat ini. Ialah orang terlama yang mengantre hukuman mati. Selama 55 tahun, mantan petinju Jepang tersebut menunggu jatah melangkah ke tiang gantungan.

 

Tetapi, kini ia bisa bernapas dengan lega. Senin, 13 Maret 2023, Pengadilan Tinggi Tokyo membuat keputusan penting. Kasus yang menjerat Hakamada diduga mengandung kekeliruan. Harus ada persidangan ulang. Dan bisa jadi, kalau memang bukti-bukti tidak ada, Hakamada akan menjadi orang bebas.

 

’’Aku menunggu vonis ini selama 55 tahun. Dan akhirnya hari yang dinantikan itu tiba. Rasanya seperti beban berat diangkat dari bahuku,’’ kata Hideko Hakamada, kakak Iwao Hakamada, yang sudah berumur 90 tahun.

 

Para pengacara pun tak kalah girang. Mereka melangkah keluar dari gedung pengadilan tinggi dengan senyum lebar. Di depan pengadilan itu, mereka membentangkan spanduk bertulisan Pengadilan Ulang. Pada pendukung Iwao Hakamada pun bersorak-sorak. ’’Bebaskan Hakamada sekarang,’’ seru mereka.

 


SENYUM LEBAR Hideko Hakamada (kiri) dan Hideyo Ogawa, pengacara, di Tokyo, 13 Maret 2023. Pengadilan Tinggi Tokyo memerintahkan persidangan ulang kasus tuduhan pembunuhan Iwao Hakamada.-KAZUHIRO NOGI-AFP-

 

Kasus yang menjerat Hakamada bermula dari kematian bosnya pada 1968. Selain itu, istri sang bos dan dua anaknya yang remaja juga tewas. Hakamada dituduh membunuh keluarga itu. Motifnya adalah perampokan.

 

Awalnya, Hakamada tidak pernah mengakui tuduhan tersebut. Tetapi, akhirnya ia mengaku. Walaupun, di kemudian hari dia bilang bahwa pengakuan itu muncul karena tidak kuat menghadapi siksaan polisi.

 

Pengakuan terbaru Hakamada didengar oleh Mahkamah Agung Jepang pada 1980. Setelah berjuang cukup lama, pada 2014, pengadilan rendah di Shizuoka memutuskan bahwa kasus tersebut harus dibuka kembali. Sebab, diduga ada permainan di situ, polisi dituduh memainkan barang bukti agar Hakamada menjadi bersalah. Hakamada pun dilepaskan dari penjara.

 

Keputusan pengadilan Shizuoka out diralat oleh Pengadilan Tinggi Tokyo pada 2018. Mereka bilang, kasus itu tidak bisa dibuka kembali. Hakamada tetap menjadi orang yang dinyatakan bersalah. Walaupun, ia tidak lagi dipenjara.

 

Di tingkat Mahkamah Agung, keputusan berbeda lagi. Lembaga pengadilan tertinggi di Jepang itu memutuskan bahwa Pengadilan Tinggi Tokyo harus meralat keputusan mereka. Dan baru kemarin itulah pengadilan tinggi memutuskan persidangan ulang.

 

Salah satu bukti kunci yang menjerat Hakamada adalah pakaian dengan noda darah. Tetapi, bukti itu baru muncul setahun setelah pembunuhan. Dan darahnya masih kelihatan cerah. Seperti darah baru.

 

Sejatinya, sudah muncul tes DNA bahwa tidak ada hubungan antara Hakamada, korban, baju, dan darah itu. Namun, bukti tersebut ditolak oleh pengadilan tinggi.

 

NHK pernah mewawancarai salah seorang mantan hakim Pengadilan Tinggi Tokyo. Namanya. Fumio Daizen. Ia menyatakan bahwa bukti baju dengan darah itu memang meragukan. ’’Tidak ada bukti lain yang menunjukkan bahwa Hakamada bersalah,’’ kata Hakim.

 

Hingga sekarang, Jepang adalah salah satu negara maju yang masih menerapkan hukuman mati. Negara yang lain, misalnya, Amerika Serikat juga masih punya hukuman mati. Bedanya, di Jepang pesakitan dieksekusi dengan digantung. Sedangkan di AS menerapkan berbagai cara. Misalnya suntik mati atau kamar gas.

 


IWAO HAKAMADA berjalan-jalan di sekitar rumahnya di Hamamatsu, prefektur Shizuoka Jepang, 28 Agustus 2018.-KAZUHIRO NOGI-AFP-

 

Lalu bagaimana kehidupan Hakamada di Penjara? Ternyata sangat berat. Sampai memengaruhi kesehatan mentalnya. Sebab, sebagian besar waktunya dihabiskan di sel isolasi. Tanpa kehadiran orang lain. Juga tidak boleh dijenguk.

 

’’Rasanya seperti bertanding tinju tiap hari,’’ ucapnya ketika diwawancarai Agence France-Presse pada 2018.

 

Hideko, kakak Hakamada, tidak memberitahukan keputusan pengadilan tinggi Tokyo yang terbaru. Perempuan itu hanya bilang bahwa Hakamada bisa beristirahat dengan tenang. ’’Saya bilang, ada keputusan pengadilan yang menggembirakan. Kini, saya berharap bisa melihat pengadilan ulang tersebut,’’ ucap Hideko.

 

Yang jadi problem adalah, pengadilan ulang itu bisa memakan waktu bertahun-tahun. Inilah yang diprotes oleh para pengacara. Asosiasi Pengacara Jepang menyebut bahwa jaksa harus segera memulai persidangan ulang tanpa harus mengirimkan surat ke Mahkamah Agung. ’’Tidak bisa ditunda. Hakamada sudah berumur 87 tahun dan mengalami gangguan fisik dan mental setelah 47 tahun mendiami sel,’’ tulis pernyataan resmi asosiasi tersebut. (Doan Widhiandono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: