Air dan Minyak, Puan dan AHY

Air dan Minyak, Puan dan AHY

PUAN MAHARANI banyak tersenyum saat bertemu dengan Agus Harimurti Yudhoyono di kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, 18 Juni 2023. -Dokumentasi Puan Maharani-

MEGAWATI Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) seperti air dan minyak. Sulit bertemu. Apakah pertemuan anak-anak mereka, yakni Puan Maharani dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), akan mengakhiri era minyak dan air?

Pertemuan Puan dan AHY yang berlangsung di kawasan hutan kota Gelora Bung Karno, 18 Juni 2023, menarik dicermati. Keduanya sama-sama ahli waris parpol berpengaruh. Karena itu, walaupun sekadar manuver di tengah tarik ulur koalisi capres, pertemuannya bisa menjadi awal terbangunnya politik yang ”sehat”.

Anda bayangkan, dalam kurun waktu 19 tahun, panggung politik kita diwarnai berseberangannya kedua keluarga itu. Selama SBY berkuasa sepuluh tahun, tak pernah sekali pun Megawati hadir di acara 17 Agustus di istana.

Kalau sebagai ketua umum PDIP, bisa dipahami bila Mega tidak hadir. Tapi, Mega adalah mantan presiden dan keluarga presiden (anak Presiden Soekarno) yang seharusnya hadir di podium kehormatan setiap agustusan.

Begitu pula SBY. Ia tak hadir di acar 17 Agustus selama era Jokowi yang notabene PDIP. Sebagai mantan presiden, sudah seharusnya SBY juga hadir di podium kehormatan.

Mereka berseberangan bermula dari persaingan pilpres. Jelang Pilpres 2004, Mega menjabat presiden, SBY jadi menko polhukam. Dari situlah bibit berseberangan mereka. Kabarnya, Mega sempat menanya SBY, apakah akan maju nyapres? Jawabannya: tidak.

Sedikit kita memutar ulang drama  2004, tensi mulai naik setelah SBY mendapat sindiran dari kubu PDIP. Taufik Kiemas pun menyebut SBY sebagai jenderal ”kekanak-kanakan”.

SBY yang menyusun kekuatan dengan Partai Demokrat langsung menantang Mega. Dua kali bertarung, dua kali SBY menang. Dua kali Mega kalah.

Rivalitas tetap lanjut hingga dua periode Jokowi.

Di awal Jokowi berkuasa, sempat muncul harapan renkonsiliasi. Tapi, berujung jalan sendiri-sendiri. Berdasar jejak digital: SBY menjelaskan, dirinya tak punya hambatan dengan Jokowi, hanya ada hambatan dalam berkoalisi. ”Silakan tafsir sendiri,” ujar SBY.

Beban sejarah itulah yang kini menjadi salah satu warna panggung politik Indonesia. Pengaruh berseberangan keduanya tak hanya berdampak ke kedua tokoh itu. Tetapi, juga berdampak ke bangsa ini.

SBY dan Mega menjadi arus besar politik Indonesia. Keduanya sama-sama bekas presiden. Sama-sama punya partai. Keduanya pun mempunyai keluarga besar berpengaruh.

Di keluarga Mega ada nama besar Bung Karno. SBY juga memiliki mertua populer. Walau tak sebesar Soekarno, Letjen Sarwo Edi Wibowo sangat terkenal saat memberantas PKI di akhir jabatan Soekarno. Artinya, sisi klan keluarga menambah legitimasi kedua kubu itu.

Selain kedua klan tersebut, tentu ada keluarga besar Soeharto yang juga masih memiliki pengaruh kuat. Penguasa 32 tahun itu sedikit banyak memberikan pengaruh kepada Prabowo Subianto, mantan menantu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: