Demo Buruh
Ketua SPN bocorkan ada 10 perusahaan lakukan pemotongan gaji karyawan 25 persen, di mana di dalamnya ada Nike dan Adidas. --
Juga, SP Jamsostek yang menuntut pergantian direktur utama. SP Semen Gresik demo menolak put option oleh Cemex SA. SP Semen Padang dan Tonasa menuntut spin off dari Semen Gresik. Pun, Sekar Telkom yang menolak transaksi silang Telkom-Indosat yang dinilai merugikan Telkom. Tak ketinggalan, SP Bank Mandiri dan asosiasi pilot Garuda pernah melakukan demo.
Yang menarik, banyak aksi mereka yang membuahkan hasil. Demo SP Jamsostek, misalnya. Meski tidak langsung, Iwan Pontjowinoto akhirnya benar-benar terpental. Begitu juga demo SP Semen Gresik. Demo itu cukup berhasil. Terbukti, pemerintah akhirnya menunda put option hingga Cemex SA marah dan menjual saham yang dimilikinya ke Grup Rajawali. Begitu juga demo Sekar Telkom yang pernah berhasil membatalkan transaksi silang dengan Indosat.
Beda dengan serikat pekerja perusahaan swasta, tuntutan SP BUMN tampak lebih profesional. Tuntutannya bukan lagi hal-hal yang normatif seperti kenaikan gaji, transportasi, uang lembur, atau uang makan, melainkan lebih dalam menyangkut kebijakan strategis manajemen dan pemerintah. Itu bisa dilihat dari tuntutan karyawan PTPN X yang sangat berani menolak KSO dan pergantian direksi.
Tuntutan pada hal-hal yang bersifat kebijakan strategis itu memang bisa dimaklumi. Sebab, mereka umumnya berpendidikan tinggi, hidup berkecukupan, pintar, berwawasan luas, dan terlibat langsung dalam kebijakan manajemen. Posisi tawar mereka kepada perusahaan juga cukup tinggi.
Di beberapa perusahaan, SP menjadi kekuatan tersendiri yang membuat posisi karyawan menjadi sangat kuat. Mereka melakukan tawar-menawar, termasuk membuat kesepakatan kerja bersama (KKB) dengan manajemen. Dengan posisi tawar itu, nasib karyawan menjadi makin jelas. Sebab, setiap ketidakjelasan kebijakan, baik hal-hal normatif maupun kebijakan strategis, akan langsung direaksi oleh karyawan lewat SP yang cukup kuat itu. Dengan demikian, SP bisa menjadi kontrol yang baik terhadap manajemen. Termasuk kontrol terhadap kebijakan strategis.
Melihat fenomena itu, tampaknya hubungan buruh dan majikan –pekerja dan perusahaan– masih akan selalu tidak harmonis. Selalu ada perbedaan sudut pandang yang membuat kedua pihak tidak bisa bertemu dalam satu titik. Andai pun pekerja sudah memperolah upah yang cukup, menjadi sejahtera, masih ada kepentingan pekerja yang dirasa belum terakomodasi perusahaan.
Begitu pun sebaliknya. Jika pun pengusaha memperoleh keuntungan besar, ada begitu banyak alasan untuk tidak menaikkan upah pekerja. Banyak alasan yang bisa dibuat. Pengusaha menghadapi apa yang disebut Warren Bennis dan Burt Nanus sebagai VUCA –volatility, uncrtainty, complexity, dan ambiguity. Pengusaha menghadapi ketidakpastian yang tinggi dalam bisnis. Membayar upah pekerja yang tinggi mengandung risiko yang besar di tengah ketidakpastian yang tinggi.
Maka, demonstrasi masih akan terus terjadi setiap Hari Buruh Internasional. (*)
*) Dosen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Wakil Dekan Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin, Universitas Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: