Demo Buruh
Ketua SPN bocorkan ada 10 perusahaan lakukan pemotongan gaji karyawan 25 persen, di mana di dalamnya ada Nike dan Adidas. --
HARI BURUH tanggal 1 Mei selalu diperingati dengan demonstrasi. Tak terkecuali 1 Mei 2023. Demo itu menandakan hubungan antara BURUH dan majikan –karyawan dan perusahaan–masih tidak harmonis. Pekerja masih merasa keinginannya belum terpenuhi. Merasa gajinya belum setimpal dengan tenaga dan pikiran yang diberikan kepada perusahaan.
Demonstrasi itu terjadi hampir setiap tahun. Jika melihat sejarahnya, berarti sejak 1 Mei 1886. Saat ribuan pekerja mogok kerja dan demo di Amerika Serikat (AS) untuk memperjuangkan hak-hak buruh. Demonstrasi itu menyebabkan 4 buruh dan 7 polisi tewas di Chicago, dan dikenal sebagai Tragedi Haymarket. Tanggal 1 Mei itu akhirnya ditetapkan sebagai Hari Buruh dalam konferensi internasional di Paris tahun 1889.
Sejak itu, ribuan buruh di seantero dunia menuntut kehidupan lebih baik. Tidak hanya di AS yang menganut paham kapitalisme. Tapi, juga di negara-negara yang mengaku bukan penganut kapitalisme. Bahkan, Uni Soviet resmi mengakuinya sebagai Hari Solidaritas Buruh di awal abad ke-20. Di AS sendiri, 1 Mei disebut sebagai Hari Loyalitas. Hari buruh diperingati tiap Senin pertama bulan September.
Di Indonesia, Hari Buruh mulai dirayakan pada 1 Mei 1920, saat para serikat buruh demo menuntut hak. Mereka adalah para pekerja perkebunan dan industri di bawah kekuasaan Belanda yang kondisinya sangat memprihatinkan. Tekanan kerja yang tidak manusiawi, upah rendah, dan tidak adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja membuat para pekerja dan serikat buruh berjuang menuntut hak yang adil.
Di zaman Orde Baru, tidak ada lagi peringatan Hari Buruh secara terbuka karena dianggap sangat dekat dengan komunis. Meski, protes masih saja ada seputar kenaikan upah, jam kerja yang rasional, cuti, dan sebagainya. Peristiwa Marsinah menjadi catatan betapa buruh memberontak, yang lalu diberangus Orde Baru.
Pascareformasi, Presiden Habibie meratifikasi Konvensi ILO No 81 tentang kebebasan serikat buruh. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh dan menjadi libur nasional pada 2013. Sejak itu, serikat pekerja terus aktif menuntut perbaikan nasib buruh dengan demonstrasi setiap 1 Mei hingga sekarang.
Hubungan buruh vs majikan tampaknya memang sulit dibuat harmonis. Buruh merasa tenaga dan pikiran mereka dihargai tidak sepadan. Sementara para pemberi kerja –perusahaan– merasa gaji buruh sudah cukup. Bahkan, terlalu besar. Sementara itu, pengusaha menghadapi risiko yang besar, bisa rugi, dengan tetap harus membayar buruh.
Ketidakharmonisan itu terjadi karena berbeda cara pandang. Pengusaha memandang buruh sebagai faktor produksi. Upah adalah kompensasi atas penggunaan faktor produksi itu. Yang tidak berbeda dengan penggunaan faktor produksi lain, tanah dan modal. Tanah dikompensasi sewa dan modal dikompensasi dividen atau bunga.
Pengusaha pun akan berusaha menekan biaya faktor produksi. Menekan sewa tanah, bunga kredit, pun upah buruh. Biaya produksi yang murah akan membuat perusahaan bisa memenangi persaingan dan dapat untung yang besar. Akumulasi keuntungan bisa digunakan untuk memperbesar perusahaan dan menyerap faktor produksi baru. Termasuk buruh atau pekerja.
Di sisi lain, buruh memandang upah seperti cara pandang Karl Marx dengan teori surplus value-nya. Bahwa pengusaha memperoleh keuntungan dengan cara menekan upah buruh. Buruh diberi upah jauh lebih rendah dari nilai tenaga dan pikiran yang diberikan ke perusahaan. Sisa nilai upah yang seharusnya diberikan kepada buruh agar mendapatkan keuntungan itulah yang disebut nilai lebih atau surplus value.
Dengan begitu, pengusaha yang menginginkan keuntungan besar akan makin menekan upah buruh. Dalam perspektif buruh, pengusaha memberikan upah yang rendah untuk memperoleh keuntungan yang besar. Karena itu, dalam pandangan buruh, masih banyak ruang untuk menaikkan upah buruh tanpa harus membuat pengusaha rugi. Karena itulah, demo untuk meminta kenaikan upah dan perbaikan hidup buruh terus dilakukan setiap Hari Buruh.
Tuntut Kebijakan Strategis
Tampaknya upah bukan satu-satunya alasan ketidakpuasan pekerja. Itu bisa dilihat dari fenomena demonstrasi pekerja kelas menengah di BUMN yang tergabung dalam Serikat Pekerja (SP) BUMN. Ribuan karyawan PTPN X, misalnya, pernah berdemo menolak kebijakan strategis pemerintah yang dianggap tidak masuk akal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: