Kasus Mario dan AG: Dulu Teman, Kini Dilepas
Ilus kasus penganiayaan Mario Dandy Satrio --
Reda Manthovani kepada pers: ”Kami akan tetap tawarkan, masalah dilakukan RJ atau tidak itu tergantung para pihak, khususnya keluarga korban.”
Sementara itu, pihak keluarga David diam. Mungkin dipikirnya, tawaran itu sama dan sebangun dengan dua kali tawaran dari pihak Mario sebelumnya. Jadi, Jonathan diam.
Lanjut Reda Manthovani: ”Kalau memang korban tidak menginginkan (RJ), itu proses jalan terus. Proses RJ dilakukan apabila kedua pihak memang menginginkan perdamaian dan tidak ingin melanjutkan lagi perkara ini. Tapi, kalau salah satu pihak tidak bisa atau tidak menginginkan, seperti bertepuk sebelah tangan namanya.”
Tak terduga, Menko Polhukam Mahfud MD melalui medsos mengunggah kalimat ”counter” pernyataan Reda Manthovani itu.
”Ini berita yang salah. Ataukah Kajati DKI yang keliru dan lebay, ya. Dunia hukum tahu bahwa tidak setiap tindak pidana bs pakai Restorative Justice (RJ) loh. Pasal yg dipakai utk mengancam Mario itu termasuk tindak pidana berat. Tidak bisa pakai mekanisme RJ,” cuit Mahfud.
RJ adalah damai. Setelah para pihak berdamai, selesai perkara. Ditutup. Syaratnya, kedua pihak bersengketa sungguh ikhlas berdamai. Juga, perdamaian itu dipastikan tidak bakal menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Bayangkan, seumpama Merio-David damai, apakah tidak bakal heboh?
Setelah Mahfud mengunggah itu, Reda Manthovani mengatakan, RJ ditawarkan kepada pelaku anak (sekarang terpidana anak, belum inkrah) AG dan David selaku korban.
Terbaru, pengacara terpidana AG, Mangatta Toding Allo, memolisikan Mario dengan tuduhan mencabuli atau menyetubuhi AG (anak di bawah umur, usia 15 tahun), dulu. Sudah dilaporkan dua kali ke Polda Metro Jaya, gagal terus. Ditolak penyidik terus. Pihak AG tak gentar. Pada laporan kali ketiga, barulah diterima.
Mangatta Toding Allo kepada pers, Jumat, 5 Mei 2023, mengatakan sebagaimana berikut.
”Bahwa kami telah melakukan pengajuan laporan polisi terhadap MDS (Mario Dandy Satrio) selaku terlapor, terkait tindak pidana perbuatan cabul dan/atau persetubuhan yang dilakukan MDS terhadap pelapor (AG). Sudah dua kali ditolak penyidik.”
Mangatta: ”Laporan polisi pertama dibuat dan diajukan oleh penasihat hukum pelapor pada Selasa, 2 Mei 2023, di Polda Metro Jaya. Ditolak penyidik karena alasan laporan polisi terhadap tindak pidana di atas harus dilakukan orang tua/wali pelapor, bukan penasihat hukum.”
Dilanjut: ”Laporan polisi kedua dibuat dan diajukan penasihat hukum dan wali pelapor (sesuai dengan arahan dari petugas piket SPKT Polda Metro Jaya sebelumnya), pada Rabu, 3 Mei 2023, di Polda Metro Jaya. Dan, kembali ditolak. Kini dengan alasan perlu dilakukan visum terhadap pelapor terlebih dahulu. Karena pelapor sedang berada di tempat penahanan, petugas piket SPKT Polda Metro Jaya perlu menunggu kepulangan atasannya dari tugas pada Senin, 8 Mei 2023, untuk melakukan laporan polisi kembali terhadap MDS.”
Dilanjut: ”Pencabulan terhadap anak di bawah umur, itu sudah jelas merupakan tindak pidana. Siapa pun berhubungan badan terhadap anak, baik mau sama mau atau memang dipaksa, itu tindak pidana.”
Senin siang, 8 Mei 2023, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menjawab pertanyaan pers, akan mengecek hal itu.
Kapolda: ”Nanti kita lihat kepada penyidik, kenapa itu bisa terjadi penolakan. Saya tidak bisa jawab secara detail penolakan itu. Karena kalau tidak berdasarkan data, jadinya ngawur.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: