Gua Gajah, Wisata Arkeologis Zaman Bedahulu: Tinggalan Anak Wungsu (2)

Gua Gajah, Wisata Arkeologis Zaman Bedahulu: Tinggalan Anak Wungsu (2)

Seorang wisatawan memotret Gua Gajah. Situs arkeologis tertua dari Kerajaan Bedahulu. -Julian Romadhon-

HARIAN DISWAY - Destinasi wisata sekaligus situs sejarah Gua Gajah, menyimpan bukti toleransi yang kuat dalam peradaban Bali lampau. Pun, Kerajaan Bedahulu sebagai pendiri situs tersebut, memiliki hubungan kekerabatan dengan Raja Airlangga, penguasa Kerajaan Kahuripan di Jawa.

Masyarakat Bali lekat dengan budaya dan tradisinya yang kuat. Karakter itu menumbuhkan rasa peduli mereka terhadap situs peninggalan sejarah. Kelestariannya terus dijaga dan kesakralannya.

Karena itu, di kompleks Gua Gajah, orang harus mengenakan pakaian sopan. Bertutur kata baik serta mengenakan ikat pinggang khusus. Layaknya yang dikenakan umat Hindu ketika memasuki bangunan suci.

Tumpukan batu-batu besar di sisi barat, serta pemandian di sisi timur. Enam patung bidadari pembawa wadah. Dari wadah tersebut membuncah air yang mengisi ruang kolam. Pelinggih Ganesha berdiri di sisi kiri Gua Gajah. Di bawah patung terdapat sesaji serta dupa.

Pintu masuk Gua Gajah berhias ornamen kala dengan mata terbuka lebar. Dua patung raksasa penjaga pintu gerbang terpampang di kanan dan kiri. Ukirannya menawan meski di beberapa bagian dimakan usia.

Di dalam terdapat lampu yang cukup remang. Bilik cekungan di kanan-kiri, sepanjang lorong. Kemudian terdapat ruang bagian dalam. Sisi kanan dan kiri terdapat tiga ceruk. Dua di antaranya berisi trilingga, simbol Dewa Siwa, serta patung Ganesha.

Keluarga wisatawan asal India berhenti di tiap ceruk itu. Kemudian menyempatkan untuk beribadah sejenak. Mengatupkan tangan dan merapalkan doa. Lingga Siwa dikenal pula sebagai sarana pemujaan umat Hindu di India. Serta Dewa Ganesha, Dewa Ilmu Pengetahuan.
Trilingga yang ada di dalam Gua Gajah. Selain materi sakral itu, di dalamnya terdapat arca Ganesha.-Julian Romadhon-

Gua tersebut meski tak begitu besar, tapi aliran udara dapat masuk ke dalam. Sehingga tak begitu pengap. Apalagi aroma hio yang semerbak serta beberapa sesaji bunga-bunga memberi nuansa relaksasi. Penggunaan media-media tersebut menunjang konsentrasi umat beribadah.

Di sisi kanan Gua Gajah, terdapat beberapa pelinggih. Tiga terbesar adalah Trimurti: Brahma, Wisnu, dan Siwa. Ada pula pelinggih yang berdiri di atas kolam. Terpampang wujud salah satu dewa dengan latar biru.

Di sisi depan ada ruang peribadatan bagi Umat Hindu. Setelah puas menikmati sisi itu, kami berjalan menuju selatan. Terdapat tangga turun dengan papan petunjuk bertuliskan: Kuil Buddha. 

Menyusuri tangga, berjalan ke bawah. Sisi kiri dan kanan pepohonan rimbun. Sinar matahari menyusup di celah dedaunan. Membuat bias menawan, menyorot beberapa sudut batuan.

Di tengah jalan menurun terdapat buncahan air dari sumber mata air di atas perbukitan. Aliran airnya menuju ke bawah menjadi Sungai Petanu yang berada di sekitar kompleks Gua Gajah. Sungai yang disebut dalam Nagarakretagama sebagai Lwa Gajah atau Sungai Gajah.

Setelah dari situ, pengunjung harus melewati beberapa anak tangga. Di sana terdapat pelinggih berisi patung Buddha. Beberapa sesaji diletakkan. Dua sisi, Hindu dan Buddha, menjadi cermin toleransi beragama dalam peradaban Bali lampau, yang masih terjaga hingga kini.

Gua Gajah menjadi satu destinasi wisata wajib saat berkunjung ke Bali. Utamanya bagi mereka yang ingin melakukan wisata spiritual. Hingga kini berbagai upacara peribadatan pernah digelar di kompleks tersebut.
Rute menurun, menuju kuil Buddha. Di situ terdapat aliran air dengan batu-batu besar. Aliran air itu menuju Sungai Petanu. -Julian Romadhon-

Tinggalan arkeologis Kerajaan Bedahulu itu ditemukan pada 1923 atas laporan dari pejabat kolonial Belanda, LC Heyting. Temuan itu ditindaklanjuti oleh WF Stutterheim, arkeolog Belanda. Penelitian dan penggalian diteruskan Pemerintah Republik Indonesia. Arca awal yang ditemukan di situs tersebut adalah Ganesha, Trilingga, serta Hariti. Disusul kolam pemandian yang berisi enam patung bidadari.

Vibrasi dalam situs Gua Gajah terasa sakral yang membawa rasa nyaman dan tenang. Jika semua tinggalan arkeologis itu dapat berkata-kata, pasti ada banyak cerita tentang sejarah Bali lampau. Utamanya Kerajaan Bedahalu.

Juga tentang kehadiran raja-raja Bedahulu di tempat itu. Beberapa dayang dan prajurit mengawal di belakang. Di Gua Gajah, raja bermeditasi. Termasuk Raja Anak Wungsu, adik Airlangga yang memerintah pada 1025-1077 Masehi. Luas kerajaannya membentang dari utara ke selatan.

Karena masih berkerabat dengan Airlangga yang memerintah di Jawa, kedua kerajaan tetap berhubungan baik. Seperti halnya toleransi yang terjaga kuat antara Hindu dan Buddha ketika itu, tercermin dalam situs tersebut. 

Dalam masa pemerintahannya, Anak Wungsu meninggalkan 28 prasasti. Salah satunya ditemukan ketika proses eskavasi situs pada era kolonial. Peninggalan lainnya adalah Pura Gunung Kawi di Tampak Siring. Sebab di daerah itulah awal pusat pemerintahannya berada. Abu jenazahnya pun didarmakan di tempat itu. (Heti Palestina Y-Guruh Dimas Nugraha)

Sumber: