Tanggapan Atas Catatan Harian Dahlan Iskan: Aceh Only
Salah satu kantor cabang BSI di Banda Aceh.-Dok.-
SEBENARNYA, saya hendak menuliskan pandangan ini di kolom komentar. Tapi karena senantiasa kesulitan log in, maka mohon maaf saya kirimkan melalui surat elektronik. Untuk memudahkan, saya akan buat tulisan model pointer saja.
Pertama, saya menyimak banyak sekali nada negatif yang diarahkan pada bank syariah di kolom komentar oleh para perusuh –sebutan untuk komentator pada tulisan berjudul Aceh Only di Catatan Harian Dahlan Iskan di Disway. Dan itu mengganggu pikiran saya. Karena saya menduga, ”serangan” terhadap bank syariah itu dilandasi oleh pengalaman atau persepsi para perusuh atas bank syariah. Bukan atas dasar pengetahuan tentang konsep sesungguhnya dari bank syariah.
Kedua, bank syariah (di negara-negara di luar Indonesia disebut bank Islam) adalah bagian dari sistem keuangan Islam. Sementara sistem keuangan Islam adalah salah satu cabang dari ekonomi Islam. Ekonomi Islam sendiri, merupakan ijtihad dari para cendekiawan muslim. Ijtihad ini dilakukan dengan basis al Alquran dan hadis. Ditambah dengan ijma’ dan qiyas. Keempat hal tersebut merupakan rujukan hukum Islam.
BACA JUGA:Bisakah Indonesia Beri Kejutan untuk Argentina? Shin Tae-yong: Biar Pemain yang Tunjukkan
Ketiga, sebagai ijtihad, tentu saja ada banyak pandangan dari cendekiawan muslim yang kadang seiring, kadang paralel, kadang agak berpisah jalan. Tapi, semua pandangan itu biasanya menuju satu titik yang sama. Dalam ijtihad ekonomi Islam, titik yang sama itu adalah keadilan (baca: pemerataan) dan kesejahteraan semua manusia. Lahir dan batin.
Keempat, pemikiran ekonomi ”Islam” bisa dilacak hingga ke masa-masa awal Islam. Kendati, tingkat kerumitannya belum seperti saat ini. Para cendekiawan membagi sejarah pemikiran Islam sejak masa awal Islam hingga hari ini ke dalam beberapa fase. Di abad XX, ada beberapa tokoh pemikir utama dalam ekonomi Islam. Tapi, secara umum dibagi menjadi tiga kluster.
Pertama adalah kluster pemikiran Muhammad Baqr Sadr, seorang syi’i dari Baghdad. Dikenal dengan mazhab Iqtishaduna, diambil dari nama karya monumental beliau. Kedua adalah kluster Umer Chapra, lahir di India kemudian pindah ke Saudi Arabia. Kluster pemikiran ini diadopsi sebagai sistem saat ini sehingga disebut mazhab mainstream. Ketiga, mazhab alternatif yang mengambil jalan kritis terhadap kedua kluster awal.
Kelima, jika ingin sistem ekonomi Islam yang ideal, maka tunggulah barang 200 tahun lagi. Karena saat itu, ilmu ekonomi Islam modern akan mencapai usia 250 tahun. Usia yang relatif sama dengan kapitalisme saat ini. Karena, sekarang sistem ekonomi Islam berada pada titik minimal, timbangane ora –daripada tidak sama sekali–. Pemikir mazhab mainstream berharap dengan tingkat minimal ini, kelak lambat laun akan mencapai tingkat ideal. Sedangkan jika mau yang lebih maju, bisa dipilih mazhab iqtishaduna. Tapi, tentu saja sulit untuk melakukannya. Ibarat Amat Kasela yang ingin meminang Mbak Nicky dengan 5i.
Keenam, kita, para perusuh harus bisa membedakan mana konsep dan mana praktik. Setiap konsep, akan selalu memiliki potensi terjadi deviasi, atau penyimpangan. Perintah Tuhan saja disimpangkan, bahkan kadang dimanipulasi. Apalagi hanya ijtihad yang levelnya bisa benar dan tepat, bisa juga benar tapi kurang tepat. Kita –para perusuh ini–sebaiknya memandang praktik bank syariah sebagai bagian dari proses menuju kematangan atau sebuah penyimpangan. Sehingga tidak serta merta mengadili konsepnya.
Terakhir, kita memang sering dan suka bahagia mengolok-olok timnas sendiri yang bermain tidak seperti yang kita harapkan. Tapi membiarkan tim lawan menguasai pikiran kita meskipun dia juga melakukan kecurangan.
Semoga bermanfaat.
Salam Rusuh (*)
*) Anak Takeran. Dosen di Universitas Islam Raden Rahmat. Saat ini sedang menempuh program doktoral dalam bidang keuangan dan perbankan Islam di Universitas Islam Internasional Sultan Abdu Halim Muadzam Shah, Malaysia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: