Mengenal Ketua Hipmi Kota Pasuruan dengan Prinsip Hidup Jangan Sering Sambat
KETUA Hipmi Kota Pasuruan H. Gatot Adidoyo di ruang kerjanya. --
PASURUAN, HARIAN DISWAY - Perjalanan sebagai pengusaha tidak menjanjikan kemulusan. Ada ribuan jatuh bangun yang menjadi proses di dalamnya. Namun, pengusaha bermental baja adalah mereka yang pantang sering sambat.
Begitulah prinsip yang dipegang ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kota Pasuruan H. Gatot Adidoyo. Ia dikenal sebagai owner digital printing terkenal di Kota Pasuruan. Yakni, Two M dan Kafe Samtahoer.
Jiwa pengusaha Gatot sudah tumbuh sejak duduk di bangku kuliah. Saat menjadi mahasiswa di Jurusan Ilmu Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang. Ia punya pengalaman dari organisasi dan pernah menyambi kerja di bidang event organizer (EO).
Gatot kemudian menangkap peluang membuka usaha digital printing. Bidang advertising itu dipilih karena sekitar tahun 2008 hanya ada satu digital printing di Kota Pasuruan.
Gatot memulai usahanya dengan menempati sebuah bangunan toko ukuran 11 x 4 meter. Usaha awal itu diberi nama Two M. Usahanya tersebut berkembang pesat sehingga ia harus pindah lokasi. Ia pun menambah karyawan dan mesin.
Saat menempati bangunan baru di Jalan Panglima Sudirman, Kota Pasuruan, naluri bisnisnya muncul lagi. Ia berpikir untuk membuka sebuah kafe kopi. Maka, jadilah kafe kopi racer yang kini berubah menjadi Samtahoer.
Jangan ditanya berapa kali Gatot mengalami jatuh bangun menjalankan bisnisnya. Segala asam garam sebagai pengusaha sudah pernah dirasakan. Ditipu rekan sendiri, kehabisan modal, hingga utang yang menggunung.
Prinsip yang dipegang Gatot adalah jangan sambat. Ia menceritakan salah satu kisahnya saat membuka usaha lain, yakni jual beli mobil. Ternyata bisnisnya itu tidak berjalan mulus. Utangnya menumpuk.
”Dari gagalnya di usaha jual beli mobil hikmah yang saya petik adalah saya kurang sabar,” ujar Gatot.
Namun, itu bukan pukulan berat bagi Gatot. Ia menilai pandemi Covid-19-lah yang merupakan pukulan hebat bagi usahanya. Anak pertama dari dua bersaudara itu mengatakan, saat pandemi, usaha percetakannya turun omzet sampai 75 persen, kafenya harus tutup karena kebijakan PPKM.
Namun, dengan kegigihannya, Gatot tidak sampai memberhentikan karyawan. Segala cara ia coba supaya karyawannya tetap menerima gaji dan THR.
”Karyawan itu membawa doa. Jadi, tidak mungkin saya memecat,” ungkapnya.
Liku-likunya selama menjalankan usaha di tengah pandemi menghadirkan pelajaran berharga untuk lebih baik lagi mengelola keuangan. Menurut Gatot, ada tiga syarat beruntung di kehidupan ini.
Pertama, tidak boleh sering sambat. Kedua, tetap loman (sering memberi, dermawan). Ketiga, istiqamah. ”Empat tahun lalu adalah titik terendah saya. Saat Covid-19, utang saya menumpuk. Bahkan, pernah tidak ada uang sama sekali. Tapi, tidak tahu saya justru menikmati masa-masa sulit itu sebagai renungan. Banyak hal yang menjadi pelajaran saat saya di titik terendah itu,” ungkap Gatot.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: