Mudik dan Arus Balik
ilustrasi mudik dan arus balik Lebaran.-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Kalimat itu bagai ”kompor” yang membakar jiwa muda para pelajar untuk mengadu nasib di kota-kota besar. Antre berbondong. Dan, umumnya mereka memang sukses. Sebab, penerawangan guru pastinya tidak sembarangan.
Namun, (ini bedanya dengan di Indonesia) hampir separuh dari mereka yang sudah sukses di kota bakal balik ke desa mereka. Mengisi posisi karier yang kosong di desa-desa itu karena para Stayers memang tidak mampu mengisinya.
Mengapa mereka balik ke desa? ”Karena mereka tetap rindu, dan punya nostalgia dengan tanah kelahiran mereka. Walaupun cuma berupa tanah kering. Ini sifat dasar manusia secara universal,” tulis buku tersebut.
Buku itu bisa jadi renungan kita. Tidak terkait, siapa calon presiden mendatang? Tidak itu saja. Tetapi, juga sikap para pemudik.
Para pemudik ibarat laron yang berduyun-duyun mendekati lampu kota di malam gelap. Lalu, mereka terbang berputar-putar di sekitar cahaya lampu. Meninggalkan desa mereka yang gelap.
Duo pakar hewan, David C. Lees dan Alberto Zilli, dalam buku mereka yang bertajuk Why Are Moths Are Attracted To Light? (2019), mengungkap, mengapa laron suka berbondong mendatangi lampu? Fenomena itu disebut: fototaksis positif.
Penjelasannya, laron biasa menggunakan bulan atau bintang untuk menentukan arah. Dengan berpatokan pada sinar bulan atau bintang, mereka menyesuaikan jalur terbang pada arah yang konstan.
Tapi, begitu ada lampu kota, laron berubah patokan, lalu mereka mendekati lampu. Tapi, cahaya lampu ternyata tidak memberikan patokan arah seperti halnya bulan atau bintang. Lampu cuma memendarkan cahaya sekeliling.
Akibatnya, laron mengikuti pendaran sinar lampu. Terbang putar-putar. Sampai mereka kebentur lampu, lalu jatuh ke tanah. Mati. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: