Soe Tjen Marching dan Fakta Gerakan 1 Oktober: Bing Menyembunyikan Kawan (1)

Soe Tjen Marching dan Fakta Gerakan 1 Oktober: Bing Menyembunyikan Kawan (1)

Soe Tjen bersama ibundanya, Yuliani, yang banyak bercerita tentang kisah penangkapan ayahnya. -Soe Tjen Marching-

HARIAN DISWAY - Soe Tjen Marching. Nama yang membuat tertuju pada spirit perlawanan dan kritik. Intelektual perempuan ini dikenal sebagai aktivis yang getol menguak tentang peristiwa berdarah 1 Oktober 1965 via tulisan. Ada kisah masa lalu yang membuatnya gigih berbuat itu.

Akhir kemarau, April 1966. Gonjang-ganjing pembunuhan para jenderal membuat Indonesia geger. Tak terkecuali Surabaya. Suasana serba tak pasti. Tak tahu lagi, mana kawan, mana lawan. Juga nasib orang-orang yang telah ditangkapi. Sedang di mana mereka? Apakah dipenjara? Atau mati dibunuh di pinggir sungai, seperti yang banyak terjadi?

Banyak dari mereka tak diketahui kabarnya. Tapi bagi Oei Lian Bing, ia tetap tenang. Meski sebenarnya dalam hati risau. Terutama istrinya, Yuliani, yang ketika itu sedang hamil muda anaknya yang ketiga. Ditambah lagi kenekatan Bing yang menyembunyikan seseorang. Simpatisan partai terlarang. Demi solidaritas. Padahal ia sendiri juga bagian dari partai itu.

Tapi pikirnya, namanya tak termasuk dalam daftar pencarian orang. Sementara kawannya sedang diburu tentara. "Kamu sembunyi di sini. Tak kasih makan dan minum setiap hari. Perlu apa bilang. Tapi jangan sekali-kali keluar rumah," kata Bing pada kawannya itu.
Soe Tjen Marching bersama karya-karya bukunya yang banyak berkisah tentang korban Gerakan 1 Oktober 1945. -Elvina Talitha Awaliyah-

Tak ada yang bisa dilakukannya selain mengangguk. Menurutnya paling tidak, bisa aman. Meski ia tak tahu sampai kapan. Bing sangat melindungi kawannya. Ia memberinya nama samaran. Sampai-sampai istrinya sendiri tidak tahu yang asli. 

Tentu istrinyalah yang paling khawatir. Sebab sudah tahu bahwa suaminya bisa diambil paksa, malah nekat menyembunyikan kawan di rumah. Jika sampai tertangkap, tak bisa dibayangkan hukumannya akan seperti apa. Bisa-bisa dipenjarakan. Bahkan dibunuh. Tanpa pengadilan. Seperti lazimnya orang-orang yang terlibat partai itu.

Suatu pagi datang kabar dari seorang rekan bahwa Bing masuk dalam daftar simpatisan yang dicari. Segera ia membawa kawan yang disembunyikannya itu ke gereja terdekat. Kawannya dititipkan. Lalu ia pulang ke rumah. 

Benar dugaan. Tak lama sejumlah tentara datang. Menanyakan identitas lantas menggelandangnya ke depan halaman. "Sebelum orang ini ditangkap, geledah dulu rumahnya!," ujar salah seorang pemimpin tentara. 

Ketika tentara-tentara itu datang, mereka tak begitu beringas. Mungkin tahu bahwa Yuliani sedang hamil. Dalam budaya Jawa, orang hamil harus dihormati. Tak boleh diperlakukan kasar. Namun, justru istri Bing itulah yang menyimpan banyak buku-buku kiri di laci kamar tidurnya. Ada karangan Karl Marx, Lenin, Engels, Trotsky, dan lain-lain. Jika digeledah dan ketahuan, bisa saja perangai mereka berubah.

Sebelum menggeledah, salah seorang tentara berkata kepada komandannya. "Izin, biar saya yang menggeledah!," ujarnya. Komandan menyetujui. Lalu ia masuk dalam ruang kamar Bing. Di sana ada buku-buku kiri yang dilarang keras beredar dan dibaca pasca-Gerakan 1 Oktober. 

Aneh. Ketika beberapa lama menggeledah, tentara itu keluar tanpa membawa apa pun. "Bersih. Tak ada benda atau atribut-atribut komunis!," katanya. Komandan mengangguk. Mereka pergi sembari membawa Bing. Ia dinaikkan dalam truk. Dibawa entah ke mana.

Tapi sebelum para tentara itu pergi, Yuliani sempat mengamati nama yang tertulis di dada seragam tentara itu. Berkecamuk tanya di hatinya. Bagaimana bisa tumpukan buku-buku kiri itu bisa lewat dari pandangannya? Apa yang dilakukan selama di dalam? Mengapa ia mau menolong keluarganya dengan mengatakan "bersih"? Dia membuat kesimpulan: satu tentara itu adalah mata-mata dari partai terlarang.

Itulah yang terjadi pada siang itu. Beberapa minggu pasca-Gerakan 1 Oktober. 

Anak keempat Bing itu memang tak mengalami langsung peristiwanya. Tapi berdasarkan cerita yang dituturkan mamanya. "Dari masa lalu juga dari kejadian-kejadian yang saya alami itulah yang membuat saya konsisten menulis tentang para korban Gerakan 1 Oktober," ungkapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: